Dalam pengembangan era globalisasi yang semakin pesat, pendidikan merupakan salah satu aspek yang tidak dapat diabaikan. Namun, seiring dengan berbagai warna pendidikan, tidak sedikit berita-berita negatif yang justru membuat kita bertanya, “ada apa dengan pendidikan hari ini?”. Kementerian Agama kemudian hadir memberi jawaban atas hilangnya rasa yang hilang dalam ruh pendidikan, Kurikulum Berbasis Cinta. Ya, kita kembali kepada cinta yang memberi pesan bahwa pendidikan tidak hanya berpusat pada pengembangan intelektual, tapi lebih ditekankan pada pengembangan karakter melalui pengajaran yang penuh kasih sayang dan empati.
Sebagaimana dalam konteks hukum islam, pendekatan cinta ini dapat diartikan sebagai upaya untuk mengajarkan nilai-nilai islam yang mendasar seperti keadilan, kasih sayang, dan penghormatan terhadap sesama. Romantisasi cinta dalam hukum islam bukan berarti mengubah substansi hukum itu sendiri, tetapi lebih kepada bagaimana cara kita menyampaikannya. Hukum islam yang sering kali dipandang kaku, justru merupakan hukum yang lebih jauh mengedepankan aspek humanis dalam berbagai sudut. Melalui kurikulum berbasis cinta, kita dapat mengadaptasi hukum islam dengan cara yang lebih mudah untuk dipahami.
Implementasi kurikulum berbasis cinta tidak dapat dijalankan tanpa kolaborasi antara pendidik, orang tua, dan masyarakat. Sebagaimana rasa, ia tidak terbentuk begitu saja namun membutuhkan pembiasaan dalam adaptasi terus menerus. Sebagaimana melaksanakan shalat sebagai kewajiban, yang tidak lahir hanya dalam sehari, tapi merupakan pembiasaan yang dimulai setiap hari. Melalui kurikulum berbasis cinta memberikan pemahaman lebih utuh tidak hanya pada konteks wajib tidaknya suatu hukum, tapi lebih dalam pada nilai-nilai yang dikandung dalam hukum. Seperti memahami bahwa shalat bukan sesuatu yang hanya ada dalam buku-buku fikih yang diturunkan dari ayat-ayat dan hadis, melainkan pesan cinta yang diturunkan Allah sebagai bentuk titik temu antara Pencipta dan makhluk.
Pendekatan kurikulum berbasis cinta hadir menjawab kekosongan yang hilang dari peserta didik yang mampu menjawab benar dan salah, namun terbata menjawab mengapa. Sebagaimana hukum islam yang tidak hanya dimaknai secara tekstual, namun memerlukan pendekatan pemahaman falsafahnya agar tidak hilang bentuk nilai yang diharapkan dalam hukum.
Kurikulum berbasis cinta adalah langkah maju dalam pengembangan pendidikan di Indonesia, terutama dalam konteks hukum Islam. Dengan pendekatan yang humanis dan penuh kasih sayang, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan berintegritas. Semoga ruh cinta dapat tersampaikan kembali dalam ruang pendidikan yang bermartabat.