تخطي للذهاب إلى المحتوى

Riset: Kearifan Lokal Bugis dan Ajaran Islam Saling Menguatkan Identitas Moral Bangsa

26 ديسمبر 2025 بواسطة
Fikruzzamansaleh

Di tengah arus modernisasi yang kian deras, masyarakat Indonesia menghadapi tantangan serius terhadap nilai-nilai fundamental. Individualisme meningkat, kejujuran memudar, dan solidaritas sosial melemah, terutama di kalangan generasi muda. Kondisi ini mengancam tatanan sosial dan menuntut upaya serius untuk melestarikan serta merevitalisasi kearifan lokal sebagai fondasi etika dan spiritual. Mungkinkah warisan budaya yang telah mengakar kuat dalam masyarakat dapat bersinergi dengan ajaran agama untuk membentuk karakter yang kokoh?


Dalam riset berjudul "HARMONY BETWEEN THE VALUES OF AND TAZKIYATUN NAFS IN BUGIS LONTARAK" yang dilakukan oleh Musyarif, Ahmad Yani, Fuadul Umam, Anugrah, dan Susi Mako, sebuah perspektif baru ditawarkan. Tim peneliti dari Institut Agama Islam Negeri Parepare ini secara komparatif menganalisis titik temu antara nilai-nilai luhur Bugis yang termaktub dalam manuskrip lontara dengan konsep tazkiyatun nafs, yaitu penyucian jiwa dalam Islam. Berbeda dengan studi sebelumnya yang cenderung memisahkan kedua ranah ini, riset ini mengkaji bagaimana etika Bugis dan spiritualitas Islam dapat saling melengkapi, membentuk identitas moral yang utuh.

Pendekatan Multidisipliner

Penelitian ini menggunakan pendekatan analitis-komparatif, memadukan kajian filologis manuskrip lontara dengan analisis konseptual etika Islam. Tim peneliti menelaah teks-teks lontara dan karya-karya klasik Islam mengenai penyucian jiwa melalui studi kepustakaan kualitatif dan analisis isi. Data primer berasal dari manuskrip lontara Bugis berisi pappaseng (nasihat moral dan etika), sementara data sekunder bersumber dari literatur sufi klasik dan kontemporer. Pendekatan multidisipliner, menggabungkan perspektif historis dan antropologi budaya, digunakan untuk menelusuri konteks kemunculan pappaseng sebagai ekspresi kearifan lokal yang membentuk karakter dan menginternalisasi nilai-nilai agama dalam masyarakat Bugis.


Pappaseng: Pilar Etika Bugis yang Kokoh

Kearifan lokal adalah cerminan mendalam dari pengalaman hidup suatu komunitas. Dalam masyarakat Bugis, kearifan ini terwujud dalam pappaseng, kumpulan nasihat, petuah, dan ajaran moral yang diwariskan turun-temurun melalui tradisi lisan, kemudian diabadikan dalam manuskrip lontara. Abdul Rahim menjelaskan bahwa lontara menjadi sumber sejarah terpercaya untuk memahami struktur nilai dan cara berpikir masyarakat Sulawesi Selatan. Sejak abad ke-17, proses Islamisasi membawa perubahan epistemologis signifikan. Ajaran Islam, yang berakar pada wahyu, berinteraksi dengan kearifan lokal. Pertemuan kedua sumber pengetahuan ini melahirkan sintesis nilai-nilai, di mana pappaseng tidak hanya mengandung ajaran moral universal, tetapi juga mencerminkan keseimbangan antara ade' (adat) dan sara' (syariat). Nilai-nilai Islam seperti amanah, kejujuran, dan keadilan mengambil bentuk lokal melalui konsep Bugis seperti lempu', getteng, dan sitinaja.


Lima Pilar Moral Bugis dan Korespondensinya dengan Tazkiyatun Nafs

Pappaseng berfungsi sebagai pedoman hidup yang mengandung ajaran moral dan etika. Lima nilai paling menonjol yang membentuk fondasi pengembangan pribadi dan tatanan sosial adalah lempu, amaccang, asitinajang, agettengeng, dan siri' na pesse. Kelima nilai ini memiliki padanan fungsional yang kuat dalam prinsip-prinsip tazkiyatun nafs Islam, yaitu sidq, hikmah, 'adl, istiqamah, dan ukhuwah.


Lempu (Kejujuran) dan Sidq (Kebenaran)

    Bagi masyarakat Bugis, lempu adalah inti moralitas, mencakup kejujuran verbal, amanah, tidak mengambil hak orang lain, dan menegakkan keadilan. Pappaseng menegaskan empat ciri orang jujur: memaafkan, amanah, tidak serakah, dan memastikan kebaikan dirasakan semua orang. Ini selaras dengan ajaran Islam tentang sidq (kebenaran), di mana kejujuran adalah ciri utama orang beriman dan fondasi penyucian jiwa, membersihkan hati dari kebohongan dan pengkhianatan. Firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah [9]:119 mendukung pentingnya kejujuran ini.


Amaccang (Kebijaksanaan) dan Hikmah (Kebijaksanaan)

    Amaccang berarti kecerdasan atau kebijaksanaan yang melampaui pengetahuan semata, mencakup kemampuan mengendalikan diri, berbicara tepat waktu, dan menjaga kerendahan hati. Orang macca memahami konsekuensi setiap tindakan, bertindak wajar, dan berbicara tegas namun lembut. Dalam pandangan Bugis, amaccang adalah fondasi moral bagi kepemimpinan. Ini selaras dengan konsep hikmah dalam Islam, yaitu kebijaksanaan yang muncul dari pengetahuan yang diamalkan dengan adil. Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya kecerdasan spiritual (ruhiyah) yang memungkinkan seseorang melihat kebenaran, menimbang adil, dan mengarahkan hidup menuju rida Allah SWT.


Asitinajang (Kepatutan) dan Adl (Keadilan)

    Asitinajang adalah nilai kepatutan dan kesesuaian dalam bertindak, mengajarkan penempatan segala sesuatu pada tempatnya untuk menghindari ketidakseimbangan. Pappaseng "potudangi tudammu, puonroi onrommu" (duduklah di tempatmu, tempati posisimu) menegaskan pentingnya memahami peran dan tidak melampaui batas. Nilai ini sangat dekat dengan ajaran 'adl (keadilan) dalam Islam, seperti yang difirmankan Allah SWT dalam QS. An-Nisa [4]:58 yang memerintahkan penetapan hukum dengan adil. Asitinajang adalah bentuk lokal penerapan 'adl, menekankan proporsionalitas dan penghormatan hak orang lain.


Agettengeng (Keteguhan) dan Istiqamah (Konsistensi)

    Agettengeng adalah keteguhan dalam janji, prinsip, dan kebenaran, dipandang sebagai pilar utama kepemimpinan Bugis. Pappaseng menekankan warani na magetteng (keberanian dan keteguhan) sebagai syarat bagi pemimpin. Nilai ini selaras dengan istiqamah dalam Islam, yaitu konsistensi dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, bahkan dalam tantangan. Al-Qur'an (QS. Hud [11]:112) menguatkan pentingnya istiqamah sebagai ketaatan penuh. Dalam tazkiyatun nafs, keteguhan adalah bagian dari tahalli, membentuk jiwa yang kuat menghadapi godaan duniawi.


Siri' na Pesse (Harga Diri dan Solidaritas) dan Ukhuwah Islamiyah (Persaudaraan)

    Siri' adalah konsep harga diri dan rasa malu yang melindungi seseorang dari perilaku tercela, sementara pesse berarti empati dan tanggung jawab sosial terhadap penderitaan orang lain. Keduanya adalah fondasi etika sosial Bugis. Nilai-nilai ini sangat relevan dengan ajaran ukhuwah (persaudaraan) dalam Islam. Hadis Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, menekankan saling menghormati dan melindungi. Siri' memperkuat dimensi harga diri dalam ukhuwah, sementara pesse menghadirkan aspek kasih sayang dan solidaritas, sejalan dengan proses takhalli dan tahalli dalam tazkiyatun nafs untuk membentuk masyarakat yang bermartabat dan peduli.


Sinergi Kearifan Lokal dan Spiritualitas Islam

Analisis ini menegaskan bahwa nilai-nilai pappaseng Bugis dan prinsip tazkiyatun nafs dalam Islam memiliki kesamaan konseptual yang kuat. Kedua kerangka etis ini sama-sama menekankan penyucian diri, pembentukan integritas moral, dan penguatan tanggung jawab sosial sebagai fondasi karakter individu serta harmoni sosial. Temuan ini mengukuhkan bahwa nilai-nilai lokal Bugis sejalan dengan ajaran Islam, bahkan berfungsi sebagai medium efektif untuk internalisasi ajaran spiritual dalam konteks budaya.


Masa Depan Identitas Moral

Secara praktis, riset ini menunjukkan bahwa pappaseng dapat dioptimalkan sebagai sarana menanamkan etika Islam yang kontekstual. Temuan ini secara teoretis memperkuat gagasan integrasi kearifan lokal dan etika Islam untuk melahirkan paradigma moral yang lebih lengkap dan relevan dengan kebutuhan sosial kontemporer. Harmoni antara pappaseng dan tazkiyatun nafs tidak hanya memperkaya studi peradaban Islam, tetapi juga mendorong pelestarian warisan budaya Bugis sebagai sumber nilai-nilai kehidupan.


Pemerintah dan lembaga pendidikan dapat mengadaptasi temuan riset ini untuk mengembangkan kurikulum pendidikan karakter yang menggabungkan kearifan lokal dengan nilai-nilai agama. Program-program komunitas yang mempromosikan pappaseng dan tazkiyatun nafs perlu digalakkan untuk memperkuat ikatan sosial dan membentuk generasi yang berintegritas. Penelitian lebih lanjut dapat memperluas pendekatan komparatif ini dengan mengkaji kesesuaian nilai-nilai etis dari budaya lokal lain, membuka perspektif yang lebih luas tentang dialog antara kearifan lokal dan spiritualitas Islam.



Identitas Riset

Judul: HARMONY BETWEEN THE VALUES OF AND TAZKIYATUN NAFS IN BUGIS LONTARAK

Peneliti: Musyarif, Ahmad Yani, Fuadul Umam, Anugrah, Susi Mako

Institusi: IAIN Parepare

Tahun: 2025


Daftar Pustaka / Referensi

1.  Musyarif, Ahmad Yani, Fuadul Umam, Anugrah, & Susi Mako. (2025). Harmony Between The Values of and Tazkiyatun Nafs in Bugis Lontarak. Al-Hikmah Vol 27 No. 02.