تخطي للذهاب إلى المحتوى

Wisuda

Hari itu, auditorium penuh. Wisudawan duduk rapi, memakai toga yang entah kenapa selalu terasa gerah, walaupun AC sudah menyala. Orang tua datang dengan bangga, beberapa sibuk mencari sudut terbaik untuk foto. Dosen-dosen tersenyum, sebagian mungkin lega karena mahasiswa yang sering menghilang akhirnya benar-benar lulus.
15 مارس 2025 بواسطة
Wisuda
Admin

Catatan rektor #15: Wisuda​

Hari itu, auditorium penuh. Wisudawan duduk rapi, memakai toga yang entah kenapa selalu terasa gerah, walaupun AC sudah menyala. Orang tua datang dengan bangga, beberapa sibuk mencari sudut terbaik untuk foto. Dosen-dosen tersenyum, sebagian mungkin lega karena mahasiswa yang sering menghilang akhirnya benar-benar lulus.

Di atas podium, Prof. Hannani, Rektor IAIN Parepare, berdiri dengan tenang. Senyumnya khas, seperti biasa. Ia bukan tipe rektor yang memberikan pesan akademik dengan nada kaku. Tidak. Hari itu, ia berbicara bukan hanya sebagai rektor, tapi sebagai seseorang yang paham betul bahwa wisuda hanyalah gerbang menuju realitas yang sebenarnya. "Selamat untuk kalian semua," katanya. "Tapi ingat, ini bukan akhir, ini baru awal." Beberapa wisudawan mungkin tersenyum kecut. Setelah bertahun-tahun berjuang menghadapi tugas, ujian, dan revisi skripsi yang lebih sering datang daripada hujan di musim penghujan, ternyata ini masih bukan akhir.

Ia melanjutkan pesannya. Ilmu tanpa kerendahan hati hanya akan membuat seseorang lupa dari mana ia berasal. Sederhana. Tapi kenyataan di luar sana sering berkata lain. Ada yang begitu lulus, mendadak menjadi orang paling pintar di keluarga. Ada yang baru bekerja seminggu, sudah sibuk memberi wejangan hidup kepada orang tua. Ada yang belum juga mendapat pekerjaan, tapi sudah menulis motivasi panjang di media sosial. Rektor tidak melarang seseorang merasa bangga. Tapi dunia ini luas. Semakin tinggi seseorang belajar, semakin banyak ia sadar betapa sedikitnya yang ia ketahui.

Dunia ini terus berubah, dan hanya mereka yang berani melangkah yang akan bertahan. Masalahnya, zona nyaman itu memang nyaman. Tidak ada yang mau meninggalkan kasur empuk hanya demi masuk ke dunia yang penuh tantangan. Tapi kalau hidup hanya diisi dengan rebahan dan scroll media sosial, gelar sarjana pun akhirnya hanya akan menjadi dekorasi di ruang tamu.

Salah satu pesan yang ia tekankan adalah gagal itu biasa. Tapi tentu, gagal tetap menyakitkan. Apalagi kalau gagalnya setelah sidang skripsi dengan revisi sebanyak jumlah halaman skripsi itu sendiri. Namun, dunia kerja dan kehidupan tidak lebih lunak daripada dosen pembimbing. Kegagalan akan datang. Pekerjaan yang diimpikan mungkin tak langsung didapat. Tapi yang membedakan mereka yang berhasil dan yang tidak hanyalah siapa yang tetap bertahan meskipun berkali-kali jatuh.

Rektor juga menegaskan bahwa ilmu yang dimiliki harus digunakan untuk kebaikan. Bukan sekadar alat mencari pekerjaan, tapi benar-benar bermanfaat. Ilmu yang digunakan bukan hanya untuk menambah saldo rekening, tapi juga untuk membantu orang lain. Bukan hanya untuk mencari jabatan, tapi juga untuk memperbaiki keadaan. Karena dalam hidup, yang paling bahaya bukanlah orang yang tidak punya ilmu, tapi orang yang punya ilmu tapi tidak tahu cara menggunakannya.

Ia mengingatkan bahwa dunia di luar sana penuh dengan godaan. Ada yang lulus hari ini, besok sudah sibuk mencari jalan pintas untuk cepat kaya. Ada yang baru bekerja sebentar, tapi sudah mulai mencari celah untuk berbuat curang. Rezeki itu misteri. Tapi satu hal yang pasti: lebih baik memiliki sedikit tapi berkah, daripada banyak tapi bikin hidup selalu was-was. Tak ada yang lebih ironis dari orang yang lulus dengan nilai sempurna, tapi kemudian tersangkut kasus karena lupa bahwa kejujuran lebih penting daripada IPK tinggi.

Di akhir pesannya, rektor berpesan agar para wisudawan menjadi sarjana yang karim. Sarjana yang tidak hanya memiliki ilmu, tapi juga punya akhlak yang baik. Yang tidak hanya mengejar kesuksesan pribadi, tapi juga memberi manfaat bagi orang lain. Karena pada akhirnya, bukan gelar yang menentukan nilai seseorang, tapi bagaimana ia menggunakannya.

Rektor tersenyum. Para wisudawan tepuk tangan. Tapi di tengah tepuk tangan itu, ada yang mulai berpikir, "Jadi ini belum selesai?" Ya. Wisuda bukan akhir dari perjuangan. Hanya perayaan kecil sebelum kenyataan hidup benar-benar dimulai. Dan untuk yang masih bertanya-tanya, "Lalu kapan kita bisa santai?" Jawabannya sederhana: nanti, kalau sudah dapat penghasilan, tanpa menunggu transferan!!


Parepare, 15 Ramadhan 1446 H.

Muhammad Haramain

Wisuda
Admin 15 مارس 2025
شارك هذا المنشور
علامات التصنيف
الأرشيف