Kurikulum Cinta adalah pengakuan atas cinta yang selama ini dibawa guru ke dalam ruang kelas. Setiap pendidik yang berdiri di depan siswa, sejatinya membawa cinta: cinta pada ilmu, cinta pada anak didik, dan cinta pada peran sebagai penjaga peradaban. Di tengah maraknya cerita tentang berkurangnya rasa hormat siswa terhadap guru, intervensi orang tua ketika guru mencoba mendisiplinkan anak, serta ketidakadilan yang kerap dialami guru karena jasanya yang tidak selalu terlihat, hadirnya Kurikulum Cinta menjadi suara lembut yang mengetuk hati para pendidik: cinta yang kita bawa selama ini, kini diakui dan dijadikan dasar.
Kurikulum ini mengedepankan pendekatan berbasis nilai kasih sayang. Pembelajaran tidak lagi sekadar transfer ilmu, melainkan juga proses internalisasi nilai-nilai: akhlak mulia, moderasi beragama, dan penguatan spiritual. Pendidikan bukan sekadar mengejar pengetahuan atau angka di atas kertas, melainkan proses memanusiakan manusia—membangun jiwa yang sadar akan perannya sebagai rahmatan lil alamin. Kurikulum Cinta mengingatkan bahwa keberhasilan pendidikan bukan hanya diukur dari capaian akademik, melainkan juga dari tumbuhnya sikap dan karakter mulia. Ia membawa harapan bahwa generasi emas yang sedang kita bangun bukan hanya akan cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam moral dan spiritual.
Bagi pembelajar Bahasa Inggris, Kurikulum Cinta memperluas dimensi makna belajar bahasa asing. Mempelajari bahasa lain bukan hanya untuk tujuan praktis, tetapi juga bagian dari ikhtiar memahami firman Allah dalam QS. Ar-Rum: 22; dan QS. Al-Hujurat: 13.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, serta perbedaan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berilmu.” (QS. Ar-Rum: 22)
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Perbedaan bahasa, warna kulit, dan suku bangsa adalah manifestasi dari kekuasaan Allah. Ia bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk dipahami, dihargai, dan dijadikan jalan untuk saling mengenal. Kurikulum Cinta membimbing para pendidik dan siswa untuk menyadari bahwa mempelajari bahasa asing adalah bagian dari membangun empati lintas budaya dan menumbuhkan rasa hormat terhadap sesama umat manusia.
Dengan demikian, pembelajaran Bahasa Inggris tidak lagi hanya berfokus pada struktur kalimat dan pelafalan, melainkan juga menjadi media untuk menyampaikan pesan kasih, menghargai keberagaman, dan membentuk karakter siswa yang moderat dan inklusif. Siswa diajak untuk tidak hanya mencintai bahasa, tetapi juga mencintai sesama makhluk Tuhan—dengan akhlak yang mulia dan hati yang lapang.