Di tengah hiruk-pikuk disrupsi digital, institusi tradisional seringkali dihadapkan pada dilema: berpegang teguh pada akar atau merangkul inovasi. Pondok pesantren, sebagai pilar pendidikan Islam di Indonesia, tidak luput dari tantangan ini. Bagaimana lembaga yang kaya akan tradisi salafiah ini dapat tetap relevan, bahkan unggul, di era yang menuntut adaptasi cepat terhadap teknologi dan kebutuhan pasar kerja?
Dalam riset berjudul “Pendekatan Inovatif dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia di Pondok Pesantren Al-Risalah Batetangnga” yang dilakukan oleh Abdullah Thahir, Anwar, dan Muh. Ilham Jaya, sebuah model transformatif ditemukan. Studi ini menyoroti bagaimana Pondok Pesantren Al-Risalah Batetangnga berhasil mengukir jalan tengah yang cerdas, memadukan nilai-nilai salafiah dengan pendekatan inovatif untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang adaptif dan berdaya saing.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menggali data melalui wawancara mendalam dengan pengelola pesantren, alumni, dan masyarakat sekitar, serta observasi partisipatif. Hasilnya, sebuah “Model Sinergi Inovatif” teridentifikasi, mencakup lima dimensi krusial yang secara kolektif mendorong transformasi pesantren. Model ini bukan hanya sekadar kerangka kerja, tetapi sebuah cetak biru adaptif yang dapat direplikasi oleh pesantren lain dengan visi serupa, menawarkan solusi konkret di tengah krisis kualitas SDM di pesantren yang kerap disebabkan oleh keterbatasan adaptasi digital, sebagaimana disorot oleh Azizah (2024).
Inovasi Teknologi dalam Sistem Pesantren
Transformasi dimulai dari internal. Pondok Pesantren Al-Risalah Batetangnga secara proaktif mengadopsi teknologi untuk meningkatkan efisiensi manajemen dan efektivitas pembelajaran. Ini bukan sekadar memasang komputer, tetapi mengintegrasikan sistem informasi secara menyeluruh. Seorang pengelola pesantren (P1) menuturkan, “Absensi, penjadwalan, perizinan kesantrian… semuanya berbasis sistem informasi.” Digitalisasi juga merambah sistem keuangan internal, seperti penggunaan e-wallet untuk gaji guru dan transaksi di koperasi pesantren.
Kehadiran laboratorium komputer yang memadai dan pembelajaran berbasis teknologi membekali santri dengan keterampilan digital esensial. Seorang alumni (A1) mengungkapkan, “Sudah memiliki laboratorium komputer… sangat membantu di bangku perkuliahan maupun di ranah pekerjaan.” Lebih jauh, pesantren juga memanfaatkan media sosial sebagai kanal akses informasi publik, memungkinkan masyarakat sekitar (M1) untuk “mengetahui berita atau informasi dari pondok melalui sosial media.” Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa pesantren tidak lagi sekadar menara gading, melainkan institusi yang terhubung dengan denyut nadi digital masyarakat.
Integrasi Kurikulum Salafiah dan Pendidikan Umum
Salah satu dimensi paling inovatif adalah integrasi kurikulum keagamaan klasik, seperti kitab kuning, dengan pendidikan umum, termasuk sains dan teknologi. Integrasi ini bertujuan membentuk santri dengan pola pikir seimbang: religius sekaligus adaptif terhadap perkembangan zaman. Pengelola pesantren (P1) menegaskan bahwa “kurikulumnya harus terintegratif… pelajaran umum itu salah satunya teknologi informasi.”
Dampak integrasi ini sangat terasa pada adaptabilitas santri. Seorang alumni (A2) menyatakan, pendekatan ini “membentuk cara berpikir seimbang… lebih kritis dan adaptif.” Ini menjawab kebutuhan relevansi pendidikan untuk studi lanjut dan dunia kerja. Masyarakat sekitar (M1) mengamini, “Kalau hanya belajar agama saja, mereka akan susah menyesuaikan diri di perguruan tinggi nantinya.” Dengan demikian, pesantren tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga cendekiawan yang siap berkiprah di berbagai bidang profesional, sejalan dengan konsep life-skills based Islamic education dari UNESCO.
Penguatan Karakter Melalui Sistem Disiplin dan Pelibatan Orang Tua
Pembentukan karakter santri menjadi fondasi utama. Pesantren Al-Risalah menerapkan sistem disiplin berbasis poin dan klasifikasi pelanggaran, mulai dari yang kecil hingga besar, dengan sanksi yang berorientasi sosial dan edukatif. Pengelola pesantren (P1) menjelaskan, “Pelanggaran dikualifikasikan… ada poin besar, sedang, kecil… sanksi berbasis sosial dan edukatif.”
Sistem ini terbukti efektif dalam mengendalikan perilaku. Alumni (A1) merasakan, “Membuat santri mempertimbangkan ketika ingin melakukan pelanggaran.” Yang menarik, pelibatan orang tua menjadi bagian integral dari sistem sanksi. Masyarakat (M1) percaya, “Ketika dipanggilkan orang tuanya, bisa jadi hati mereka akan terbuka.” Keterlibatan keluarga ini memperkuat kesadaran moral santri, menumbuhkan pemahaman bahwa tindakan memiliki konsekuensi sosial dan emosional, bukan sekadar administratif (A2). Ini menciptakan jejaring dukungan moral yang kuat antara pesantren dan keluarga, memperkaya konsep employee champion dalam konteks komunitas, seperti yang disinggung oleh Tulili & Sari (2025).
Penyiapan Santri Menghadapi Dunia Profesional
Pesantren ini secara proaktif menyiapkan santri untuk dunia profesional melalui pembelajaran teknologi, pelatihan kepemimpinan, dan pengembangan soft skills. Seorang pengelola (P1) menyebutkan, “Belajar teknologi, desain grafis, editing video… ada bagian pengurus media dan komunitas.” Ini menunjukkan adanya kurikulum terapan yang relevan dengan kebutuhan industri kreatif.
Pengalaman belajar organisasi dan teknologi menjadi modal besar bagi alumni (A2) untuk “menghadapi kuliah dan dunia kerja.” Dengan demikian, pesantren tidak hanya membekali santri dengan ilmu agama, tetapi juga keterampilan teknis dan manajerial yang diperlukan untuk bersaing di pasar kerja global. Ini adalah wujud nyata dari peran strategic player SDM, sebagaimana diusulkan oleh Ulrich (1997), yang mengintegrasikan visi pesantren dengan tuntutan zaman.
Kontribusi Pesantren terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Model Sinergi Inovatif juga menyoroti peran pesantren sebagai aktor strategis dalam pengembangan komunitas lokal. Santri terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan masyarakat, seperti “membaca yasin, barzanji… hadir di kegiatan keagamaan masyarakat,” (M1) yang memperkuat ikatan sosial.
Selain itu, pesantren juga berkontribusi pada peningkatan ekonomi lokal melalui pemenuhan kebutuhan logistik. Masyarakat (M1) mencontohkan, “Kebutuhan pondok seperti ikan, sayur, ayam… dibeli dari masyarakat sekitar.” Keterlibatan ekonomi ini menciptakan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, menjadikan pesantren sebagai pusat pertumbuhan yang holistik, bukan hanya untuk santri, tetapi juga untuk komunitas di sekitarnya. Ini sejalan dengan gagasan Asri (2022) tentang pengembangan ekonomi kreatif di pesantren.
Model Sinergi Inovatif dalam Pembangunan SDM di Pesantren Salafiah ini tidak hanya memetakan proses transformasi internal pesantren, tetapi juga menunjukkan bagaimana nilai-nilai salafiah dapat diartikulasikan ulang secara progresif untuk menjawab tuntutan era digital. Ini adalah sebuah kerangka konseptual baru yang mengimbangkan nilai salafiah dengan tuntutan modern, bersifat adaptif dan dapat direplikasi untuk konteks pesantren lain yang memiliki visi transformatif. Temuan ini menegaskan kembali pentingnya pendekatan multi-roling dalam manajemen SDM, di mana pesantren bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga mengembangkan keterampilan kewirausahaan yang relevan.
Apa Selanjutnya?
Penemuan Model Sinergi Inovatif ini membuka jalan bagi rekomendasi kebijakan yang konkret. Pemerintah dan lembaga terkait perlu memberikan dukungan yang lebih besar terhadap pesantren dalam bentuk pelatihan teknologi, pendanaan infrastruktur, serta kebijakan yang memfasilitasi pengembangan SDM pesantren yang berdaya saing. Program yang menghubungkan pesantren dengan industri atau sektor kewirausahaan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan perekonomian masyarakat secara signifikan.
Bagi pengelola pesantren, disarankan untuk melakukan kajian mendalam terkait infrastruktur teknologi yang dibutuhkan serta pelatihan berkelanjutan bagi tenaga pendidik agar mereka siap mengintegrasikan teknologi dalam pengajaran. Kolaborasi dengan universitas atau lembaga swasta juga dapat memperkuat kapasitas pesantren dalam menghadapi perkembangan zaman. Model ini, dengan penekanannya pada integrasi tradisi dan inovasi, mendorong pesantren untuk mencetak generasi masa depan yang tidak hanya memiliki karakter religius yang kokoh, tetapi juga keterampilan relevan yang dibutuhkan oleh dunia global.
Untuk peneliti selanjutnya, studi ini merekomendasikan perluasan cakupan penelitian ke lebih banyak pesantren dari berbagai latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi. Penelitian lanjutan juga dapat mencakup studi kuantitatif untuk mengukur dampak langsung dari penerapan model ini terhadap kualitas SDM santri. Dengan demikian, kita dapat lebih memahami dinamika sosial dan budaya yang mungkin timbul dari penerapan teknologi di pesantren tradisional, serta bagaimana resistensi terhadap modernisasi dapat diatasi sambil tetap mempertahankan esensi nilai-nilai salafiah.
Identitas Riset
Judul: Pendekatan Inovatif dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia di Pondok Pesantren Al-Risalah Batetangnga
Peneliti: Abdullah Thahir, Anwar, Muh. Ilham Jaya
Institusi: IAIN Parepare
Tahun: 2025
Daftar Pustaka
Amaludin, A., & Adaniyah, S. (2025). Transformasi Manajemen SDM di Pondok Pesantren: Antara Tradisi dan Inovasi. Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah FDIK IAIN Padangsidimpuan, 7(2), 243–256.
Asri, K. H. (2022). Pengembangan Ekonomi Kreatif di Pondok Pesantren Melalui Pemberdayaan Kewirausahaan Santri Menuju Era Digital 5.0. Sharia Economics Journal, 1(1), 22.
