Banyak orang percaya bahwa rezeki itu soal angka. Gaji, saldo rekening, jumlah proyek, besarnya tunjangan. Tapi bagi Prof. Hannani, rezeki bukan hanya soal hitungan. Ia percaya bahwa setiap orang sudah memiliki bagiannya yang direkognisi oleh Tuhan. Jika kurang di satu sisi, pasti dititipkan di sisi lain.
Prinsip ini bukan sekadar teori, tapi sesuatu yang ia pegang sejak lama. Sejak dulu, ia sudah tahu, Tuhan punya cara sendiri membagi rezeki. Ada orang yang uangnya banyak, tapi kesehatannya tidak begitu baik. Ada yang hidup sederhana, tapi keluarganya penuh kebahagiaan. Ada yang rezekinya deras seperti air terjun, tapi mentalnya selalu gelisah seperti mesin ATM yang kehabisan saldo.
Sewaktu muda, ia mendengar nasihat Anre Gurutta Ambo Dalle:
"Aja mubatasi Dalle mu dibawa nawa-nawamu."
Jangan kamu batasi rezekimu sesuai keinginanmu.
Dulu, ia bercita-cita belajar di Al-Azhar. Tuhan punya rencana lain. Jalannya tidak sampai ke Kairo, tapi malah membawanya ke podium rektor. Jika saat itu ia terlalu sibuk meratapi kegagalannya, mungkin hari ini ia sedang menulis artikel ilmiah tentang "Peluang dan Tantangan Belajar di Timur Tengah", bukan menandatangani SK kenaikan pangkat dosen.
Sebagai rektor, ia menjalankan prinsip ini dengan tenang. Ia tidak memaksakan keinginannya, tapi membiarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Ia tidak terlalu sibuk menghitung apa yang ia dapatkan, tapi lebih memilih melihat apa yang bisa ia berikan.
Sebagian pemimpin berpikir bahwa bekerja itu harus penuh ambisi, mengejar target tanpa henti. Tapi Prof. Hannani tahu, bekerja keras itu penting, tapi menenangkan hati juga tidak kalah penting. Ada pemimpin yang mati-matian mengejar prestasi, sampai lupa menikmati hidup. Seperti orang yang terlalu fokus mencari harta, lalu lupa bahwa warung kopi di dekat rumahnya sebenarnya menyediakan kebahagiaan dengan harga lima ribu rupiah secangkir.
Dalam hidup, banyak orang mengejar lebih, tapi lupa mensyukuri yang ada. Seperti mahasiswa yang ingin cum laude, tapi lupa kalau ia masih harus mengulang ujian baca al-Qur’an.
Maka, kalau ada yang bertanya bagaimana seorang pemimpin bisa tetap tenang di tengah tekanan, barangkali jawabannya ada di satu prinsip yang ia pegang erat: rezeki sudah ada bagiannya, tugas kita hanya menjalani dengan sebaik-baiknya.
Dan yang paling penting: jangan lupa bahwa rezeki itu misteri. Kadang yang dicari tak kunjung datang, yang tak diduga malah menghampiri.
Seperti mahasiswa yang tidak belajar tapi lulus ujian, sementara yang belajar semalaman malah lupa bawa pulpen.
Parepare, 3 Ramadhan 1446 H.
mh