Skip ke Konten

Relasi Antara Konsep Cinta dan Pendekatan Humanistik Dalam Pembelajaran Bahasa Arab

Dr. Kaharuddin Ramli, M.Pd.I. (Sekretaris Senat IAIN Parepare dan Dosen Pendidikan Bahasa Arab)
27 Juli 2025 oleh
Relasi Antara Konsep Cinta dan Pendekatan Humanistik Dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Suhartina

Dalam pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Arab, dikenal istilah humanistic approach atau pendekatan humanistik. Ini adalah pendekatan yang memosisikan peserta didik sebagai pusat dalam proses belajar (student-centered learning), dengan fokus utama pada pertumbuhan pribadi dan pengembangan potensi diri. Tujuannya bukan sekadar penguasaan materi bahasa, tetapi juga membangun rasa percaya diri dan keyakinan bahwa setiap peserta didik mampu belajar dan menguasai bahasa yang diajarkan.

Pendekatan ini menempatkan kemanusiaan sebagai titik tolak: setiap anak memiliki kemampuan dan potensi yang sama, tanpa pandang latar belakang. Di sinilah peran pendidik dan guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai penggerak jiwa. Dalam praktiknya, sikap penghargaan, kesabaran, dan keteladanan menjadi wajah nyata dari cinta dalam pendidikan.

Pendidik bukan semata-mata penyampai ilmu (transfer of knowledge), tetapi juga teladan hidup. Cinta akan tampak dari cara mereka mendengar dengan tulus, mengamati dengan saksama, dan memotivasi dengan empati. Dalam ruang kelas yang dilandasi cinta, tidak ada ruang untuk bentakan, penghinaan, atau otoritarianisme. Sebaliknya, suasana belajar menjadi hangat, penuh semangat, dan membangun.

Substansi dari pendekatan humanistik bertumpu pada kepedulian, empati, dan kasih sayang. Guru yang mengedepankan pendekatan ini akan peka terhadap kondisi emosional, sosial, dan akademik peserta didiknya. Ia menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman—di mana tidak ada yang merasa tersisih atau direndahkan. Rasa percaya diri pun tumbuh, karena peserta didik merasa dihargai sebagai pribadi yang utuh.

Relasi antara cinta dan pendekatan humanistik dalam pembelajaran bahasa Arab tidak bisa dipisahkan. Proses pembelajaran yang berpijak pada cinta akan menjadikan guru dan peserta didik sebagai mitra belajar, bukan dalam relasi kuasa. Cinta menjadi fondasi utama dalam membangun hubungan edukatif yang sehat. Seorang guru yang mencintai profesinya tidak hanya memperhatikan nilai, tetapi juga perasaan dan kebutuhan anak didiknya.

Dalam konteks ini, cinta menjelma dalam bentuk empati: kepekaan untuk merasakan apa yang dirasakan peserta didik. Guru yang berempati tidak menghakimi dari tampilan luar, tetapi berusaha memahami latar belakang dan tantangan yang dihadapi setiap anak. Penghargaan pun menjadi wujud cinta yang memperkuat harga diri peserta didik—menumbuhkan rasa percaya dan penghormatan pada diri sendiri.

Lebih jauh, cinta menjadi energi transformatif. Ia mendorong guru untuk terus berusaha, setekun apa pun tantangannya. Guru yang mencintai profesinya akan terus mencari cara untuk membimbing dan mengembangkan potensi setiap anak. Ketika peserta didik merasa dicintai dan didukung dengan tulus, mereka pun akan terdorong untuk menggali kemampuan terbaiknya. Cinta dalam kelas bahasa Arab bukan sekadar kata, tetapi menjadi napas dalam setiap tindakan pedagogis. Ia membangun harapan, menumbuhkan semangat, dan menguatkan kepercayaan bahwa setiap anak mampu tumbuh menjadi pribadi yang bermakna.

Relasi Antara Konsep Cinta dan Pendekatan Humanistik Dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Suhartina 27 Juli 2025
Share post ini
Arsip