Artikel ini mengkaji relevansi petunjuk Rasulullah Muhammad SAW. terhadap kemunculan teknologi kecerdasan buatan (meta-AI) pada era kontemporer. Meskipun tidak secara teknis diprediksikan dalam hadis, nilai-nilai yang beliau ajarkan tentang fitnah, hilangnya ilmu, dan percepatan waktu memberikan kerangka moral untuk memahami dampak serta kemaslahatan teknologi AI. Melalui analisis normatif dan kontekstual, tulisan ini menegaskan pentingnya maqashid syariah, prinsip maslahah–mafsadah, serta literasi digital sebagai fondasi etis dalam menghadapi revolusi teknologi modern.
Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan teknologi metaverse kini menandai babak baru dalam sejarah peradaban manusia. Perpaduan antara data besar, pembelajaran mesin, dan realitas virtual melahirkan era yang disebut meta-AI, yaitu integrasi antara kecerdasan digital dan dunia simulasi. Di tengah perkembangan besar ini, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana Islam—khususnya melalui petunjuk Rasulullah SAW.—menuntun umat menghadapi teknologi yang sarat peluang sekaligus fitnah?
1. Petunjuk Hadis tentang Fenomena Akhir Zaman
Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya di antara tanda-tanda Kiamat ialah diangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, banyaknya fitnah, dan waktu terasa singkat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Hadis ini tidak hanya menggambarkan perubahan sosial, tetapi juga menjelaskan percepatan zaman yang menggeser makna ilmu dari hikmah menuju sekadar informasi. Fenomena ini sangat relevan ketika AI kini mengambil alih sebagian fungsi kognitif manusia tanpa bimbingan spiritual dan moral.
2. Membaca Petunjuk Nabi dalam Konteks Meta-AI
Hadis-hadis Rasulullah SAW. memberikan kerangka etik untuk menilai teknologi baru. “Diangkatnya ilmu” dapat ditafsirkan sebagai hilangnya otoritas moral ulama ketika mesin dijadikan rujukan utama kebenaran. “Banyaknya fitnah” menggambarkan maraknya informasi palsu, sedangkan gambaran tentang Dajjal mengingatkan akan bahaya ilusi realitas yang kini hadir melalui simulasi AI dan dunia meta.
3. Dampak Negatif Teknologi Meta-AI
Pertama, krisis epistemik muncul ketika kebenaran menjadi relatif akibat banjir informasi dan manipulasi digital. Kedua, dehumanisasi terjadi ketika hubungan manusia semakin tergantikan oleh interaksi virtual. Ketiga, ketimpangan ekonomi berpotensi meningkat karena otomatisasi menggeser berbagai jenis pekerjaan. Keempat, fitnah moral dapat timbul melalui simulasi identitas, deepfake, dan penyalahgunaan avatar.
4. Kemaslahatan: Teknologi sebagai Sarana Ibadah dan Pemberdayaan
Rasulullah SAW. bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad). Jika diarahkan dengan niat baik dan pemahaman yang tepat, meta-AI dapat menjadi sarana dakwah, pendidikan, dan pelayanan sosial yang efektif. Teknologi AI dapat memperluas akses pembelajaran Al-Qur’an, meningkatkan efisiensi distribusi zakat, serta membantu moderasi konten negatif.
5. Prinsip Syariah untuk Mengarahkan Peradaban Digital
Islam memiliki pedoman universal untuk mengelola inovasi. Maqashid syariah mengarahkan agar teknologi menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Prinsip maslahah–mafsadah memastikan bahwa kemajuan tidak menghilangkan nilai kemanusiaan. Konsep tabayyun dan amanah menegaskan pentingnya verifikasi informasi serta perlindungan data. Sementara itu, prinsip syura dan keadilan menuntut kolaborasi ulama, ilmuwan, dan masyarakat dalam menentukan arah perkembangan teknologi.
6. Rekomendasi Aplikatif
Pertama, ulama dan cendekiawan perlu mempelajari teknologi AI agar mampu memberikan fatwa yang kontekstual. Kedua, lembaga pendidikan Islam perlu mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum. Ketiga, pemerintah wajib menyusun regulasi etika AI yang menegakkan prinsip transparansi dan tanggung jawab. Keempat, masyarakat Muslim hendaknya memperkuat akhlak digital dengan memanfaatkan teknologi untuk kemaslahatan.
Rasulullah SAW. memang tidak menyebut robot ataupun algoritma, tetapi nilai-nilai yang beliau ajarkan tetap relevan dalam menghadapi perkembangan AI. Fitnah pada akhir zaman bukan sekadar persoalan kekuatan fisik, melainkan ujian terhadap kebenaran dan nurani. Teknologi adalah cermin akhlak penciptanya; jika dikendalikan oleh iman dan ilmu, ia menjadi alat kemaslahatan. Namun, apabila dikuasai oleh hawa nafsu, ia dapat berubah menjadi fitnah digital. Oleh karena itu, umat Islam perlu menyambut kemajuan teknologi dengan penuh hikmah agar masa depan peradaban tetap berada dalam cahaya petunjuk Rasulullah SAW.