تخطي للذهاب إلى المحتوى

Menakar Keadilan Upah Petani di Sawah Pinrang: Kajian Hukum Islam dari Tamansari

13 نوفمبر 2025 بواسطة
Menakar Keadilan Upah Petani di Sawah Pinrang: Kajian Hukum Islam dari Tamansari
Admin

IAIN Parepare kembali menorehkan prestasi riset nasional. Sebuah penelitian lapangan tentang praktik bagi hasil di sawah Tamansari, Pinrang, Sulawesi Selatan berhasil terbit di jurnal bereputasi Sinta 3. Di baliknya, ada kisah dedikasi ilmuwan muda yang turun langsung ke lumpur sawah demi menakar nilai keadilan.


Hamparan sawah hijau di Kelurahan Tatae, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang, menjadi saksi kerja ilmiah tiga peneliti muda IAIN Parepare. Di bawah terik matahari dan di antara jerami basah, mereka meneliti praktik bagi hasil antara pemilik lahan dan buruh tani, sebuah sistem tradisional yang masih hidup dan dijalankan secara turun-temurun oleh masyarakat.


Penelitian ini dipimpin oleh Dr. Alfiansyah Anwar, S.Ksi., M.H. dosen Ilmu Hukum dan Ilmu Komunikasi IAIN Parepare, bersama dua rekannya, Musdalifa Ibrahim, S.Pd., Gr,  dan Rizkyanti, S.E.


Mereka menelusuri bagaimana sistem upah pertanian dijalankan di lapangan dan sejauh mana praktik itu sejalan dengan prinsip hukum Islam. Hasil riset tersebut kini telah dimuat di Jurnal Istinbath (Sinta 3), UIN Mataram, Volume 24 Nomor 2, Desember 2025.


Dalam artikelnya yang berjudul “Profit-Sharing Wage Practices Among Rice Field Workers in Pinrang: An Islamic Legal Analysis”, tim ini menjelaskan bahwa sistem upah dalam Islam menekankan nilai manfaat dan keadilan kerja, berbeda dengan pendekatan kapitalistik yang berorientasi pada biaya hidup minimum. Islam memandang kerja sebagai amal yang memiliki nilai moral, bukan sekadar komoditas ekonomi.

Melalui observasi dan wawancara dengan para petani, pemilik lahan dan pejabat Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura setempat, peneliti menemukan beragam pola pembagian hasil panen. Ada sistem bagi dua, di mana hasil gabah misalnya 50 karung per hektare, dibagi rata menjadi 25 karung untuk pemilik lahan dan 25 karung untuk petani penggarap. Ada pula sistem bagi tiga dan bagi lima hasil panen. Setiap model memiliki aturan tersendiri, tergantung kesepakatan dan kondisi kerja di lapangan.


Hasil penelitian menunjukkan, sebagian praktik tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip keadilan (‘adl) dan keseimbangan (ihsan) dalam hukum Islam. Beban biaya produksi seperti pupuk, benih, atau sewa alat pertanian sering kali lebih besar ditanggung oleh petani tanpa kompensasi yang sepadan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan ketimpangan sosial dan ekonomi.


“Masih ada ruang pembenahan agar praktik bagi hasil ini lebih adil bagi semua pihak,” ujar Alfiansyah kepada wartawan, Kamis, 13 Desember 2025. Ia menegaskan bahwa sistem yang ideal adalah yang membagi keuntungan dan risiko secara proporsional sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak.


Lulusan Cumlaude Program Doktor Dirasyah Islamiyah UIN Alauddin Makassar ini juga menyampaikan terima kasih atas dukungan dana hibah penelitian dari Litapdimas Kementerian Agama melalui LP2M IAIN Parepare. “Kami bersyukur karena Litapdimas memberi ruang bagi dosen dan mahasiswa untuk meneliti isu-isu sosial keagamaan di akar rumput. Semoga hasil riset ini bisa menjadi rujukan bagi kebijakan ekonomi Islam di sektor pertanian,” ujarnya.


Apresiasi turut datang dari Kepala Pusat Penelitian LP2M IAIN Parepare, Zulfiqar Busrah, yang menilai publikasi di jurnal Sinta 3 merupakan capaian luar biasa. “Penelitian peningkatan kapasitas ini sebenarnya hanya ditargetkan Sinta 4, tapi Alfiansyah dan tim mampu menembus Sinta 3. Ini contoh nyata dedikasi akademik,” ungkap dosen Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Parepare ini.


Menurut Zulfiqar, keberhasilan ini menunjukkan bahwa peneliti di lingkungan PTKIN dapat bersaing di tingkat nasional bila serius menulis dan mempublikasikan hasil kajiannya. Ia berharap tradisi riset seperti ini terus tumbuh dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat.


Bagi Alfiansyah, penelitian di sawah Tamansari bukan sekadar pencapaian akademik, melainkan perjalanan spiritual. “Kami belajar langsung dari petani tentang makna kerja, hasil, dan keadilan. Nilai-nilai Islam itu hidup di sawah, tinggal kita tafsirkan kembali melalui ilmu,” ujar dosen dan praktisi media Pers ini menutup perbincangan. (*)


في Berita
Menakar Keadilan Upah Petani di Sawah Pinrang: Kajian Hukum Islam dari Tamansari
Admin 13 نوفمبر 2025
شارك هذا المنشور
علامات التصنيف
الأرشيف