Di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi, Indonesia justru menghadapi krisis nilai. Hukum ditegakkan, tetapi rasa keadilan memudar. Pendidikan berkembang, tapi tak membentuk manusia seutuhnya. Agama diajarkan, tetapi malah memicu konflik. Di balik semua itu, satu penyebab mendasar tampak jelas: cinta yang kian memudar.
Padahal cinta bukan sekadar rasa, melainkan nilai luhur yang menjadi fondasi moral kehidupan. Cinta mampu merawat perbedaan, memperkuat persatuan, dan menghidupkan kembali semangat kebangsaan. Oleh karena itu, pembangunan Indonesia tak cukup hanya bertumpu pada fisik dan kebijakan, tetapi harus dimulai dari membangun kembali nilai cinta dalam hukum, pendidikan, dan kehidupan beragama.
Menghidupkan Kembali Cinta dalam Kehidupan Berbangsa
Cinta adalah energi moral yang memanusiakan manusia. Dalam kehidupan hukum, cinta menghadirkan keadilan yang utuh. Hukum yang ditegakkan tanpa cinta akan menjadi alat kekuasaan yang kaku dan menindas. Kita terlalu sering menyaksikan hukum yang tajam ke bawah, tumpul ke atas. Maka Indonesia membutuhkan sistem hukum yang manusiawi, yang menempatkan empati dan nurani dalam setiap prosesnya. Ini bukan melemahkan hukum, melainkan menegakkannya dengan rasa keadilan yang hidup.
Dalam pendidikan, cinta menjadi fondasi untuk membentuk generasi berhati nurani. Pendidikan yang berfokus semata pada nilai akademik tanpa memupuk empati dan kesadaran sosial hanya akan menghasilkan individu yang cerdas, tetapi kering secara moral. Guru dan dosen yang mengajar dengan cinta tak sekadar mentransfer ilmu, tapi juga menuntun jiwa. Dari sinilah akan lahir pemimpin masa depan yang tidak hanya cakap berpikir, tetapi juga bijak bersikap.
Dalam ranah agama, cinta adalah inti dari semua ajaran suci. Namun, tafsir sempit yang kehilangan ruh cinta justru melahirkan kekerasan dan fanatisme. Agama seharusnya menjadi jembatan, bukan tembok pemisah. Dalam masyarakat Indonesia yang plural, cinta adalah nilai lintas iman yang mampu merawat kerukunan. Tanpa cinta, agama menjadi ritual kosong. Tanpa agama, cinta kehilangan arah spiritualnya.
Menjaga Indonesia dengan Cinta
Indonesia adalah rumah bersama yang dibangun di atas fondasi keberagaman. Tanpa cinta, keberagaman justru menjadi sumber perpecahan. Nasionalisme sejati tidak tumbuh dari kebencian terhadap yang berbeda, melainkan dari cinta terhadap tanah air dan seluruh rakyatnya. Mencintai Indonesia bukan hanya soal simbol dan lagu kebangsaan, tetapi juga kerja nyata untuk keadilan sosial dan kemanusiaan.
Kita butuh cinta yang membumi, cinta yang tampak dalam solidaritas, kepedulian, dan perjuangan kolektif. Hanya dengan hati yang penuh cinta, bangsa ini bisa tetap utuh dan maju di tengah tantangan zaman.
Tanpa cinta, hukum kehilangan keadilan, pendidikan kehilangan jiwa, agama kehilangan cahaya, dan Indonesia kehilangan arah. Karena itu, membangun negeri ini tak cukup dengan anggaran dan infrastruktur; yang lebih penting adalah membangun nilai. Mari kita pulihkan kembali cinta dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan cinta, kita bisa menatap masa depan Indonesia yang lebih adil, damai, dan beradab.