تخطي للذهاب إلى المحتوى

ri Genggaman Gadget ke Genggaman Iman: Refleksi Semangat Sumpah Pemuda dalam Cahaya Al-Qur’an

oleh: Roswati Nurdin (Dosen Prodi HTN Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam IAIN Parepare)
29 أكتوبر 2025 بواسطة
ri Genggaman Gadget ke Genggaman Iman: Refleksi Semangat Sumpah Pemuda dalam Cahaya Al-Qur’an
Admin

Sembilan puluh enam tahun telah berlalu sejak para pemuda Indonesia mengikrarkan Sumpah Pemuda, tepatnya pada 28 Oktober 1928, sebuah janji suci yang lahir dari semangat, iman, dan kecintaan pada bangsa dan tanah air. Para pemuda bersatu padu bukan karena kesamaan darah, suku atau agama, tetapi karena kesatuan cita dan keyakinan bahwa bangsa mereka harus berdiri di atas kebenaran dan kehormatan. Kini, semangat itu berpindah tangan kepada generasi baru yakni Generasi Z, suatu generasi yang menggenggam dunia dalam genggaman gadget. Namun, di tengah derasnya arus digital, muncul pertanyaan yang menggugah nurani: apakah genggaman kita, genggaman generasi Z pada layar telah melonggarkan genggaman kita pada iman?

Genggaman gadget di era serba cepat ini, menghadapkan generasi muda pada dilema antara eksistensi dan esensi, suatu keinginan untuk dikenal dan kebutuhan untuk bermakna. Sumpah Pemuda 1928 dahulu lahir dari ruang kesadaran yang dalam, bukan dari sorotan kamera atau viralnya unggahan. Saat ini Generasi Z perlu menemukan kembali makna perjuangan dalam konteks zaman mereka. Perjuangan itu bukan lagi dengan bambu runcing dan tinta manifesto, tetapi telah berubah menjadi perjuangan perubahan karakter, integritas, dan iman yang menuntun langkah. Allah Swt. menegaskan arah itu dalam  firman-Nya:

…إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ …

“…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri...” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11)

Ayat ini menegaskan bahwa perubahan nasib, baik secara pribadi maupun kolektif, tidak datang sebagai hadiah, melainkan sebagai hasil usaha dan kesadaran diri sendiri. Allah Swt. memberi manusia kehendak dan kemampuan untuk bergerak, berpikir, dan memperbaiki keadaan. Bila dikaitkan dengan semangat kepemudaan, ayat ini mengandung pesan kuat bahwa masa depan bangsa berada di tangan generasi muda yang mau berbenah dan berjuang. Pemuda tidak cukup hanya mewarisi semangat, tetapi juga harus menghidupkannya dalam tindakan nyata misalnya dengan belajar, berinovasi, menjaga moralitas, dan menebar manfaat. Semangat Sumpah Pemuda sejatinya bukan hanya tentang persatuan bangsa, tetapi juga kesadaran spiritual dan moral untuk bertanggung jawab terhadap masa depan. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. menampilkan kisah Ashabul Kahfi yakni sekelompok pemuda yang berani mempertahankan iman di tengah tekanan zaman. Mereka memilih kebenaran, walau harus bersembunyi di gua. Kini, generasi Z tidak perlu bersembunyi, tetapi perlu berani berkata benar dan menolak arus digital yang menyesatkan. Keberanian spiritual itulah bentuk perjuangan modern yang sejalan dengan semangat pemuda 1928.

Bentuk Baru Perjuangan

Jika dahulu para pemuda berjuang melawan penjajahan fisik, maka kini mereka menghadapi bentuk baru perjuangan, yakni perjuangan yang berhadapan dengan penjajahan pikiran dan moralitas. Dunia maya menghadirkan banjir informasi tanpa batas. Setiap klik adalah pilihan, setiap unggahan adalah cermin nilai. Allah swt  mengingatkan dalam firmanNya

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡؤولٗا . 

Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’ [17]: 36)

Ayat ini menjadi pedoman penting bagi generasi muda agar bijak bermedia, meneliti sebelum menyebarkan, dan memelihara hati dari racun informasi yang menyesatkan. Pemuda 1928 berjuang dengan pena dan tekad. Pemuda masa kini yakni generasi Z berjuang dengan ide, karya, dan etika digital. Dari genggaman gadget, mereka bisa menyalakan cahaya iman atau membiarkan diri tenggelam dalam gelapnya hedonisme virtual. Teknologi hanyalah alat, arah hidup ditentukan oleh nilai yang dipegang. Ketika iman menjadi kompas, kemajuan takkan menyesatkan, melainkan meneguhkan jati diri bangsa sehingga terjadi perubahan kearah lebih baik. Perubahan yang diinginkan Allah bukan hanya perubahan nasib ekonomi atau status sosial, melainkan perubahan dalam diri: perubahan pola pikir, sikap, dan niat. Itulah sebabnya ayat ini menuntun pemuda untuk mulai dari dalam—mengubah kebiasaan malas menjadi produktif, mengganti pesimisme dengan optimisme, dan mengubah ketergantungan menjadi kemandirian.

Sumpah Pemuda mengajarkan pentingnya identitas: satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa. Namun, di era globalisasi, identitas itu kini diuji. Budaya asing mudah diakses, nilai-nilai moral seringkali kabur, dan gaya hidup konsumtif menjauhkan pemuda dari makna hidup yang hakiki. Al-Qur’an menawarkan Solusi yaitu kembali mengenali diri sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifah fil ardh (pemakmur bumi). Kedua identitas ini adalah landasan spiritual bagi pemuda Qur’ani. Menjadi hamba Allah berarti tunduk kepada nilai-nilai Ilahi sedangkan menjadi khalifah berarti bertanggung jawab menjaga bumi dan masyarakat dari kerusakan moral maupun sosial. Dengan kesadaran ini, semangat Sumpah Pemuda bukan hanya berarti kesatuan dalam kebangsaan, tetapi juga kesatuan dalam nilai ilahiah membangun bangsa dengan cahaya iman dan akhlak mulia. Kini, tantangan perjuangan generasi muda tidak lagi melawan penjajahan fisik, tetapi penjajahan nilai dan waktu. Jika pemuda 1928 menggenggam sumpah untuk memerdekakan bangsa, maka pemuda hari ini perlu menggenggam iman untuk memerdekakan diri dari kelalaian dan kehampaan spiritual. Genggaman pada gadget bisa membawa dunia ke hadapan mata, tetapi genggaman pada imanlah yang membawa cahaya ke dalam jiwa. Sumpah Pemuda akan tetap hidup bila semangatnya diteruskan dengan keteguhan iman, keikhlasan niat, dan kemauan untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman langkah.

Pemuda hari ini memiliki peluang besar untuk menghidupkan kembali semangat Sumpah Pemuda dalam bentuk baru yakni menjadi pelopor literasi digital Qur’ani, menebar dakwah yang sejuk dan santun, serta membangun solidaritas sosial lintas budaya dan iman. Mereka adalah mujahid-mujahid zaman modern yang menjadikan media sosial bukan sekadar panggung eksistensi, melainkan ladang amal dan inspirasi. Genggaman gadget yang kuat harus diimbangi dengan genggaman iman yang kokoh. Tanpa iman, kemajuan hanya ilusi; tanpa nilai, teknologi hanya alat tanpa arah. Sumpah Pemuda 1928 adalah tonggak sejarah, tetapi semangatnya akan terus hidup selama masih ada pemuda yang menjadikan Al-Qur’an sebagai cahaya dalam langkahnya. Dari genggaman gadget ke genggaman iman dan di sanalah harapan Indonesia semakin bersinar.

 

ri Genggaman Gadget ke Genggaman Iman: Refleksi Semangat Sumpah Pemuda dalam Cahaya Al-Qur’an
Admin 29 أكتوبر 2025
شارك هذا المنشور
علامات التصنيف
الأرشيف