تخطي للذهاب إلى المحتوى

Membangun Kesadaran Hukum Lewat Kurikulum Cinta

Hasanuddin Hasim (Dosen HTN)
28 يوليو 2025 بواسطة
Membangun Kesadaran Hukum Lewat Kurikulum Cinta
Suhartina

Di tengah maraknya pelanggaran hukum dan rendahnya kepatuhan warga terhadap norma sosial, pertanyaan ini layak diajukan ulang: apakah pendidikan hukum kita selama ini terlalu kering dan normatif? Terlalu berjarak dari denyut nurani manusia yang digerakkan bukan hanya oleh logika, tetapi juga oleh rasa?

Sebagian besar kurikulum hukum, baik di sekolah maupun perguruan tinggi, masih berkutat pada teks, pasal, dan teori. Hukum diperlakukan semata sebagai kumpulan perintah yang wajib ditaati karena ancaman sanksi. Padahal, manusia tak hanya makhluk rasional. Ia juga makhluk yang merasa, yang mencinta. Di sinilah pendekatan baru dibutuhkan: membangun kesadaran hukum yang hidup, melalui kurikulum yang menyentuh sisi terdalam kemanusiaan, kurikulum cinta.


Cinta di sini tentu bukan sekadar perasaan romantis, melainkan nilai etis yang mendasar dalam hidup bermasyarakat. Cinta adalah empati, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap sesama. Jika hukum dipahami hanya sebagai perintah negara yang harus ditaati karena takut sanksi, maka hukum akan dipatuhi secara transaksional. Tapi jika hukum diajarkan sebagai bentuk cinta terhadap sesama karena dengan taat hukum kita tidak mencelakai orang lain maka akan tumbuh kepatuhan yang bersifat moral dan batiniah.


Bayangkan jika sejak dini anak-anak diajarkan bahwa tidak membuang sampah sembarangan bukan sekadar karena takut ditegur, tapi karena ia mencintai lingkungan.  Pelajar diajarkan bahwa membayar pajak adalah bentuk cinta pada negara dan solidaritas pada rakyat miskin. Calon pejabat dididik bahwa tidak korupsi adalah wujud cinta dan tanggung jawab terhadap amanah rakyat.


Kurikulum cinta bukan berarti menghapus pendekatan hukum yang logis, melainkan melengkapinya dengan pendekatan nilai. Pendidikan hukum yang manusiawi dan menyentuh nurani akan lebih efektif daripada sekadar hafalan pasal dan teori. Kita butuh pengajaran hukum yang berbasis hati, bukan hanya kepala.


Lebih jauh, pendekatan ini juga mampu menjangkau masyarakat akar rumput yang selama ini merasa hukum adalah milik kaum elit dan orang kota. Jika hukum diajarkan sebagai bentuk cinta misalnya menjaga anak dari pernikahan dini atau melaporkan kekerasan demi keselamatan keluarga maka hukum akan lebih mudah diterima, karena berbicara dalam bahasa nilai yang mereka pahami.


Sudah saatnya negara dan institusi pendidikan memperluas definisi literasi hukum. Tidak cukup hanya tahu undang-undang, masyarakat harus paham mengapa hukum itu ada?, dan untuk siapa ia ditegakkan? Jawaban yang paling mendasar adalah: untuk menjaga cinta pada hidup, pada sesama, dan pada masa depan bersama.


Membangun kesadaran hukum lewat kurikulum cinta bukan gagasan utopis. Ia bisa diwujudkan melalui pendidikan karakter, penguatan etika sosial, serta penyusunan kurikulum yang menempatkan hukum dalam lanskap nilai-nilai kemanusiaan. Di tengah derasnya arus disinformasi dan ketidakpedulian, pendekatan ini adalah cara paling lembut tetapi mendalam untuk menjangkau hati warga negara.


Pada akhirnya, hukum bukan hanya soal takut dihukum, tapi soal memilih untuk taat karena kita mencintai kebaikan.

Membangun Kesadaran Hukum Lewat Kurikulum Cinta
Suhartina 28 يوليو 2025
شارك هذا المنشور
الأرشيف