تخطي للذهاب إلى المحتوى

Riset: Kolaborasi Pentahelix Kunci Gen Z IAIN Parepare Kuasai Keterampilan Digital dan Siap Kerja

18 ديسمبر 2025 بواسطة
Fikruzzamansaleh

Generasi Z, kelompok demografi yang lahir antara tahun 1995 hingga 2010, seringkali disebut sebagai “digital natives.” Mereka tumbuh besar dengan gawai di genggaman, akrab dengan internet, dan mahir berselancar di media sosial. Namun, di balik kemahiran personal ini, muncul sebuah paradoks: apakah mereka benar-benar siap menghadapi tuntutan dunia kerja digital yang kompleks?


Banyak perusahaan global melaporkan kesenjangan keterampilan yang signifikan di antara talenta muda, khususnya dalam kemampuan adaptasi dan pemecahan masalah di lingkungan kerja yang semakin terdigitalisasi. Fenomena ini menjadi perhatian serius, termasuk di lembaga pendidikan tinggi Islam yang berperan vital dalam mencetak sumber daya manusia unggul.


Dalam riset berjudul Reengineering HRM Practices in the Digital Era, A Pentahelix Collaboration Model for Strengthening Work Readiness of Generation Z at IAIN Parepare yang dilakukan oleh Tim Peneliti IAIN Parepare pada tahun 2025, terungkap kondisi kesiapan kerja mahasiswa Gen Z serta kesenjangan kompetensi yang perlu segera diatasi. Penelitian ini tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga merancang model re-engineering manajemen sumber daya manusia (MSDM) berbasis kolaborasi pentahelix yang terintegrasi dengan nilai-nilai Islam untuk memperkuat kesiapan kerja mereka.



Membedah Kesenjangan Kompetensi Gen Z


Riset ini mengadopsi pendekatan mixed-method, menggabungkan data kualitatif dari wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus (FGD) dengan data kuantitatif dari survei terhadap mahasiswa, dosen, praktisi industri, dan pimpinan institusi. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa Gen Z di IAIN Parepare memiliki kesiapan kerja pada tingkat moderat.


Mereka menunjukkan kekuatan yang signifikan dalam soft skills, seperti komunikasi efektif, etika profesional, dan kerja tim. Misalnya, indikator “kepercayaan diri profesional” meraih skor rata-rata 4.38 dari skala 5, menunjukkan bahwa mahasiswa merasa siap menghadapi tuntutan profesionalisme di tempat kerja. Namun, di sisi lain, terdapat kesenjangan yang mencolok dalam hard skills digital dan kemampuan pemecahan masalah mandiri. Indikator “keterampilan kerja digital” hanya mencatat skor rata-rata 4.05, dan “pemecahan masalah mandiri” di angka 4.00. Ini mengindikasikan bahwa mahasiswa merasa kurang siap dalam menerapkan teknologi kompleks di tempat kerja, seperti perangkat lunak bisnis atau sistem manajemen proyek digital.


Kesenjangan ini selaras dengan temuan McKinsey & Company (2021) yang melaporkan bahwa meskipun Gen Z mahir menggunakan teknologi pribadi, mereka sering kesulitan menerapkannya dalam konteks profesional. Selain itu, Society for Human Resource Management (SHRM, 2023) juga mencatat bahwa banyak perusahaan menemukan Gen Z kurang dalam pemikiran kritis dan keterampilan analitis, yang sangat terkait dengan kemampuan pemecahan masalah mandiri.



Disparitas Persepsi: Mahasiswa dan Industri


Penelitian ini juga menyoroti adanya perbedaan persepsi antara mahasiswa dan ekspektasi industri. Data survei menunjukkan kesenjangan terbesar terlihat pada keterampilan digital. Mahasiswa memberikan skor rata-rata 4.05 untuk keterampilan digital, sementara ekspektasi industri jauh lebih tinggi, yaitu 4.50. Ini menunjukkan bahwa mahasiswa merasa memiliki keterampilan teknologi dasar, namun industri mengharapkan kompetensi digital yang lebih maju, seperti kecerdasan buatan (AI) dan analisis data.


Kesenjangan signifikan lainnya terlihat pada panduan soft skills dari dosen, dengan selisih 0.51 poin antara ekspektasi industri dan persepsi mahasiswa. Meskipun mahasiswa merasa telah menerima pelatihan yang memadai dalam komunikasi efektif dan kerja tim, mereka merasa kurang siap dalam keterampilan seperti berpikir kritis, manajemen konflik, dan negosiasi—kemampuan yang sangat penting di dunia kerja. Laporan LinkedIn Workplace Learning (2022) menguatkan hal ini, di mana 59% profesional HR memprioritaskan pengembangan soft skills, namun 89% eksekutif kesulitan menemukan kandidat dengan kombinasi keterampilan teknis dan soft skills yang tepat.


Praktik MSDM yang berlaku di IAIN Parepare saat ini cenderung berfokus pada pengembangan soft skills dan etika profesional, yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam seperti amanah (kepercayaan), komunikasi efektif, dan kerja tim. Meskipun kurikulum telah mengintegrasikan pelatihan soft skills, integrasi teknologi digital dalam pengajaran masih terbatas. Akibatnya, mahasiswa kurang siap menghadapi tantangan teknologi di dunia profesional. Forum Ekonomi Dunia (2023) bahkan memprediksi bahwa 50% angkatan kerja global perlu melakukan reskilling untuk bertahan di dunia kerja yang semakin terhubung dengan teknologi dan otomatisasi.



Model Re-engineering MSDM Berbasis Pentahelix


Menanggapi kesenjangan ini, riset IAIN Parepare mengusulkan model re-engineering MSDM yang didasarkan pada kolaborasi pentahelix. Model ini melibatkan lima pemangku kepentingan utama: akademisi, industri, pemerintah, masyarakat, dan media. Tujuannya adalah menjembatani kesenjangan kompetensi teknologi dan soft skills melalui optimalisasi kolaborasi antara sektor pendidikan dan industri.


Model ini menekankan peningkatan dan pengembangan kembali keterampilan mahasiswa dalam teknologi digital, seperti AI, analisis data, dan manajemen proyek digital. Pengembangan soft skills juga diperkuat melalui pendekatan yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam, memastikan lulusan tidak hanya kompeten secara teknis tetapi juga berintegritas tinggi. Kolaborasi pentahelix, sebagaimana ditekankan oleh Muhyi et al. (2017), sangat penting untuk merancang kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan industri dan menyediakan program magang berbasis teknologi yang memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa.



Membangun Generasi Z Adaptif dan Berintegritas


Implementasi model re-engineering MSDM berbasis kolaborasi pentahelix ini diharapkan dapat meningkatkan kesiapan kerja mahasiswa Gen Z di IAIN Parepare secara signifikan. Dengan mengatasi kesenjangan kompetensi, terutama dalam keterampilan teknologi dan soft skills, mahasiswa akan lebih siap menghadapi dinamika dunia kerja digital. Penguatan kolaborasi dengan industri melalui program magang berbasis teknologi juga akan memberikan pengalaman praktis yang tak ternilai.


Model ini juga berpotensi memperkuat posisi IAIN Parepare sebagai institusi pendidikan yang menghasilkan lulusan yang kompeten secara teknologi dan beretika, kualitas yang sangat dicari di pasar kerja saat ini. Mengingat tantangan besar yang dihadapi Generasi Z dalam hal teknologi, kerja sama yang erat antara lembaga pendidikan tinggi, industri, dan pemerintah menjadi krusial untuk menghasilkan lulusan yang siap berkontribusi positif dalam dunia kerja yang semakin terdigitalisasi.



Identitas Riset

Judul: Reengineering HRM Practices in the Digital Era, A Pentahelix Collaboration Model for Strengthening Work Readiness of Generation Z at IAIN Parepare

Peneliti: Tim Peneliti IAIN Parepare

Institusi: IAIN Parepare

Tahun: 2025


Daftar Pustaka / Referensi

McKinsey & Company. (2021). Beyond hiring: How companies are reskilling to address talent gaps. McKinsey Global Institute.