Skip to Content

Bahasa Cinta dalam Pendidikan Islam: Dakwah yang Terlupakan

Jumaedi Nagga(Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam)
July 24, 2025 by
Bahasa Cinta dalam Pendidikan Islam: Dakwah yang Terlupakan
Suhartina

Pendidikan Islam sejatinya bukan hanya tentang mempelajari agama tetapi juga mengubah akhlak. Ia adalah proses pembentukan individu yang tidak hanya memahami syariat tetapi juga hidup dalam kasih sayang dan rahmat.  Semangat ini sering tertinggal dalam praktik lapangan, sayangnya.  

Saya melihat sendiri bahwa seorang anak yang baru masuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) sudah harus dilayani dengan keras oleh gurunya.  Anak ini ditegur dengan nada yang keras, tanpa senyum, dan tanpa perasaan empati.  Sekolah, yang seharusnya menjadi tempat di mana cinta dan pengetahuan berkembang, cepat berubah menjadi tempat yang dingin dan menekan.  Sebagai seorang pendidik, saya tidak hanya kecewa tetapi juga prihatin.

Ironi seperti ini tidak terjadi sekali atau dua kali. Banyak sekolah dasar Islam hanya mengajarkan nilai kasih sayang. Guru, yang seharusnya berfungsi sebagai perwakilan orang tua dan contoh moral, justru memperlakukan anak dengan kasar, tidak sabar, dan tidak ramah.

Padahal Allah Swt. sudah menegaskan dalam Al-Qur’an:

> فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS. Ali Imran: 159)

Ayat-ayat ini turun untuk Rasulullah saw., yang memiliki tanggung jawab yang jauh lebih besar daripada guru: menyampaikan wahyu. Namun, Allah terus mengingatkan bahwa dakwah harus dilakukan dengan ramah. Bagaimana mungkin kita—yang hanya guru biasa—merasa berhak untuk menggunakan kekerasan sebagai cara mengajar?

Bahasa Cinta dalam Pendidikan

Bahasa cinta tidak berarti memanjakan atau membiarkan anak-anak bermain sendiri. Ini berarti mengkritik dengan empati, memuji dengan tulus, dan memberi teguran dengan etika. Ia adalah cara untuk berbicara yang melibatkan hati. Siswa akan jauh lebih dihormati oleh guru yang menyapa siswa dengan nama, bertanya dengan perhatian, dan menegur dengan bijak daripada guru yang hanya meneriakkan aturan.

Menurut penelitian dalam bidang pendidikan Islam, pendekatan afektif—yakni pendekatan emosional yang ramah—lebih efektif daripada pendekatan kognitif dalam membangun karakter Islami anak. Anak-anak lebih suka meniru daripada hanya mendengar. Anak-anak akan belajar berperilaku sopan jika pendidik berbicara dengan sopan. Namun, jika pendidik berbicara dengan marah dan sinis, nilai yang dipelajari justru sebaliknya.

Keteladanan Guru Muslimah

Fakta lain yang memprihatinkan adalah guru muslimah yang mengajarkan agama tetapi tidak menjaga kehormatannya.  Saya melihat langsung seorang guru perempuan yang mengenakan jilbab, tetapi betisnya terlihat jelas saat dia duduk atau berjalan.  Keteladanan adalah yang paling penting, bukan hanya pakaian.

Islam memerintahkan wanita untuk menjaga auratnya. Allah Swt. berfirman:

> وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya.” (QS. An-Nur: 31)

Guru dalam pendidikan Islam bukan hanya penyampai pelajaran; mereka juga merupakan contoh yang baik.  Jika guru tidak menunjukkan contoh yang baik untuk anak-anak, bagaimana mereka dapat memahami pentingnya menutup aurat?  Ironisnya, jilbab tidak meningkatkan kesadaran dan perilaku islami hanya sebagai pelengkap pakaian.

Pendidikan = Dakwah

Perlu diingat bahwa pendidikan Islam adalah dakwah, dan guru adalah da'i. Oleh karena itu, komunikasi antara guru dan muridnya harus mencerminkan dakwah Rasulullah saw., yaitu sikap lembut, sabar, dan memuliakan manusia.

Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda:

 

> إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu kecuali ia memperindahnya, dan tidak dicabut dari sesuatu kecuali akan memperburuknya.” (HR. Muslim)


Kita tidak dapat membenarkan kekerasan pendidikan dengan alasan "demi disiplin" lagi. Kekerasan dalam pendidikan tidak diajarkan dalam agama Islam. Yang diajarkan adalah contoh, perawatan, dan bimbingan dengan cinta.

Saatnya Berubah

Sudah waktunya untuk pendidikan Islam mengalami perubahan. Guru-guru harus dididik untuk menjadi lebih merasa seperti orang lain.  Sekolah Islam harus mempertimbangkan kembali cara mereka berkomunikasi: apakah itu menunjukkan Islam yang rahmatan lil'alamin atau malah menunjukkan kekuasaan yang menakutkan?  Anak-anak kita tidak membutuhkan pendidik yang ideal. Sebaliknya, mereka membutuhkan pendidik yang mencintai, menghargai, dan memberi contoh bagaimana Islam dapat diterapkan dengan ramah.  Itu adalah dakwah yang benar.  Itu juga bentuk ideal pendidikan Islam.

 

 

Bahasa Cinta dalam Pendidikan Islam: Dakwah yang Terlupakan
Suhartina July 24, 2025
Share this post
Archive