تخطي للذهاب إلى المحتوى

Kurikulum Berbasis Cinta: Menanamkan Kepekaan dan Jiwa Kasih dalam Pendidikan Jurnalistik Islam

Alfiansyah Anwar (Dosen IAIN Parepare)
26 يوليو 2025 بواسطة
Kurikulum Berbasis Cinta: Menanamkan Kepekaan dan Jiwa Kasih dalam Pendidikan Jurnalistik Islam
Hamzah Aziz

Di tengah maraknya krisis empati yang mengaburkan relasi sosial di ruang-ruang publik, hadirnya gagasan Kurikulum Berbasis Cinta yang dicetuskan oleh Kementerian Agama RI laksana embusan angin segar dalam dunia pendidikan tinggi keislaman. Bagi kami di IAIN Parepare, kurikulum ini bukan sekadar perangkat akademik, melainkan juga arah kompas moral penunjuk jalan menuju pendidikan yang menumbuhkan kasih, mengasuh dengan kelembutan, dan membimbing dengan cinta.

Sebagai pendidik di Program Studi Jurnalistik Islam, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, saya meyakini bahwa pendekatan ini sangat relevan dalam membina generasi jurnalis muslim yang tidak hanya mumpuni dalam keterampilan menulis dan menyampaikan informasi, tetapi juga mampu menyuguhkannya dengan kepekaan hati dan kebeningan nurani.

Proses pembelajaran di kelas menjadi ruang aktualisasi cinta: kesabaran dalam mendampingi mahasiswa yang masih tertatih memahami konsep, empati saat mereka berhadapan dengan kesulitan pribadi, serta dorongan moral ketika mereka meragukan kemampuan diri dalam menulis karya jurnalistik. Baik itu dalam format media cetak, digital, maupun penyiaran audio-visual.

Tak sedikit dari mereka yang awalnya datang ke prodi ini bukan karena pilihan pertama. Namun sebagaimana pepatah Bugis mengingatkan, “aja’ muwella-wella napole’i riala,” jangan lekas putus asa, sebab takdir acap kali menghantar pada keberhasilan tak terduga. Kini, sebagian mahasiswa kami telah aktif di media massa yang terverifikasi Dewan Pers, bahkan sebelum mereka menyelesaikan kuliah.

Kami meyakini bahwa pendekatan pendidikan yang dilandasi cinta tidak hanya menyentuh logika, tetapi juga menyapa hati. Inilah ruh utama dari kurikulum cinta: mendidik bukan semata mengajar, membina bukan sekadar memberi instruksi.

Mahasiswa diarahkan untuk menyelami isu-isu sosial lokal secara analitis—baik dalam menggali data tentang kemiskinan, pendidikan, maupun bencana alam. Namun lebih dari sekadar menyusun laporan, mereka ditantang untuk membaca realitas dengan mata hati, lalu menyampaikannya melalui lensa dakwah humanis yang rahmatan lil alamin.

Islam dan Narasi Cinta

Islam sebagai agama kasih sayang menjadikan cinta sebagai fondasi ajarannya. Allah SWT berfirman:

“Wa mā arsalnāka illā raḥmatal lil-‘ālamīn.”

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)

Demikian pula sabda Rasulullah SAW:

“Ar-Rāḥimūna yarḥamuhumu ar-Raḥmān, irḥamū man fil-arḍ, yarḥamkum man fis-samā’.”

“Orang-orang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahman. Sayangilah makhluk di bumi, niscaya Yang di langit akan menyayangimu.” (HR. Abu Dawud)

Ajaran ini menegaskan bahwa pendidikan Islam sejatinya adalah proses penumbuhan cinta kepada semua makhluk, bukan sekadar penguasaan ilmu.

Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA dalam berbagai forum ilmiah menekankan pentingnya menumbuhkan kasih sayang tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada hewan, tumbuhan, dan seluruh alam semesta. Gagasan ini memperkuat kesadaran ekologis sebagai bagian integral dari spiritualitas Islam. Dua kali saya menyimak langsung pemikiran ini dalam webinar ICMI Orda Parepare dan IAIN Parepare dan keduanya menguatkan pandangan bahwa cinta kepada lingkungan adalah manifestasi dari ibadah.

Menurut beliau, kerusakan lingkungan mencerminkan kegagalan menjalin silaturahmi dengan alam. Ketika hubungan antara macro cosmos (alam semesta) dan micro cosmos (manusia) terganggu oleh keserakahan, maka kehancuran ekologis menjadi konsekuensi tak terelakkan. Maka, lahirlah gagasan ukhuwah makhluqiyah persaudaraan lintas makhluk sebagai konsep etika komunikasi universal yang membangun harmoni ekologis demi kesejahteraan umat manusia.

Kurikulum Cinta dan Transformasi Pendidikan

Konsep ukhuwah makhluqiyah membuka horizon baru dalam dunia pendidikan Islam. Kurikulum berbasis cinta menjadi jembatan antara pembentukan intelektual dan penyemaian spiritualitas. Ia bukan sekadar pendekatan pedagogis afektif, melainkan strategi transformasional untuk mencetak lulusan yang tidak hanya cerdas nalar, tetapi juga halus budi dan peka terhadap penderitaan sesama makhluk.

Di tengah derasnya arus pragmatisme pendidikan, pendekatan ini menghadirkan kesadaran bahwa menyayangi alam, memuliakan sesama makhluk, dan menjaga bumi adalah bagian dari pengabdian kepada Tuhan. Pembelajaran bukan hanya hubungan antara manusia dengan Tuhan (hablum minallah) dan sesama (hablum minannas), tetapi juga dengan alam semesta (hablum minal ‘alam).

Kurikulum cinta juga memberi kontribusi besar pada pendidikan karakter. Ia selaras dengan semangat Pasal 6 huruf d Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mewajibkan pers untuk “mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.” Seorang jurnalis yang dididik dengan cinta akan menyampaikan berita bukan dengan semangat sensasi, melainkan dengan empati dan tanggung jawab etis.

Lebih jauh, ia juga sejalan dengan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik yang menekankan pentingnya verifikasi informasi, pemberitaan yang berimbang, serta tidak mencampurkan opini yang menghakimi. Kurikulum cinta melahirkan jurnalis yang mengedepankan prinsip praduga tak bersalah, menjunjung tinggi kemanusiaan, dan menjalin ukhuwah makhluqiyah dalam praktik jurnalismenya.

Sebagaimana petuah bijak orang Bugis:

 “Mapadeceng ri atinna, mappatettongeng ri alebbina (Berbuat baiklah dengan hatimu, dan bersungguh-sungguhlah dengan akalmu).”

Maka, menjadi dosen bukanlah sekadar profesi, tetapi jalan pengabdian spiritual untuk menyalakan lentera cinta dalam jiwa-jiwa muda. Bukan menara gading yang menjulang tinggi, tetapi lentera yang menerangi jalan lembut, membimbing, dan menghangatkan.

Kurikulum berbasis cinta bukan mimpi utopis. Ia adalah keniscayaan dalam menjawab tantangan zaman. Di tengah dunia yang gaduh oleh hoaks dan kebencian, cinta adalah jalan pelan yang menyelamatkan peradaban.

Mari kita mulai dari kelas kita sendiri. Dengan sabar, dengan rendah hati, dan tentu saja dengan cinta. 

Kurikulum Berbasis Cinta: Menanamkan Kepekaan dan Jiwa Kasih dalam Pendidikan Jurnalistik Islam
Hamzah Aziz 26 يوليو 2025
شارك هذا المنشور
الأرشيف