Di tengah hiruk-pikuk era digital yang serba cepat, kecakapan kognitif acap kali menjadi tolok ukur utama keberhasilan akademik. Namun, dunia kerja dan masyarakat global kini menuntut lebih dari sekadar kepintaran intelektual. Kemampuan berkolaborasi, beradaptasi, dan memimpin, yang semuanya berakar pada kecerdasan sosial, menjadi krusial. Sayangnya, banyak lulusan perguruan tinggi, termasuk di Indonesia, masih bergulat dengan tantangan interaksi sosial, partisipasi aktif dalam komunitas, serta komunikasi lintas budaya.
Dalam riset berjudul Enhancing Students' Social Intelligence through the Tudang Sipulung Learning Model yang dilakukan oleh Fawziah Zahrawati B, Jumaisa, Ease Arent, dan Andi Aras dari Institut Agama Islam Negeri Parepare dan Universitas Negeri Makassar, sebuah model pembelajaran inovatif diuji untuk menjawab tantangan ini. Penelitian ini secara khusus menyoroti efektivitas model pembelajaran Tudang Sipulung dalam meningkatkan kecerdasan sosial mahasiswa Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di IAIN Parepare, mengintegrasikan kearifan lokal Bugis ke dalam kerangka akademik.
Kecerdasan Sosial: Kebutuhan Mendesak Abad Ke-21
Pendidikan tinggi abad ke-21 tidak lagi hanya berfokus pada keunggulan kognitif semata. Kompetensi sosial dan emosional kini mendapat penekanan yang sama pentingnya. Studi internasional menunjukkan bahwa lulusan dengan keterampilan sosial rendah menghadapi tantangan signifikan dalam kolaborasi, adaptasi, dan kepemimpinan di berbagai lingkungan profesional maupun komunitas. Di Indonesia, meskipun akses terhadap pendidikan tinggi terus meluas, sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam interaksi sosial, partisipasi aktif dalam komunitas, dan kemampuan berkomunikasi lintas budaya.
Observasi di Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial IAIN Parepare mengindikasikan bahwa mahasiswa menunjukkan inisiatif diskusi yang rendah, sensitivitas sosial yang terbatas, dan minimnya keterlibatan dalam praktik kolaboratif yang berlandaskan nilai-nilai budaya Bugis. Kondisi ini mencerminkan kesenjangan antara kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial yang menekankan kerja sama (gotong royong) dan kepedulian sosial, dengan orientasi belajar mahasiswa yang cenderung individualistis. Padahal, tradisi Tudang Sipulung dalam budaya Bugis justru menggarisbawahi musyawarah dan kebersamaan sebagai sarana esensial untuk mengembangkan kecerdasan sosial.
Tudang Sipulung: Kearifan Lokal sebagai Fondasi Pembelajaran
Riset ini berangkat dari asumsi bahwa pembelajaran yang dirancang secara partisipatif, dialogis, dan berlandaskan nilai-nilai lokal, seperti yang terkandung dalam tradisi Tudang Sipulung, dapat memperkuat kecerdasan sosial mahasiswa. Model ini bekerja melalui mekanisme interaksi sosial, refleksi kolektif, dan pengambilan keputusan bersama. Secara teoritis, asumsi ini berakar pada teori konstruktivis sosial Vygotsky yang menyatakan bahwa pengetahuan dan kompetensi sosial berkembang melalui interaksi dalam lingkungan sosial.
Dalam konteks masyarakat Bugis, nilai-nilai siri' (harga diri), pacce (solidaritas), sipakatau (saling menghargai), lempuk (kejujuran), dan abbulosibatang (persatuan) yang termanifestasi dalam tradisi Tudang Sipulung, berfungsi sebagai media efektif untuk menumbuhkan kesadaran dan keterlibatan sosial mahasiswa. Dengan demikian, model pembelajaran Tudang Sipulung tidak hanya bertujuan untuk mentransfer pengetahuan Ilmu Pengetahuan Sosial, tetapi juga mengaktifkan praktik-praktik sosial yang secara holistik menumbuhkan kecerdasan sosial mahasiswa.
Model pembelajaran Tudang Sipulung terdiri atas enam tahapan yang saling terkait. Tahap Mappasitinaja berfokus pada penjelasan tujuan pembelajaran, menumbuhkan motivasi, dan menghubungkan pengetahuan awal mahasiswa. Tahap Mappaseng mendorong mahasiswa untuk membangun kesepakatan bersama dan memilih pemimpin kelompok secara kolaboratif. Selanjutnya, pada tahap Mappasitinajaé, dosen menyajikan masalah sosio-akademik untuk merangsang pemikiran kritis. Tahap Sipulung berfungsi sebagai forum diskusi kolaboratif untuk bertukar ide dan membangun pemahaman bersama. Kemudian, Massappa' menekankan perumusan kesepakatan akademik yang berlandaskan kejujuran dan tanggung jawab. Terakhir, tahap Mappadeceng mengakhiri proses melalui presentasi kreatif dan kegiatan reflektif, di mana mahasiswa menerima umpan balik dari dosen dan teman sejawat untuk memperdalam pemahaman sosial dan akademik mereka.
Menguji Efektivitas Model Pembelajaran
Penelitian ini menggunakan metode kuasi-eksperimen dengan desain one-group pretest-posttest untuk mengukur efektivitas model pembelajaran Tudang Sipulung. Desain riset melibatkan satu kelas sebagai kelompok eksperimen. Mahasiswa diberikan pretest untuk menilai tingkat kecerdasan sosial mereka sebelum perlakuan, diikuti dengan implementasi model pembelajaran sebagai perlakuan, dan diakhiri dengan posttest untuk mengevaluasi perubahan kompetensi sosial mereka setelah intervensi.
Subjek penelitian terdiri atas 36 mahasiswa semester satu Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di IAIN Parepare, yang mengambil mata kuliah Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial selama semester ganjil tahun akademik 2025/2026. Pemilihan peserta dilakukan melalui purposive sampling, berdasarkan pertimbangan bahwa mahasiswa menunjukkan kemampuan komunikasi yang beragam dan keterlibatan aktif dalam diskusi kelas.
Sebelum instrumen penelitian digunakan, dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner kecerdasan sosial. Uji coba instrumen melibatkan 30 mahasiswa semester tiga dari program studi yang sama. Hasil uji validitas menunjukkan 14 dari 15 item pernyataan valid, dan uji reliabilitas menghasilkan koefisien Cronbach's Alpha sebesar 0,87, menunjukkan konsistensi internal yang tinggi. Data pretest dan posttest dianalisis menggunakan uji-t sampel berpasangan dengan bantuan SPSS versi 25.
Peningkatan Nyata Kecerdasan Sosial
Data penelitian menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam skor kecerdasan sosial mahasiswa setelah implementasi model Tudang Sipulung. Secara deskriptif, skor rata-rata sebelum intervensi pembelajaran adalah 49,19, yang kemudian meningkat menjadi 64,33 setelah implementasi model. Skor minimum naik dari 40 menjadi 56, sementara skor maksimum meningkat dari 57 menjadi 74. Peningkatan ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa mengalami perbaikan yang signifikan.
Hasil uji-t sampel berpasangan menunjukkan perbedaan yang signifikan antara skor kecerdasan sosial mahasiswa sebelum dan sesudah implementasi model Tudang Sipulung. Perbedaan rata-rata sebesar –15,139 menunjukkan bahwa skor post-treatment meningkat secara substansial dibandingkan dengan skor pre-treatment. Nilai p (Sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05, membuktikan bahwa perbedaan tersebut sangat signifikan secara statistik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa implementasi model pembelajaran Tudang Sipulung efektif dalam meningkatkan kecerdasan sosial mahasiswa.
Peningkatan kecerdasan sosial ini dapat dijelaskan melalui mekanisme kolaborasi, diskusi, dan refleksi yang tertanam dalam model pembelajaran Tudang Sipulung. Pembelajaran kolaboratif meningkatkan komunikasi, empati, dan keterampilan manajemen konflik, yang merupakan komponen kunci kecerdasan sosial. Kegiatan kreatif seperti simulasi, studi kasus, dan proyek kelompok memberikan pengalaman otentik interaksi sosial yang kompleks, memfasilitasi pengembangan empati, regulasi diri, dan kompetensi interpersonal lainnya. Peningkatan ini sejalan dengan teori sosial Vygotsky yang menekankan pentingnya interaksi sosial dalam proses belajar dan pengembangan keterampilan kognitif maupun sosial.
Tiga Dimensi Kecerdasan Sosial yang Terasah
Hasil analisis data menunjukkan peningkatan skor rata-rata di seluruh dimensi kecerdasan sosial setelah penerapan model pembelajaran Tudang Sipulung. Sebelum intervensi, skor rata-rata untuk Pemrosesan Informasi Sosial, Keterampilan Sosial, dan Kesadaran Sosial masing-masing adalah sekitar 3,35, 3,25, dan 3,25. Setelah intervensi, rata-rata meningkat menjadi 4,4 untuk Pemrosesan Informasi Sosial, 4,35 untuk Keterampilan Sosial, dan 4,35 untuk Kesadaran Sosial.
Peningkatan di setiap dimensi kecerdasan sosial mahasiswa terjadi melalui tahapan model pembelajaran Tudang Sipulung. Tahap Mappasitinaja memperkuat pemrosesan informasi sosial dengan membantu mahasiswa memahami konteks sosial pembelajaran. Tahap Mappaseng dan Sipulung meningkatkan keterampilan sosial melalui diskusi kolaboratif dan komunikasi efektif yang berlandaskan nilai sipakatau (saling menghargai) dan abbulosibatang (solidaritas). Sementara itu, tahapan Mappasitinajaé, Massappa', dan Mappadeceng memperkuat kesadaran sosial dengan menumbuhkan empati, refleksi diri, dan tanggung jawab sosial.
Proses kolaboratif ini selaras dengan teori belajar sosial Vygotsky dan konsep kecerdasan sosial Goleman, yang keduanya menekankan peran krusial interaksi dan pengalaman sosial dalam mengembangkan kompetensi interpersonal. Secara praktis, dosen dapat menerapkan model pembelajaran Tudang Sipulung dengan menggabungkan diskusi, simulasi, proyek kelompok, dan aktivitas reflektif untuk secara simultan meningkatkan ketiga dimensi kecerdasan sosial.
Membangun Masa Depan Berbasis Kecerdasan Sosial
Temuan riset ini menggarisbawahi potensi besar model pembelajaran Tudang Sipulung sebagai strategi pedagogis yang efektif untuk mengembangkan kecerdasan sosial mahasiswa. Integrasi kearifan lokal Bugis tidak hanya memperkaya proses pendidikan dengan menjembatani tradisi budaya dan inovasi pedagogis, tetapi juga berfungsi sebagai pendekatan kontekstual untuk menginternalisasi nilai-nilai sosial dan memperkuat karakter mahasiswa.
Implementasi model Tudang Sipulung direkomendasikan untuk diterapkan secara lebih luas di berbagai konteks pendidikan tinggi, khususnya dalam program studi yang menekankan pengembangan kompetensi sosial dan nilai-nilai karakter. Institusi pendidikan didorong untuk mengintegrasikan pendekatan ini ke dalam kurikulum dan aktivitas instruksional mereka sebagai upaya strategis untuk menumbuhkan kecerdasan sosial yang berakar pada kearifan lokal.
Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk memperluas implementasi model Tudang Sipulung di berbagai mata kuliah dan jenjang pendidikan guna menguji generalisasi dan efektivitasnya dalam konteks yang lebih luas. Selain itu, studi longitudinal dibutuhkan untuk menguji dampak jangka panjang model ini terhadap pengembangan karakter sosial mahasiswa dan kontribusinya dalam memperkuat budaya akademik yang kolaboratif dan inklusif.
Identitas Riset
Judul: Enhancing Students' Social Intelligence through the Tudang Sipulung Learning Model
Peneliti: Fawziah Zahrawati B, Jumaisa, Ease Arent, Andi Aras
Institusi: IAIN Parepare
Tahun: 2025
Daftar Pustaka
Barnes, M. (2008). Passionate participation: Emotional experiences and expressions in deliberative forums.
