Skip to Content

Kurikulum Bukan Kitab Suci Harus Bisa Direvisi Demi Peluang Kerja

Herdah (Dosen Pendidikan Bahasa Arab)
August 13, 2025 by
Kurikulum Bukan Kitab Suci Harus Bisa Direvisi Demi Peluang Kerja
Admin

Kampus bukan sekadar bangunan tempat mahasiswa menimba ilmu, melainkan sebuah ekosistem yang membentuk pola pikir, karakter, dan keterampilan. Ia menjadi miniatur masyarakat yang mempersiapkan individu menghadapi dunia kerja dan kehidupan yang semakin kompleks. Dalam konteks ini, keberhasilan kampus tidak hanya diukur dari kualitas pengajar atau fasilitasnya, tetapi juga dari relevansi kurikulum, mutu luaran (output) yang dihasilkan, serta keterkaitan dengan peluang kerja yang nyata.

Kampus sejatinya menjadi ruang yang memadukan tiga aspek utama: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan sikap (attitude). Sebagaimana ditegaskan UNESCO dalam Four Pillars of Education (Delors, 1996), pendidikan tinggi harus membekali mahasiswa untuk belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar menjadi (learning to be), dan belajar hidup bersama (learning to live together). Sayangnya, belum semua kampus mampu menjalankan fungsi ini secara optimal. Sebagian masih fokus pada teori, minim praktik, atau sebaliknya terlalu pragmatis hingga mengabaikan landasan akademis.

Kurikulum sebagai jantung pendidikan. Ia menentukan arah pembelajaran dan kompetensi yang akan dikuasai lulusan. Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, kurikulum wajib memuat kompetensi utama, pendukung, dan lainnya, sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Tantangan terbesar adalah menjaga relevansi. Perubahan teknologi, pola kerja, dan kebutuhan dunia kerja, sehingga kurikulum harus dinamis. Model Outcome-Based Education (OBE) kini menjadi acuan, di mana perencanaan pembelajaran dimulai dari luaran yang diharapkan, lalu diturunkan menjadi capaian pembelajaran mata kuliah (CPL) dan rencana pembelajaran semester (RPS). Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi dengan pihak industri. Menurut studi World Economic Forum (2023) menegaskan bahwa keterampilan yang dibutuhkan di masa depan  critical thinking, kreativitas, pemecahan masalah, dan literasi teknologi — terus berubah, sehingga kampus harus adaptif.

Luaran atau output kampus tidak hanya sebatas ijazah, tetapi mencakup kompetensi nyata yang dapat dibawa  ke dunia kerja atau masyarakat. Kualitas luaran dapat diukur melalui tracer study, relevansi pekerjaan dengan bidang studi, dan keterampilan yang digunakan. Kemendikbudristek (2024), masih ada kesenjangan signifikan antara keterampilan yang diajarkan di kampus dengan yang dibutuhkan industri. Misalnya, lulusan teknik yang kurang mahir soft skills, atau lulusan nonteknik yang kurang dibekali keterampilan digital. Artinya, kampus perlu memandang luaran bukan hanya sebagai produk akademik, tetapi juga sebagai aset yang harus siap bersaing di bursa kerja atau menciptakan peluang kerja sendiri .

Realitas di lapangan menunjukkan tidak semua lulusan langsung mendapatkan pekerjaan sesuai bidangnya. Data BPS (2024) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan perguruan tinggi mencapai 5,35%, yang artinya ribuan sarjana masih mencari pekerjaan. Faktor penyebabnya beragam, seperti Kesenjangan kompetensi (skill gap) antara lulusan dan kebutuhan industri. Kurangnya pengalaman kerja. Keterbatasan jaringan profesional (networking).

Di sisi lain, peluang kerja sebenarnya terbuka luas, terutama di bidang teknologi digital, energi terbarukan, industri kreatif, dan ekonomi hijau. Namun peluang ini lebih mudah diraih oleh lulusan yang memiliki kombinasi keterampilan teknis dan soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, dan kepemimpinan.

Untuk menjembatani kurikulum, luaran, dan peluang kerja, kolaborasi kampus dengan dunia industri menjadi sebuah keniscayaan. Keberadaan Career Development Center (CDC), tentu akan sangat membantu. Pendekatan ini terbukti efektif di berbagai universitas top dunia. Kampus, kurikulum, luaran, dan peluang kerja adalah satu kesatuan yang saling terkait. Kampus yang adaptif dengan kurikulum berbasis kebutuhan industry kerja akan menghasilkan luaran berkualitas, yang pada akhirnya memperbesar peluang kerja lulusannya.

Namun, tanggung jawab bukan hanya di pihak kampus. Mahasiswa juga harus proaktif mengembangkan diri di luar kurikulum formal, memperluas jaringan, dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Sebagaimana kata pepatah “Your degree is just a key it’s your skills and attitude that open the door.”

Kurikulum Bukan Kitab Suci Harus Bisa Direvisi Demi Peluang Kerja
Admin August 13, 2025
Share this post
Archive