Skip ke Konten

Haji, Cinta, dan Wajah Baru Kementerian Agama

Tasrif, SE., M.M (Pranata Humas/ Ajudan Rektor IAIN Parepare)
11 September 2025 oleh
Haji, Cinta, dan Wajah Baru Kementerian Agama
Hamzah Aziz

Keberhasilan Kementerian Agama (Kemenag) menutup penyelenggaraan haji dengan indeks kepuasan “sangat memuaskan” dari jemaah adalah tonggak penting dalam sejarah pelayanan publik berbasis agama di Indonesia. Angka 88,46 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bukan sekadar data statistik, tetapi simbol bahwa negara hadir untuk umat dengan kualitas pelayanan yang semakin baik.

Selama ini, penyelenggaraan haji kerap dipandang sebagai pekerjaan teknis yang rumit: pengaturan kuota, transportasi, akomodasi, konsumsi, hingga kesehatan. Namun, capaian terbaru ini menunjukkan bahwa Kemenag berhasil menempatkan dimensi manajemen modern, efisiensi, akuntabilitas, dan kepuasan pengguna layanan sejalan dengan dimensi spiritualitas dalam pelayanan. Inilah kombinasi unik yang jarang ditemui di birokrasi: kerja keras teknis yang dipandu oleh semangat pengabdian religius.

Lebih jauh, pencapaian ini dapat dibaca dalam kerangka besar “kurikulum cinta” yang digaungkan oleh Kemenag. Melayani tamu Allah bukan semata urusan logistik, tetapi ekspresi cinta: cinta kepada Allah, cinta kepada manusia, dan cinta kepada bangsa. Cinta inilah yang mengubah orientasi pelayanan dari sekadar menjalankan prosedur menjadi sebuah ibadah sosial yang memuliakan jamaah.

Dari perspektif manajemen sumber daya manusia, hal ini sangat relevan. Cinta melahirkan empati, dan empati melahirkan pelayanan yang tulus. Aparatur yang bekerja dengan semangat cinta akan memiliki daya tahan menghadapi tekanan, kesabaran dalam melayani, serta kreativitas untuk mencari solusi. Hasilnya, layanan publik yang diberikan bukan hanya memenuhi standar minimal, tetapi menyentuh hati penerima layanan.

Lebih istimewa lagi, capaian ini hadir di penyelenggaraan haji terakhir di bawah naungan Kementerian Agama. Mulai tahun depan, urusan haji akan beralih ke kementerian baru yang khusus dibentuk, yakni Kementerian Haji dan Umrah. Dengan demikian, hasil ini menjadi warisan berharga sekaligus jejak prestasi Kemenag yang menutup tugasnya dengan catatan manis. Sejarah akan mencatat bahwa Kemenag berhasil meninggalkan standar tinggi bagi pengelolaan haji di masa depan.

Bagi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), peristiwa ini adalah cermin. Jika penyelenggaraan haji berhasil menampilkan wajah negara yang ramah dan melayani, maka PTKIN pun harus berani mengadopsi semangat yang sama dalam pendidikan. Mahasiswa tidak boleh hanya dipandang sebagai “obyek administratif”, melainkan sebagai jamaah ilmu yang perlu dipandu, dirawat, dan dimuliakan.

Integrasi nilai-nilai kecerdasan abad 21: critical thinking, creativity, collaboration, communication, dan character dengan kurikulum cinta akan menjadikan PTKIN bukan sekadar institusi akademik, melainkan pusat pembentukan manusia paripurna. Dosen tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menanamkan cinta kepada kebenaran. Mahasiswa tidak sekadar mengejar ijazah, tetapi juga membangun kesadaran untuk menjadi insan beradab.

Akhirnya, keberhasilan Kemenag dalam menyelenggarakan haji dengan predikat “sangat memuaskan” adalah pesan moral bagi seluruh lini birokrasi: manajemen yang berpadu dengan cinta akan melahirkan pelayanan yang memuliakan manusia, memperkuat legitimasi institusi, dan meneguhkan martabat bangsa. Dan bagi Kemenag sendiri, ini adalah perpisahan yang elegan, menutup satu bab sejarah dengan prestasi, lalu menyerahkan tongkat estafet kepada kementerian baru dengan penuh wibawa.

Haji, Cinta, dan Wajah Baru Kementerian Agama
Hamzah Aziz 11 September 2025
Share post ini
Arsip