Skip to Content

Riset: Kepercayaan Institusi Kunci Utama Kepatuhan Zakat ASN Sulawesi Selatan

December 16, 2025 by
Fikruzzamansaleh

Di tengah gemuruh kesadaran akan kewajiban zakat, sebuah paradoks nyata membayangi lanskap filantropi Islam di Indonesia. Data BAZNAS 2022 menunjukkan 72% masyarakat memahami pentingnya zakat, namun hanya 45% yang secara rutin menunaikannya. Kesenjangan antara pengetahuan dan tindakan ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari tantangan besar dalam optimalisasi potensi zakat. Bahkan di Sulawesi Selatan, upaya pemerintah melalui surat edaran gubernur untuk mendorong Aparatur Sipil Negara (ASN) berzakat mengalami penurunan drastis dalam pengumpulan dana, dari Rp264 miliar pada Maret 2023 menjadi Rp130 miliar pada Februari 2024. Fenomena ini memunculkan pertanyaan krusial: mengapa kesadaran tidak selalu berujung pada kepatuhan, dan faktor apa yang sebenarnya menjadi pendorong utama?


Dalam riset berjudul “Bridging the Compliance Gap: How Trust in Zakat Institutions Influences Payment Behavior Among South Sulawesi Civil Servants” yang dilakukan oleh Sulkarnain, Multazam Mansyur Addury, Amira Husnul Khatimah, dan Jaswarni dari Institut Agama Islam Negeri Parepare, terungkap sebuah faktor penentu yang mungkin selama ini terabaikan: kepercayaan institusional. Studi ini secara mendalam menganalisis bagaimana kepercayaan terhadap lembaga zakat memengaruhi perilaku pembayaran zakat di kalangan ASN di Sulawesi Selatan, menguak dinamika kompleks antara religiositas, regulasi, tekanan sosial, dan kepatuhan.


Mengurai Kesenjangan Zakat: Antara Niat dan Realitas


Kewajiban zakat sebagai salah satu pilar Islam memiliki peran vital dalam peningkatan kesejahteraan sosial dan pengurangan kemiskinan. Namun, realitas di lapangan sering kali jauh dari ideal. Laporan Indeks Literasi Zakat 2022 dari BAZNAS mengindikasikan bahwa meskipun mayoritas masyarakat sadar akan kewajiban ini, porsi yang benar-benar menunaikannya secara teratur masih minim. Kesenjangan ini menciptakan sebuah “compliance gap” yang menuntut analisis lebih lanjut mengenai faktor-faktor pendorong dan penghambat kepatuhan zakat.


Di Sulawesi Selatan, situasi ini menjadi lebih mendesak. Meskipun Pemerintah Provinsi telah mengeluarkan surat edaran pada tahun 2022 yang mengimbau ASN untuk menyalurkan zakat, infak, dan sedekah melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) BAZNAS setempat, kenyataan menunjukkan tren pengumpulan dana yang mengkhawatirkan. Penurunan drastis lebih dari 50% dalam kurun waktu kurang dari setahun—dari Rp264 miliar pada Maret 2023 menjadi Rp130 miliar pada Februari 2024—menjadi bukti nyata bahwa imbauan formal saja tidak cukup. Data ini menggarisbawahi urgensi untuk memahami akar permasalahan di balik rendahnya kepatuhan, terutama di kalangan ASN yang seharusnya menjadi teladan dalam pelaksanaan kewajiban agama dan regulasi negara.


Penelitian sebelumnya oleh Ainun & Silvia (2023) juga menyoroti keraguan masyarakat dalam menyalurkan zakat akibat minimnya informasi mengenai lembaga zakat yang kredibel. Temuan ini selaras dengan studi Razak et al. (2024) yang menekankan pentingnya kapabilitas dan kredibilitas institusi zakat dalam membangun kepercayaan publik. Kondisi ini memperkuat asumsi bahwa kepercayaan bukan sekadar faktor pelengkap, melainkan elemen fundamental yang mampu menjembatani kesenjangan antara niat berzakat dan tindakan nyata.


Kepercayaan Sebagai Katalis Utama


Definisi kepercayaan, menurut Hupcey et al. (2001), adalah sikap individu yang memungkinkan mereka meyakini bahwa pihak yang dipercaya akan bertindak sesuai dengan harapan yang diletakkan. Dalam konteks zakat, kepercayaan muzaki (pembayar zakat) terhadap institusi pengumpul zakat menjadi faktor terpenting. Riset Sulkarnain dkk. menegaskan bahwa kepercayaan institusional, yang diukur dari keandalan dalam transparansi dana, kesesuaian dengan syariat, dan manajemen yang kredibel, memiliki pengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kepatuhan zakat.


Ketika muzaki percaya bahwa lembaga zakat transparan dalam pengelolaan dana, patuh syariah dalam operasionalnya, dan dikelola oleh individu yang terpercaya, mereka lebih termotivasi untuk menunaikan kewajiban zakatnya. Kepercayaan ini menciptakan rasa aman dan keyakinan bahwa dana yang disalurkan akan digunakan secara efektif dan tepat sasaran, sesuai dengan tujuan syariat dan harapan muzaki. Dengan demikian, kepercayaan tidak hanya sekadar memengaruhi niat, tetapi secara langsung mendorong tindakan kepatuhan. Fenomena ini juga didukung oleh pertumbuhan koleksi zakat yang seringkali berkorelasi dengan tingkat kesadaran muzaki dan kepercayaan mereka terhadap lembaga pengelola zakat (Ayuniyyah et al., 2020).


Interaksi Kompleks: Religiositas, Regulasi, dan Tekanan Sosial


Salah satu temuan paling menonjol dari riset ini adalah peran ganda kepercayaan. Selain memiliki pengaruh langsung, kepercayaan juga berperan sebagai variabel moderasi yang signifikan. Ini berarti kepercayaan mampu mengubah kekuatan atau arah hubungan antara variabel lain dengan kepatuhan zakat. Penelitian ini menguji tiga variabel independen: religiositas, regulasi zakat, dan tekanan sosial.


Religiositas, sebagai motivasi spiritual individu, ditemukan memiliki pengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kepatuhan zakat. Semakin tinggi tingkat religiositas seseorang, semakin besar kemungkinan ia akan patuh menunaikan zakat. Uniknya, kepercayaan memperkuat hubungan positif ini. Artinya, bagi individu yang religius, kepercayaan terhadap lembaga zakat akan melipatgandakan dorongan spiritual mereka untuk berzakat. Ini menciptakan sinergi yang kuat: iman yang kokoh dipadukan dengan keyakinan pada institusi akan menghasilkan kepatuhan yang lebih tinggi.


Sebaliknya, regulasi zakat dan tekanan sosial (dari keluarga, teman, atau tokoh masyarakat) tidak ditemukan memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap kepatuhan. Regulasi yang ada, meskipun penting, tampaknya “mati suri” jika berdiri sendiri. Namun, di sinilah peran moderasi kepercayaan menjadi krusial. Kepercayaan mampu “mengaktifkan” pengaruh positif regulasi zakat terhadap kepatuhan. Tanpa kepercayaan, regulasi mungkin hanya menjadi tumpukan aturan di atas kertas. Tetapi, ketika muzaki percaya pada lembaga yang mengimplementasikan regulasi tersebut, aturan-aturan itu menjadi hidup dan efektif dalam mendorong kepatuhan. Kepercayaan mengubah regulasi dari sekadar kewajiban formal menjadi sebuah kerangka kerja yang didukung oleh kepercayaan publik yang kuat.


Sayangnya, peran moderasi kepercayaan tidak ditemukan signifikan dalam hubungan antara tekanan sosial dan kepatuhan zakat. Ini menunjukkan bahwa meskipun dorongan dari lingkungan sosial mungkin ada, kepercayaan institusional tidak mampu secara signifikan mengubah atau memperkuat pengaruh tekanan sosial terhadap keputusan seseorang untuk berzakat. Keputusan berzakat tampaknya lebih dipengaruhi oleh keyakinan personal dan institusional, bukan semata-mata desakan dari lingkungan.


Implikasi Kebijakan: Membangun Kepercayaan, Memanen Kepatuhan


Temuan riset ini memiliki implikasi praktis yang signifikan bagi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan lembaga pengumpul zakat lainnya. Strategi utama harus bergeser dari sekadar penekanan regulasi formal menuju pembangunan kepercayaan aktif. Ini menuntut komitmen tanpa kompromi terhadap transparansi operasional, pengelolaan dana yang profesional, dan akuntabilitas yang terlihat jelas dalam setiap tahap, mulai dari pengumpulan hingga penyaluran.


Lembaga zakat perlu berinvestasi dalam komunikasi yang efektif untuk secara proaktif menginformasikan kepada publik, khususnya ASN, mengenai bagaimana dana zakat dikelola dan disalurkan. Laporan keuangan yang mudah diakses, kisah sukses penerima manfaat, dan audit syariah yang transparan dapat menjadi alat ampuh untuk memperkuat citra kredibilitas. Pelibatan tokoh agama dan masyarakat yang dihormati dalam proses ini juga dapat meningkatkan legitimasi dan kepercayaan.


Di samping itu, untuk memaksimalkan potensi regulasi, pemerintah dan lembaga zakat harus memastikan bahwa regulasi tidak hanya diketahui tetapi juga dipahami dan diyakini oleh muzaki. Edukasi mengenai manfaat zakat, tata cara perhitungan yang jelas, serta peran lembaga zakat dalam distribusi yang adil, perlu terus digalakkan. Dengan demikian, regulasi dapat bertransformasi dari sekadar kewajiban hukum menjadi sebuah kerangka kerja yang didukung oleh kepercayaan publik yang kuat.


Penelitian ini, meskipun berfokus pada ASN di satu provinsi, memberikan fondasi kuat untuk memahami dinamika kepatuhan zakat. Penelitian lanjutan dapat memperluas cakupan ke kelompok demografi lain seperti karyawan swasta atau wirausahawan, serta di berbagai wilayah, untuk menguji generalisasi model ini. Kepercayaan, pada akhirnya, adalah jembatan yang menghubungkan niat suci, aturan formal, dan perilaku nyata dalam menunaikan zakat.


Identitas Riset

Judul: Bridging the Compliance Gap: How Trust in Zakat Institutions Influences Payment Behavior Among South Sulawesi Civil Servants

Peneliti: Sulkarnain, Multazam Mansyur Addury, Amira Husnul Khatimah, Jaswarni

Institusi: Institut Agama Islam Negeri Parepare

Tahun: 2024


DAFTAR PUSTAKA

Abdul-Jabbar, H., & Bin-Nashwan, S. A. (2022). Does deterrence-based enforcement matter in alms tax (Zakat) compliance? International Journal of Social Economics, 49(5), 710-725. https://doi.org/10.1108/IJSE-06-2021-0346

Ainun, B., & Silvia, N. (2023).