Sekarang, orang mencintai seperti jualan kacang goreng. Biar semua orang tahu: “Aku baik, lho. Aku sayang kamu, lho.” Foto kencan dipajang, ucapan selamat ulang tahun diunggah, sedekah pun tak lupa difoto bersama amplopnya. Cinta jadi seperti baliho caleg: harus dipajang biar kelihatan bekerja.
Padahal, ada cinta yang lebih tua, lebih sunyi, lebih mahal harganya. Cinta yang tidak pakai nama. Anonimisme. Itu lho, seperti dermawan yang diam-diam meletakkan beras di depan pintu tetangga, atau bapak tua yang tiap hari membersihkan selokan tanpa pernah bilang itu tugasnya. Kita jarang memujinya, karena ya… dia sendiri tak mau dipuji.
Tapi jangan salah, mencintai dalam diam itu bukan berarti minder. Justru orang yang bisa diam biasanya hatinya penuh. Seperti gelas penuh air, dia tak perlu digoyang-goyang biar terdengar bunyinya. Yang suka pamer itu biasanya gelas kosong—harus diketok-ketok biar orang sadar ada isinya, padahal anginnya lebih banyak daripada airnya.
Saya sering geli kalau lihat orang baik yang selalu bilang, “Doakan aku ya, semoga selalu bisa berbagi.” Bagus sih, tapi kenapa harus diberitahukan ke semua orang? Apa bedanya dengan orang yang bilang, “Doakan aku ya, semoga selalu setia sama pasangan,” sambil memajang foto gandengan tangan di tepi pantai? Itu doa atau press release?
Cinta yang anonim itu seperti udara. Tak pernah selfie, tak pernah bikin siaran pers, tapi kita semua hidup karenanya. Guru yang rela lembur demi murid, satpam sekolah yang tetap berjaga meski hujan deras, ibu-ibu yang diam-diam mengurangi jatah makan demi anaknya—mereka ini lho, pahlawan cinta yang sering luput dari tepuk tangan.
Dan ya, saya tahu, kita hidup di zaman serba tayang. Sedekah harus diunggah, kasih sayang harus divalidasi dengan like. Tapi percayalah, cinta yang terlalu sering diumumkan akhirnya cuma jadi konten. Padahal cinta itu sakral, bukan materi siaran langsung. Yang paling tulus justru yang paling diam.
Jadi, kalau suatu hari kamu jatuh cinta—entah pada manusia, pada pekerjaan, atau pada kehidupan—cobalah sedikit belajar anonimisme. Biarkan cintamu bekerja tanpa perlu semua orang tahu. Karena pada akhirnya, cinta yang paling setia adalah cinta yang rela tak disebut namanya.