Skip ke Konten

Bahasa Inggris sebagai Medium Cinta: Menyatukan Nilai Ilahiyah dan Kemanusiaan dalam Kelas Bahasa

Kalsum (Kaprodi Pendidikan Bahasa Inggris, IAIN Parepare)
26 Juli 2025 oleh
Bahasa Inggris sebagai Medium Cinta: Menyatukan Nilai Ilahiyah dan Kemanusiaan dalam Kelas Bahasa
Hamzah Aziz

Seiring transformasi kurikulum nasional yang lebih menekankan pada pendidikan karakter dan spiritualitas, Kementerian Agama Republik Indonesia pada tahun 2025 meluncurkan sebuah inisiatif kurikuler yang revolusioner, yakni Kurikulum Cinta. Kurikulum ini hadir bukan sekadar sebagai tambahan narasi nilai dalam pendidikan, tetapi sebagai fondasi utama yang membimbing seluruh proses pembelajaran. Ia bertumpu pada tiga nilai fundamental yang bersifat universal sekaligus Islami: cinta kepada Tuhan, cinta kepada sesama manusia, dan cinta kepada alam. Gagasan ini tidak hanya berakar dari tradisi keislaman yang kaya, tetapi juga sejalan dengan cita-cita besar Asta Protas Kementerian Agama Berdampak yang menekankan penguatan moderasi beragama, pembangunan karakter unggul, serta pelestarian lingkungan hidup dalam konteks spiritual.


Dalam konteks ini, pengajaran Bahasa Inggris sebagai mata kuliah di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), termasuk di IAIN Parepare, menemukan relevansi baru yang sangat penting. Selama ini, pengajaran bahasa Inggris cenderung dianggap sebagai wilayah teknis, netral nilai, dan fokus pada keterampilan kebahasaan semata. Namun, Kurikulum Cinta memberikan peluang besar untuk merekonstruksi pengajaran Bahasa Inggris sebagai medium transformatif yang menyatukan dimensi linguistik, spiritual, sosial, dan ekologis. Bahasa Inggris menjadi jembatan antara kompetensi global dan nilai-nilai lokal yang luhur. Mahasiswa tidak hanya belajar untuk berbicara atau menulis dalam bahasa asing, tetapi juga diajak untuk memahami nilai-nilai kasih sayang, kejujuran, empati, dan tanggung jawab melalui bahasa tersebut. Mereka diajak berbicara dengan hati, bukan hanya dengan lidah.


Misalnya, nilai cinta kepada Tuhan dapat diintegrasikan melalui penggunaan teks bacaan atau materi mendengarkan yang bertema spiritualitas dan keislaman. Mahasiswa bisa diminta untuk menulis refleksi dalam bahasa Inggris tentang makna bersyukur, atau menganalisis pidato-pidato religius berbahasa Inggris yang menggugah kesadaran ilahiyah. Sementara itu, nilai cinta kepada sesama manusia dapat dikembangkan melalui aktivitas diskusi, debat, atau penulisan yang bertema kemanusiaan, toleransi, dan keadilan sosial. Mahasiswa dapat diajak mendiskusikan isu-isu seperti empati dalam komunikasi global, pentingnya perdamaian, atau menyusun kampanye sosial yang mengangkat tema kebaikan dan keberagaman. Adapun cinta kepada alam dapat terwujud dalam pengajaran topik lingkungan, tanggung jawab ekologis, dan isu perubahan iklim global. Mahasiswa bisa diminta menulis esai tentang Islamic environmentalism atau membuat poster kampanye berbahasa Inggris bertema “Green Campus Movement” yang tidak hanya mengasah kemampuan berbahasa, tetapi juga menumbuhkan kesadaran sebagai khalifah di bumi.


Integrasi Kurikulum Cinta dalam pengajaran Bahasa Inggris ini tidak berdiri sendiri. Ia bersinergi erat dengan komitmen global melalui Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan 4 tentang Pendidikan Berkualitas, Tujuan 13 tentang Aksi Iklim, dan Tujuan 16 tentang Perdamaian dan Keadilan. Dengan menjadikan kelas Bahasa Inggris sebagai ruang reflektif, kolaboratif, dan solutif terhadap isu-isu kemanusiaan dan lingkungan, maka pengajaran ini tidak hanya mencetak mahasiswa yang unggul secara akademik, tetapi juga utuh secara karakter. Mahasiswa mampu memahami realitas global, namun tetap berpijak pada nilai-nilai spiritual dan lokalitas budaya yang kuat. Ini adalah bentuk nyata dari pendidikan yang inklusif, moderat, dan berkeadaban.


Lebih jauh, pendekatan ini juga sepenuhnya mendukung visi keilmuan IAIN Parepare yang mengedepankan pengembangan insan akademik yang moderat, integratif, dan berwawasan ekoteologis. Dengan menjadikan pengajaran Bahasa Inggris sebagai wadah internalisasi nilai-nilai cinta dan keberlanjutan, kampus tidak hanya menghasilkan lulusan yang siap bersaing di pasar global, tetapi juga mampu memberi kontribusi nyata bagi peradaban yang lebih manusiawi dan spiritual. Pendidikan bahasa yang humanistik ini mendorong dosen untuk lebih kreatif dan reflektif dalam merancang aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran berbasis proyek, reflektif writing, diskusi tematik, dan critical literacy bisa digunakan untuk membangun nalar mahasiswa yang kritis, empatik, dan solutif.


Sudah saatnya kita tidak lagi memisahkan antara ilmu umum dan nilai-nilai agama dalam ruang kelas. Kurikulum Cinta mengajarkan kita bahwa setiap mata kuliah memiliki potensi untuk menjadi jalan penanaman nilai dan pembentukan karakter. Dalam hal ini, Bahasa Inggris pun bisa menjadi “bahasa cinta”—bahasa yang tidak hanya menghubungkan kata, tetapi juga menyatukan hati; bahasa yang bukan hanya alat ekspresi, tetapi juga instrumen transformasi. Jika kita ingin mencetak generasi pembelajar yang tidak hanya cerdas tetapi juga peduli dan berakhlak, maka sudah seharusnya bahasa yang mereka pelajari pun penuh cinta. Kurikulum Cinta 2025 memberikan arah yang tepat bagi kita semua untuk mewujudkannya. Dan sebagai dosen Bahasa Inggris di lingkungan PTKI, saya percaya bahwa ini adalah momentum untuk membawa kelas bahasa ke dalam arus besar pendidikan nilai yang menyeluruh dan transformatif.

Bahasa Inggris sebagai Medium Cinta: Menyatukan Nilai Ilahiyah dan Kemanusiaan dalam Kelas Bahasa
Hamzah Aziz 26 Juli 2025
Share post ini
Arsip