Kehidupan modern seringkali memisahkan matematika dari realitas sehari-hari. Banyak siswa kesulitan melihat relevansi konsep-konsep abstrak seperti integral atau persamaan diferensial dengan dunia nyata. Namun, bagaimana jika kita bisa menemukan matematika yang hidup, bernapas, dan berakar kuat dalam tradisi budaya lokal?
Dalam serangkaian riset terbaru, termasuk “Pengembangan Model Pembelajaran Integral Berbasis Etnomatematika dengan Integrasi GeoGebra, Konteks Ekonomi dan Kearifan Lokal Bugis” yang dilakukan oleh Zulfiqar Busrah, Sari Ayu, dan Aura Fatin Addini, serta penelitian sebelumnya oleh Zulfiqar Busrah dan tim peneliti IAIN Parepare, terungkap bahwa masyarakat Bugis memiliki sistem nilai dan pengetahuan yang secara alami membentuk struktur matematis dalam praktik ekonomi mereka. Pendekatan etnomatematika dan etnomodeling menjadi kunci untuk menjembatani kesenjangan antara matematika formal dan konteks budaya lokal yang kaya.
Menyingkap Logika Matematis Ekonomi Bugis
Masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan dikenal dengan aktivitas ekonominya yang dinamis dan sarat makna budaya. Dari produksi tenun sutra di Sengkang, pembangunan kapal Phinisi di Bulukumba, hingga praktik pembagian hasil laut di Pangkep dan ritual pertanian mappalili', setiap kegiatan mengandung proses perhitungan, estimasi, proporsi geometris, dan penalaran yang diwariskan secara turun-temurun. Ini bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah sistem yang melibatkan pemikiran matematis yang kompleks.
Tim peneliti menemukan bahwa nilai-nilai budaya seperti siri' (rasa malu/harga diri), pesse' (empati/solidaritas), reso (kerja keras), lempu' (kejujuran), sipakatau (saling memanusiakan), sipakalebbi (saling memuliakan), sipakainge' (saling menasihati), acca (kecerdikan), dan appa'rasangeng (ketelitian) tidak hanya berfungsi sebagai norma sosial. Nilai-nilai ini juga membentuk struktur berpikir matematis masyarakat dalam aktivitas universal Bishop, yaitu menghitung (counting), mengukur (measuring), menentukan lokasi (locating), merancang pola (designing), bermain strategi (playing), dan menjelaskan fenomena (explaining). Matematika, dengan demikian, bukan entitas asing, melainkan konstruksi budaya yang tertanam dalam setiap sendi kehidupan sosio-ekonomi Bugis.
Nilai Budaya sebagai Variabel dan Parameter Matematis
Salah satu temuan paling menarik adalah bagaimana nilai-nilai budaya Bugis dapat diterjemahkan menjadi variabel dan parameter dalam model matematika formal. Misalnya, dalam konteks aritmatika sosial, nilai lempu' (kejujuran) memengaruhi seberapa besar keuntungan yang diambil pedagang, memastikan harga jual tetap wajar dan mendekati harga pokok. Semakin tinggi nilai lempu', semakin kecil margin keuntungan yang diambil, mencerminkan integritas dalam berdagang.
Nilai pacce (empati dan solidaritas) dapat diinterpretasikan sebagai faktor pengurang persentase keuntungan, membuat pedagang tidak tega membebani pembeli. Semakin besar nilai pacce, semakin rendah harga jual yang diterapkan, menunjukkan keseimbangan antara keuntungan pribadi dan solidaritas sosial. Dalam konteks utang-piutang, nilai siri' mendorong pembayaran utang tepat waktu. Pembeli dengan rasa siri' yang tinggi akan mempercepat pelunasan, sebab kehilangan siri' dianggap sebagai hilangnya kehormatan dan kepercayaan dalam masyarakat.
Model persamaan diferensial juga berhasil dirumuskan, seperti model penyesuaian harga di pasar, model pertumbuhan populasi ikan, model akumulasi modal, dan model penyesuaian konsumsi rumah tangga. Dalam model pertumbuhan populasi ikan, nilai pacce dan reso memengaruhi seberapa besar eksploitasi sumber daya dilakukan secara etis dan berkelanjutan. Ini menunjukkan bahwa nilai budaya berperan sebagai faktor stabilisasi, pengarah keputusan, dan pembatas dalam strategi pengelolaan sumber daya.
Etnomodelling: Jembatan Konseptual yang Bermakna
Pendekatan etnomodelling yang digunakan dalam riset ini bukan sekadar mengamati praktik budaya, melainkan mentransformasikannya menjadi representasi matematis formal. Proses ini melibatkan identifikasi fenomena budaya, deskripsi etnografis, interpretasi struktur matematis, formulasi model, validasi oleh ahli, dan aplikasi dalam pembelajaran. Melalui tahapan ini, model matematika yang dihasilkan tidak hanya valid secara matematis, tetapi juga relevan secara budaya.
Model-model ini mampu merepresentasikan hubungan antara variabel ekonomi dan sistem nilai budaya, seperti dinamika harga menuju keseimbangan yang dipengaruhi oleh lempu' dan siri', atau pola perilaku ekonomi rumah tangga yang diatur oleh sipakatau dan getteng. Mahasiswa yang mempelajari model ini tidak hanya akan memahami konsep matematika secara abstrak, tetapi juga melihat bagaimana konsep tersebut hidup dan berfungsi dalam konteks sosial dan ekonomi masyarakat Bugis.
GeoGebra: Visualisasi Kontekstual Matematika
Untuk membuat pembelajaran lebih interaktif dan mudah dipahami, model-model etnomodelling ini divisualisasikan menggunakan simulasi digital berbasis GeoGebra. Media ini menampilkan grafik hubungan harga jual dengan nilai lempu' atau pacce, grafik penurunan sisa utang berdasarkan nilai siri', visualisasi diskon yang dipengaruhi nilai budaya, serta tampilan dinamis perubahan harga. Mahasiswa dapat mengubah parameter budaya melalui slider interaktif dan mengamati langsung dampaknya pada dinamika ekonomi.
Hasil uji coba menunjukkan bahwa visualisasi GeoGebra membantu mahasiswa memahami hubungan antara fungsi dan luas integral secara lebih konkret. Peningkatan pemahaman konsep integral mahasiswa terlihat dari kenaikan nilai rata-rata dari 61,2 pada pretest menjadi 84,6 pada posttest, dengan N-Gain sebesar 0,60 yang termasuk kategori sedang. Respon mahasiswa juga sangat positif, menunjukkan bahwa pembelajaran menjadi lebih bermakna, relevan, dan memotivasi karena dekat dengan kehidupan nyata mereka.
Memperkuat Literasi Budaya dan Numerasi
Penelitian ini menegaskan bahwa etnomodelling berhasil menjembatani pengetahuan budaya dengan konsep matematis formal. Model pembelajaran integral berbasis etnomatematika Bugis yang terintegrasi dengan GeoGebra terbukti layak, praktis, dan efektif. Ini tidak hanya meningkatkan pemahaman konseptual mahasiswa, tetapi juga menumbuhkan apresiasi terhadap budaya lokal dan relevansi matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Pengembangan model ini membuka peluang besar untuk inovasi pedagogis. Ke depan, pendekatan etnomodelling dapat diperluas ke konteks budaya lain, mengintegrasikan data empiris yang lebih besar, dan diterapkan dalam berbagai jenjang pendidikan untuk memperkuat literasi budaya dan numerasi siswa. Kombinasi etnomodelling dengan teknologi digital seperti simulasi dinamis juga dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan mendalam, memastikan matematika tidak lagi terpisah dari denyut nadi kehidupan masyarakat.
Identitas Riset
Judul: Pengembangan Model Pembelajaran Integral Berbasis Etnomatematika dengan Integrasi GeoGebra, Konteks Ekonomi dan Kearifan Lokal Bugis
Peneliti: Zulfiqar Busrah, Sari Ayu, Aura Fatin Addini
Institusi: IAIN Parepare
Tahun: 2025
Daftar Pustaka
Busrah, Z., Nurwahidah, N., Nurfadhillah, N., Fauzan, F., & Fatin, F. (2020).
