Skip ke Konten

Harmoni Nusantara di Kampus Akulturasi: Membaca Maulid Nabi sebagai Ruang Moderasi Beragama dan Ekoteologi Sosial

Hamzah (Dosen MPBA Pascasarjana IAIN Parepare)
7 September 2025 oleh
Harmoni Nusantara di Kampus Akulturasi: Membaca Maulid Nabi sebagai Ruang Moderasi Beragama dan Ekoteologi Sosial
Hamzah Aziz

Perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW di Kampus Akulturasi IAIN Parepare yang dirangkaikan dengan Istighosah Kebangsaan bertema “Doa Bersama untuk Kedamaian, Keselamatan, dan Persatuan Bangsa” pada 4 September 2025 tidak hanya menjadi peristiwa religius, tetapi juga ruang akademis yang sarat makna sosial, kebangsaan, dan kultural. Prof. Dr. H. Mahsyar, akademisi IAIN Parepare yang juga sebagai tokoh Muhammadiyah Kota Parepare menjadi pembawa hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW, sementara Doa Istighosah Kebangsaan dipimpin langsung oleh Rektor IAIN Parepare Prof. Dr. Hannani, M.Ag. 

Acara yang mempertemukan tokoh NU, Muhammadiyah, DDI, civitas akademika, serta masyarakat ini memperlihatkan bahwa tradisi keagamaan mampu melahirkan energi sosial baru bagi bangsa. Prof. Mahsyar memaknai Maulid sebagai ruang memperdalam iman dan meneguhkan persaudaraan, sementara Prof. Hannani mengingatkan bahwa ketulusan dan keikhlasan adalah kunci kepemimpinan transformatif. Keduanya bersepakat dalam satu hal: harmoni umat adalah fondasi bagi persatuan bangsa.

Dalam perspektif akademis, kegiatan ini memperlihatkan minimal tiga dimensi penting:

1. Dimensi teologis spiritual: Istighosah yang didefinisikan oleh Prof. Dr. H. Mahsyar sebagai praktik jamaah yang bersimpuh memohon ampunan (maghfirah), dan petunjuk Allah, menunjukkan keterhubungan antara dimensi ibadah dengan kehidupan sosial. Doa kolektif bukan sekadar ritual, melainkan bagian dari proses spiritual untuk menghindari perpecahan dan memperkuat persaudaraan.

2. Dimensi akademis epistemologis: Pesan Prof. Mahsyar bahwa Al-Qur’an sebagian besar berisi kisah, menegaskan bahwa Maulid dapat dipahami sebagai ruang akademis untuk memperdalam iman melalui narasi Qur’ani. Maulid tidak hanya perayaan ritual, tetapi juga ruang untuk meneguhkan pengetahuan, mengaitkan teks keagamaan dengan realitas sosial, serta membangun basis epistemologi Islam yang kontekstual.

3. Dimensi sosial kebangsaan: Pesan moral yang disampaikan bahwa kemalasan, banyak bicara, dan egoisme adalah sifat yang membahayakan persatuan bangsa merupakan refleksi penting di tengah tantangan kebangsaan saat ini. Dalam konteks Indonesia, di mana perbedaan seringkali dipolitisasi, pesan ini mengingatkan bahwa kekuatan bangsa justru lahir dari ketulusan, keikhlasan, dan solidaritas.

Selain itu, tradisi bura’ yang dihadirkan panitia juga memperlihatkan bagaimana kearifan lokal berpadu dengan nilai keagamaan dan kebersamaan kampus dan masyarakat. Gotong royong dalam menghadirkan bura’ adalah representasi sosial bahwa perayaan Maulid adalah milik bersama, bukan sekadar ritual eksklusif.

Dari perspektif akademik, kegiatan Maulid dan Istighosah Kebangsaan di IAIN Parepare ini layak dipahami sebagai bentuk praksis ekoteologi sosial: menghubungkan dimensi ketuhanan, kemanusiaan, dan kebangsaan dalam ruang yang sama. Kehadiran berbagai organisasi keagamaan (NU, Muhammadiyah, DDI) sekaligus menunjukkan bahwa tradisi Islam Nusantara dapat menjadi medium integrasi, bukan segregasi.

Momentum Maulid Nabi di IAIN Parepare juga dapat dibaca dalam kerangka kurikulum cinta dan moderasi beragama, dua gagasan akademik yang relevan dengan tantangan pendidikan Islam hari ini.

Kurikulum cinta mengajarkan bahwa pendidikan bukan hanya proses transfer ilmu, tetapi juga internalisasi nilai kasih sayang, empati, dan ketulusan dalam kehidupan sosial. Pesan Rektor IAIN Parepare tentang pentingnya “ketulusan dan keikhlasan” sejalan dengan semangat kurikulum cinta: membentuk generasi yang mampu memimpin dengan hati, bukan sekadar dengan otoritas.

Sementara itu, moderasi beragama mengajarkan keseimbangan antara keyakinan dan toleransi, antara ketaatan ritual dan keterbukaan sosial. Kehadiran NU, Muhammadiyah, DDI, dan masyarakat dalam satu ruang Maulid di kampus adalah bukti konkret praktik moderasi beragama. Harmoni ini mengajarkan mahasiswa bahwa perbedaan mazhab, organisasi, dan tradisi justru memperkaya, bukan memecah belah.

Dengan demikian, Maulid dan Istighosah Kebangsaan di IAIN Parepare dapat dimaknai sebagai praktik akademis yang menghadirkan integrasi nilai spiritual, sosial, dan kebangsaan. Lebih dari itu, ia juga menegaskan relevansi kurikulum cinta dan moderasi beragama dalam membangun masyarakat akademik yang harmonis, cinta damai, dan berorientasi pada kemaslahatan bangsa.


Harmoni Nusantara di Kampus Akulturasi: Membaca Maulid Nabi sebagai Ruang Moderasi Beragama dan Ekoteologi Sosial
Hamzah Aziz 7 September 2025
Share post ini
Arsip