Skip ke Konten

Latihan 10.000 Jam

Banyak orang berpikir bahwa sukses itu soal bakat, soal keberuntungan, soal siapa yang punya akses ke sumber daya terbaik

Hari itu, pembukaan kuliah di auditorium yang penuh mahasiswa dan dosen, Prof. Hannani berbicara tentang satu hal yang kadang diabaikan dalam dunia akademik: latihan terus-menerus.

Banyak orang berpikir bahwa sukses itu soal bakat, soal keberuntungan, soal siapa yang punya akses ke sumber daya terbaik. Padahal, sejarah menunjukkan bahwa keberhasilan lebih sering dimiliki oleh mereka yang bersedia menghabiskan waktu berjam-jam untuk melatih satu hal hingga menjadi luar biasa.

Ia mengutip teori 10.000 jam latihan, yang diperkenalkan oleh Malcolm Gladwell dalam bukunya Outliers. Konsepnya sederhana: siapa pun yang ingin menjadi ahli dalam suatu bidang harus berlatih selama setidaknya 10.000 jam. Ini bukan soal jenius atau tidak, tapi soal siapa yang bersedia melewati fase bosan, frustrasi, dan ingin menyerah—dan tetap bertahan.

Bruce Lee pernah berkata sesuatu yang mirip dengan konsep ini:

"Saya tidak takut pada orang yang menguasai 10.000 jurus tendangan, tapi saya takut pada orang yang melatih satu jurus tendangan sebanyak 10.000 kali."

Maknanya jelas: kualitas lebih penting daripada sekadar kuantitas.

Ada mahasiswa yang sibuk mencoba semua bidang tanpa pernah benar-benar mendalami satu hal pun. Hari ini ingin jadi pengusaha, besok ingin jadi politisi, lusa ingin jadi selebgram. Akhirnya? Tak ada satu pun yang benar-benar dikuasai.

Sebaliknya, ada mahasiswa yang tampak biasa saja, tapi sabar dan tekun. Ia mungkin hanya menguasai satu keahlian, tapi keahliannya itu terus diasah tanpa henti. Hingga pada satu titik, ia menjadi sangat baik dalam bidangnya, dan dunia akhirnya memperhatikannya.

Tapi tentu, 10.000 jam bukan waktu yang sebentar. Kalau dibagi rata, itu setara 8 jam latihan sehari selama lebih dari 3 tahun. Artinya, kalau ada mahasiswa yang baru latihan satu minggu lalu bosan, itu masih jauh dari target.

10.000 jam ini juga bukan hitungan main-main. Jika seorang mahasiswa menghabiskan waktu segitu untuk belajar sungguh-sungguh, hasilnya pasti luar biasa. Sayangnya, sebagian besar dari mereka malah menghabiskan 10.000 jam untuk rebahan, scrolling media sosial, dan menghafal lagu Korea.

Ada juga yang merasa sudah sibuk latihan, tapi sebenarnya sibuknya hanya cari alasan. Seperti mahasiswa yang setiap hari bilang, "Besok saya mulai belajar serius," tapi sudah semester akhir masih sibuk bertanya, "Skripsi saya mulai dari mana ya?"

Di kampus, ada mahasiswa yang serius belajar, ada yang serius organisasi, dan ada juga yang serius tidur pagi. Tentu, semuanya punya jalannya masing-masing. Hanya saja, di dunia kerja nanti, dunia kerja lebih mencari orang yang punya skill nyata, bukan yang ahli rebahan dengan spesialisasi menggulung selimut sempurna.

Jadi, kalau ingin sukses, latih keahlian dengan tekun. Jangan tergoda ingin bisa segalanya tapi akhirnya tak menguasai apa-apa.

Lagi pula, di dunia ini, lebih baik menjadi spesialis dalam satu hal daripada menjadi serba bisa tapi tak benar-benar mahir dalam apa pun.

Jadi, kalau ingin sukses, menurut Prof. Hannani, tak perlu repot mencari jalan pintas. Tekuni satu hal dengan sabar.

Kalau masih ragu, ingatlah satu hukum dasar kehidupan: kalau mau cepat sukses, ada dua cara. Latihan 10.000 jam, atau jadi anaknya komisaris BUMN.

Parepare, 5 Ramadhan 1446 H.

mh

Latihan 10.000 Jam
Admin 5 Maret 2025
Share post ini
Arsip

Air Mata di Pinggir Pantai Losari
Di pinggir Pantai Losari, seorang pemuda menatap laut yang luas, seakan berharap ombak bisa membawa mimpinya ke tempat yang lebih baik. Ia ingin ke Al-Azhar, tapi biayanya tak ada. Di tengah hiruk-pikuk Makassar, di antara perahu-perahu nelayan yang berlayar tanpa tahu pasti rezekinya hari itu