Skip ke Konten

Guru (Dosen) BUKAN Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Selvy Anggriani Syarif (Dosen Pegiat Pendidikan dan Gender)
24 November 2025 oleh
Guru (Dosen) BUKAN Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Suhartina

Selayaknya manusia yang lain, guru adalah homo sapiens sebagai mahkluk biologis yang butuh makan, minum, dan tempat tinggal. Selayaknya manusia lain, guru adalah homo economicus yang harus bertransaksi mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Selayaknya manusia lain, guru adalah homo socious yang harus berinteraksi dengan banyak orang dengan bantuan banyak alat, termasuk transportasi, paket internet untuk sekadar mengunggah laporan di sistem, laptop atau hp untuk menyiapkan bahan ajar yang menarik bagi murid-muridnya.

Namun, adagium “Guru adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” membutakan mata banyak orang yang melihat pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan-pekerjaan tanpa pamrih yang tidak perlu dihargai sama sekali, selain lewat doa dan ucapan terima kasih. Nyatanya pekerjaan menjadi guru, termasuk dosen dipilih oleh orang-orang hebat ini bukan sekadar karena passion ingin berbuat baik atau karena senang dengan anak-anak, senang berbagi ilmu. Namun, mereka memilih bekerja juga untuk bertahan hidup. Toh, jika betul ini sepenuhnya karena passion, mereka bisa berbuat baik dengan mengajar anak-anak mengaji di masjid, mungkin juga dengan menyediakan ruang baca dan bermain gratis bagi anak-anak di sekitar rumahnya. Alih-alih menyediakan itu semua dengan cuma-cuma, kita lupa kalau passion juga butuh energi dan biaya.

Tulisan ini tidak berusaha mengkerdilkan nilai kesabaran dan keikhlasan guru-guru kita yang sedang berjuang untuk menaikkan derajat kecerdasan penerus bangsa. Tulisan ini mencoba mengingatkan bahwa guru (termasuk dosen) tidak semata-mata bekerja atas dasar habluminallah agar mendapat berkah dan surgaNya kelas, tapi juga berdasarkan habluminannas, yaitu kita bekerja karena kita dipekerjakan orang lain untuk mencerdaskan kehidupan banyak orang.

Guru dan dosen direkrut menjalankan fungsi pengajaran dan pendidikan oleh negara dengan sekolah dan perguruan tinggi sebagai perpanjangan tangan negara mengelola mekanisme kerja agar efektif dan efisien. Guru dan dosen berkewajiban melaksanakan dan merencanakan pembelajaran yang bermutu, meningkatkan kompetensi secara berkelanjutan, bertindak objektif, dan menjunjung tinggi hukum serta etika. Untuk dosen, terdapat kewajiban tambahan seperti mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat sesuai amanat UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Di undang-undang yang sama negara dan penyelenggara pendidikan punya tanggung jawab memenuhi hak guru dan dosen, termasuk penghasilan yang layak, kesejahteraan, promosi, dan sertifikasi. Mereka juga berhak atas perlindungan hukum, keselamatan kerja, dan kebebasan dalam memberikan penilaian serta kebebasan untuk berserikat dan berperan dalam kebijakan pendidikan.

Sayangnya di balik adagium “Guru adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, hak mereka diabaikan atau lebih tepatnya tidak menjadi prioritas bagi negara dan penyelenggara pendidikan. Saat negara dan penyelenggara pendidikan di perhadapkan dengan pemenuhan kesejahteraan pekerjanya dibandingkan dengan pengelolaan infrastruktur, mereka cenderung memilih memperbaiki apa yang tampak mudah diukur. Kemudian atas dalih agama, guru dan dosen diminta bersyukur atas seluruh kemudahan yang pernah dinikmati, apalagi jika dibandingkan dengan guru dan dosen di tempat terpencil yang minim fasilitas. Atas dalih agama, guru dan dosen hanya boleh sabar dan ikhlas, semua akan indah pada waktunya.

Negara dan penyelenggara pendidikan tampak berusaha lepas tangan dari tanggung jawabnya sesuai dengan UUD 1945 yang berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa. Negara dan penyelenggara pendidikan harus hadir seutuhnya, bukan hanya dengan membangun gedung megah, melengkapi ruang kelas dengan TV plasma, menyediakan WIFI 24 jam nonstop. Negara juga harus hadir sepenuhnya memenuhi hak hidup guru dan dosen yang menjadi ujung tombak untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Akhirnya, atas dalih agama pula tidak sedikit guru dan dosen memilih diam dan tidak berani meminta haknya karena semua ini dianggap sebagai takdir yang selayaknya diterima dengan lapang dada. Mereka memilih bungkam dan menerima segala kesulitan hidup akibat kelalaian pihak lain memenuhi tanggung jawabnya. Mereka akhirnya berjibaku sendiri dengan hidupnya yang penuh pertanyaan, “Besok susu dan popok anak masih bisa terbeli? Besok saya ke sekolah (ke kampus) bagaimana, bensin motor sudah menipis? Tagihan pelunasan KPR kapan bisa dilunasi?” sambil mengintip saldo rekening di M-Banking yang nyaris habis. Padahal ada negara dan penyelenggara pendidikan yang abai menjalankan kewajibannya sebagai pemberi kerja.

Jika memang semuanya bisa selesai dengan dalih agama, bisakah saya meminjam 1 dalil agama juga untuk menyebut negara dan penyelenggara sedang berlaku zalim kepada guru dan dosen? "Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering,” yang artinya menunda pembayaran upah tanpa alasan yang sah termasuk tindakan zalim dan dapat menyebabkan pemberi kerja menjadi musuh Allah Swt. di hari Kiamat. Namun, jika hadis ini dianggap kurang shahih bagi sebagian orang, ada QS. Al-Maidah ayat 1 yang diawali dengan Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji!” Ya, sebuah perintah untuk menunaikan janji sesuai amanat undang-undang, sesuai tanggub jawab. Karena Pinjaman tidak bisa dibayar dengan ikhlas dan sabar.

 

Selamat hari guru untuk seluruh pendidik terbaik di Indonesia.

Kita semua harus hidup dengan layak dan terhormat.

di dalam Opini Dosen
Guru (Dosen) BUKAN Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Suhartina 24 November 2025
Share post ini
Label
Arsip