تخطي للذهاب إلى المحتوى

Kurikulum Cinta dan Pendidikan Multikultural: Sebuah Refleksi dari Ruang Kelas Bahasa Inggris

Yessicka Noviasmy, M.Pd. (Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, IAIN Parepare)
26 يوليو 2025 بواسطة
Kurikulum Cinta dan Pendidikan Multikultural: Sebuah Refleksi dari Ruang Kelas Bahasa Inggris
Hamzah Aziz

Peluncuran Kurikulum Cinta oleh Menteri Agama Republik Indonesia merupakan sebuah inisiatif yang layak diapresiasi sebagai respons atas semakin lunturnya nilai-nilai kasih sayang, toleransi, dan empati dalam kehidupan berbangsa. Di tengah maraknya ujaran kebencian, kekerasan verbal, dan krisis kemanusiaan yang bahkan menyusup ke ruang-ruang pendidikan, kehadiran kurikulum ini menjadi angin segar bagi upaya rekonstruksi karakter peserta didik. Meski berasal dari Kementerian Agama, semangat kurikulum ini sejatinya bukan monopoli pelajaran agama semata. Dalam konteks pendidikan multikultural, para pendidik termasuk pengajar bahasa Inggris—memiliki peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai cinta melalui pendekatan lintas budaya dan komunikasi global. Ruang kelas bahasa dapat menjadi laboratorium sosial yang ideal untuk mempraktikkan empati, saling pengertian, dan keberanian berdialog dalam perbedaan.

Sebagai pengajar bahasa Inggris, kita tentu menyadari bahwa pelajaran bahasa tidak hanya berfokus pada struktur gramatikal, tata bahasa, atau kemampuan berbicara semata. Bahasa adalah jendela budaya, dan pembelajaran bahasa asing berarti juga membuka pintu ke cara pandang, nilai, serta norma masyarakat lain. Ini adalah momen penting untuk membumikan nilai-nilai multikulturalisme dalam pembelajaran.

Melalui teks bacaan, film, puisi, dan diskusi interaktif, siswa bisa dikenalkan pada keberagaman perspektif dan realitas sosial dunia. Ketika siswa membaca tentang perjuangan kesetaraan dalam teks sastra Amerika, atau tentang toleransi dalam kisah remaja multietnis di Inggris, mereka bukan hanya belajar membaca dalam bahasa asing tetapi juga belajar mencintai dalam perspektif kemanusiaan yang lebih luas.

Kurikulum cinta dapat dihidupkan dalam kelas bahasa Inggris melalui cara-cara yang sederhana namun bermakna. Pemilihan materi ajar yang inklusif, kegiatan role-play yang mendorong empati, serta proyek-proyek kolaboratif yang merayakan keberagaman adalah beberapa bentuk konkret integrasi tersebut. Misalnya, guru dapat meminta siswa menulis surat kepada teman dari budaya berbeda, membuat cerita pendek bertema perdamaian, atau berdiskusi tentang pentingnya menghargai perbedaan pendapat secara sehat.

Guru juga berperan sebagai role model. Cara guru menyapa, memberi umpan balik, hingga menyikapi konflik di dalam kelas akan menjadi teladan nyata nilai-nilai cinta yang ingin ditanamkan.

Dalam konteks Indonesia yang multikultural, ruang kelas tidak hanya berisi keberagaman dalam hal budaya dan etnis, tetapi juga agama, gaya belajar, bahkan cara berpikir. Di sinilah guru dituntut tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga fasilitator nilai dan penjaga ruang aman (safe space). Dalam ruang seperti ini, siswa merasa aman untuk menjadi dirinya, belajar menyampaikan pendapat, sekaligus menghargai suara yang berbeda.

Pendidikan multikultural yang digerakkan oleh kurikulum cinta akan menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara emosional dan sosial. Bahasa Inggris, sebagai bahasa global, dapat menjadi jembatan yang kuat untuk menyampaikan nilai-nilai cinta dalam konteks global yang lebih luas.

Kurikulum cinta adalah pengingat bagi kita bahwa pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu, tetapi juga transformasi hati. Guru bahasa, dengan aksesnya pada dunia lintas budaya dan ruang komunikasi, memiliki kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai cinta secara otentik. Mendidik dengan cinta bukan berarti mengabaikan kedisiplinan atau prestasi, melainkan menghadirkan empati dan keadilan. 

Sebagai pendidik, saya percaya bahwa to love adalah salah satu kata kerja terpenting dalam pengajaran. Bukan hanya karena itu kata yang sering muncul dalam pelajaran, tetapi karena mencintai—dalam bentuk empati, pengertian, dan kebaikan—adalah inti dari pendidikan yang membebaskan dan memanusiakan.

Semoga Kurikulum Cinta ini tidak berhenti di tataran wacana kebijakan, tapi benar-benar mengalir sampai ke dalam kelas, masuk ke dialog antara guru dan murid, dan akhirnya membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tapi juga bijaksana dan penuh cinta.

Kurikulum Cinta dan Pendidikan Multikultural: Sebuah Refleksi dari Ruang Kelas Bahasa Inggris
Hamzah Aziz 26 يوليو 2025
شارك هذا المنشور
الأرشيف