Saat ini, kita bisa melihat semangat luar biasa dari mahasiswa dalam dunia ekonomi. Banyak dari mereka bermimpi punya bisnis sendiri, membangun startup, atau jadi CEO sebelum usia 30 tahun. Sosial media penuh dengan konten motivasi bisnis, tips investasi, dan cerita sukses anak muda. Ini adalah tanda positif bahwa generasi muda punya semangat besar untuk mandiri dan sukses.
Namun, di balik semangat itu, ada satu pertanyaan penting: apakah semua itu dibarengi dengan nilai-nilai moral? Apakah mereka juga diajarkan tentang kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan dalam menjalankan usaha atau bekerja di dunia ekonomi?
Faktanya, dunia ekonomi saat ini sering kali terjebak dalam persaingan yang keras. Banyak orang fokus mengejar keuntungan, tanpa memikirkan apakah cara yang digunakan itu adil atau tidak. Kadang, ada yang lupa bahwa kesuksesan sejati tidak hanya soal uang, tapi juga soal kepercayaan, tanggung jawab, dan kebermanfaatan untuk orang lain.
Di sinilah pentingnya pendekatan baru dalam pendidikan ekonomi. Kementerian Agama memperkenalkan Kurikulum berbasis Cinta, sebuah pendekatan pendidikan yang menggabungkan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Kurikulum ini bukan cuma bicara soal teori dan angka, tapi juga menanamkan nilai-nilai penting seperti kejujuran, kepedulian, tanggung jawab, dan moderasi.
Dalam pendidikan ekonomi, nilai moderasi atau wasathiyah sangat penting. Ini berarti tidak berlebihan dalam mengejar keuntungan, tapi juga tidak pasif atau menyerah pada keadaan. Mahasiswa diajak untuk menjadi pelaku ekonomi yang adil dan seimbang yang peduli dengan kesejahteraan bersama, bukan cuma memperkaya diri sendiri.
Nilai lain yang sangat ditekankan adalah amanah. Dalam dunia usaha, amanah berarti bisa dipercaya. Mahasiswa harus belajar menjadi orang yang jujur dan bertanggung jawab. Kalau kelak mereka jadi pengusaha, mereka tidak boleh menipu pelanggan. Kalau jadi pegawai atau pejabat, mereka tidak boleh menyalahgunakan jabatan. Amanah adalah fondasi dari kepercayaan, dan kepercayaan adalah kunci dari ekonomi yang sehat.
Selama ini, banyak sistem pendidikan ekonomi terlalu fokus pada keuntungan, pertumbuhan, dan efisiensi. Ini penting, tapi tidak cukup. Kita juga harus bicara soal etika bisnis, soal bagaimana menjaga lingkungan, soal bagaimana usaha bisa membantu masyarakat sekitar. Jangan sampai kita hanya mencetak lulusan yang jago hitung-hitungan, tapi lupa bahwa ekonomi itu harus membawa kebaikan.
Dengan pendekatan yang lebih manusiawi seperti dalam Kurikulum berbasis Cinta, mahasiswa diajak untuk berpikir lebih dalam. Mereka tidak hanya belajar membuat proposal bisnis atau membaca grafik pasar, tapi juga diajak bertanya siapa yang akan terdampak oleh keputusan ekonomi ini? Apakah usaha ini akan bermanfaat untuk orang banyak, atau justru merugikan?
Kalau mahasiswa ditempa dengan cara seperti ini, mereka akan tumbuh jadi pribadi yang kuat secara moral. Mereka tidak akan mudah tergoda korupsi, tidak akan tergiur jalan pintas, dan tidak akan terjebak dalam gaya hidup konsumtif yang berlebihan. Mereka akan melihat kekayaan bukan sebagai tujuan akhir, tapi sebagai amanah yang harus digunakan untuk membantu sesama.
Inilah yang sebenarnya kita butuhkan di Indonesia saat ini. Kita sudah punya banyak orang pintar dalam bidang ekonomi. Tapi kita butuh lebih banyak ekonom yang bijak, yang peduli, yang jujur, dan yang bekerja untuk kepentingan orang banyak, bukan hanya untuk kelompoknya sendiri.
Bayangkan kalau ribuan mahasiswa ekonomi di seluruh Indonesia diajarkan nilai-nilai seperti ini. Kelak, mereka akan jadi pengusaha yang tidak semena-mena pada karyawan. Mereka bisa jadi pejabat yang tidak mau disuap. Mereka bisa jadi peneliti yang jujur menyampaikan data. Mereka bisa jadi bagian dari perubahan ekonomi yang lebih adil dan lebih manusiawi.
Kurikulum yang mengutamakan nilai bukan cuma soal pelajaran di kelas. Ini adalah langkah awal menuju perubahan besar. Bisa dimulai dari satu dosen yang mengajak mahasiswa diskusi soal etika bisnis. Bisa dari satu tugas kuliah yang minta mahasiswa menganalisis dampak sosial dari suatu usaha. Bisa dari satu seminar kecil yang membahas ekonomi dan tanggung jawab moral. Perubahan besar selalu dimulai dari hal-hal kecil.
Ekonomi bukan cuma soal laba dan rugi. Ekonomi adalah bagian dari kehidupan. Ia menyentuh semua hal: dari harga bahan pokok, pekerjaan, hingga masa depan keluarga. Maka, sudah saatnya kita mendidik mahasiswa ekonomi dengan cara yang lebih utuh. Bukan cuma pintar, tapi juga berkarakter. Bukan cuma siap kerja, tapi juga siap mengabdi.
Dengan semangat moderasi dan amanah yang tertanam sejak bangku kuliah, kita bisa berharap akan lahir generasi baru yang membawa angin segar dalam dunia ekonomi Indonesia. Mereka adalah ekonom wasathiyah yang adil, jujur, dan peduli pada kemaslahatan bersama. Mereka tidak hanya mencari sukses untuk diri sendiri, tapi juga berusaha membuat kehidupan orang lain lebih baik.
Dan bukankah itu yang seharusnya jadi tujuan dari pendidikan kita?
Sebab pada akhirnya, keberhasilan ekonomi suatu bangsa tidak hanya diukur dari seberapa besar pendapatan nasional atau seberapa tinggi pertumbuhan bisnis, tetapi juga dari seberapa adil distribusi kekayaannya, seberapa etis cara-cara yang ditempuh, dan seberapa besar manfaatnya bagi masyarakat luas. Di sinilah peran generasi muda, terutama mahasiswa ekonomi, menjadi sangat penting. Karena masa depan ekonomi bangsa ada di tangan mereka yang hari ini sedang belajar.