Pendidikan sains di Indonesia seringkali terjebak dalam hafalan tanpa koneksi berarti dengan kehidupan nyata siswa. Data PISA 2022 menunjukkan skor sains Indonesia yang masih jauh di bawah rata-rata OECD, mengindikasikan bahwa lebih dari separuh siswa kesulitan mencapai tingkat dasar pemahaman ilmiah. Ironisnya, di tengah tantangan ini, kekayaan kearifan lokal yang sarat prinsip ilmiah justru belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber belajar. Padahal, praktik-praktik tradisional ini menyimpan potensi besar untuk menjembatani jurang antara teori dan aplikasi, menjadikan sains lebih relevan dan bermakna.
Dalam riset berjudul “Exploring Ethnoscience Through Dodol Pangi: Context-Based Learning in the Soppeng Community” yang dilakukan oleh Imranah Imranah, Andi Sitti Aisyah, dan Elvira Elvira, terungkap bagaimana proses pembuatan dodol pangi, kudapan khas dari Soppeng, Sulawesi Selatan, bisa menjadi lensa untuk memahami fenomena ilmiah kompleks. Penelitian ini secara sistematis menggali nilai-nilai saintifik yang tertanam dalam tradisi pembuatan dodol pangi, sebuah bentuk etnosains yang hidup di masyarakat.
Menguak Sains di Balik Dodol Pangi
Proses pembuatan dodol pangi bukan sekadar serangkaian langkah kuliner, melainkan laboratorium alam yang kaya akan prinsip-prinsip sains. Tahap awal, perebusan biji pangi selama empat jam, bertujuan mengurangi kadar racun sianida (HCN) yang berbahaya sekaligus melunakkan tekstur. Perubahan warna air rebusan menjadi kecoklatan dan munculnya aroma khas menjadi indikator pelepasan senyawa sianogenik, sebuah proses detoksifikasi kimiawi yang dibantu oleh panas. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi memastikan biji pangi matang merata, sebuah konsep fisika dasar yang diterapkan secara intuitif oleh masyarakat lokal.
Setelah direbus, biji pangi diiris memanjang. Tindakan sederhana ini secara signifikan meningkatkan luas permukaan, mempercepat proses transfer massa seperti difusi dan pelindian. Semakin besar area kontak, semakin efisien senyawa toksik terlarut berpindah dari biji ke air pencuci. Air pencucian yang keruh pada awalnya, kemudian berangsur jernih, serta berkurangnya rasa pahit, menjadi bukti nyata efektivitas proses difusi zat terlarut.
Perendaman berulang selama dua hari, dengan penggantian air setiap jam, adalah kunci untuk detoksifikasi tuntas. Masyarakat Soppeng secara empiris memahami bahwa penggantian air secara berkala menjaga gradien konsentrasi, mendorong difusi dan osmosis berkelanjutan. Air berfungsi sebagai pelarut alami yang melarutkan senyawa toksik seperti asam hidrosianat. Proses ini, meskipun tanpa instrumen laboratorium canggih, terbukti efektif menurunkan kadar HCN hingga di bawah ambang batas aman yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius untuk produk pangan serupa. Pengetahuan turun-temurun ini merupakan contoh nyata bagaimana observasi dan praktik berulang dapat menghasilkan pemahaman ilmiah yang presisi.
Transformasi Rasa dan Tekstur: Kimia di Dapur Tradisional
Setelah biji pangi bersih dari racun, tahap selanjutnya adalah pencampuran dengan santan kelapa, gula merah, dan tepung ketan. Santan kelapa berperan sebagai fase lipid-protein yang membentuk emulsi minyak dalam air, memberikan stabilitas pada adonan. Gula merah tidak hanya pemberi rasa manis, tetapi juga prekursor penting dalam reaksi Maillard. Sementara tepung ketan, kaya amilopektin, menjadi matriks viskoelastis utama saat dipanaskan, memberikan kekenyalan khas pada dodol.
Pemasakan dan pengadukan adonan hingga mengental dan berwarna coklat adalah panggung bagi dua reaksi kimiawi krusial. Pertama, gelatinisasi pati, di mana butiran pati menyerap air, membengkak, dan membentuk jaringan gel yang meningkatkan viskositas. Ini menjelaskan mengapa adonan dodol menjadi kental dan elastis. Kedua, reaksi Maillard atau pencoklatan non-enzimatik, terjadi antara gula dan gugus amino dari protein santan. Reaksi ini menghasilkan melanoidin yang bertanggung jawab atas warna coklat, aroma, dan cita rasa khas dodol pangi. Pengadukan terus-menerus memastikan distribusi panas merata, mencegah karamelisasi berlebihan yang bisa menyebabkan gosong. Masyarakat lokal mengenali titik gelatinisasi optimal bukan dengan alat ukur, melainkan melalui perubahan tekstur dan warna adonan, sebuah indikator empiris yang akurat.
Stabilitas dan Daya Tahan: Rahasia Dodol Pangi Awet
Proses pendinginan dodol pangi setelah dimasak juga memiliki implikasi ilmiah penting. Pendinginan alami pada suhu ruang memungkinkan penurunan suhu bertahap, memberikan waktu bagi molekul amilosa dan amilopektin dalam matriks pati untuk berinteraksi kembali. Selama proses ini, terjadi retrogradasi, yaitu penataan ulang molekul amilosa yang membentuk ikatan hidrogen baru antar rantai polimer. Ini menghasilkan struktur semi-kristalin tiga dimensi yang padat, elastis, dan mudah dipotong.
Pendinginan alami tanpa percepatan buatan memiliki dampak termodinamika yang signifikan. Laju penurunan suhu yang moderat mencegah pemisahan fase antara air dan jaringan pati, menghasilkan permukaan dodol yang mengilap tanpa retakan. Retrogradasi amilopektin parsial selama penyimpanan juga meningkatkan kekakuan struktural dan stabilitas tekstur. Ini menunjukkan pemahaman empiris masyarakat tentang keseimbangan suhu dan waktu dalam pembentukan struktur pangan yang stabil.
Pengemasan dodol pangi dalam plastik atau kertas makanan bertujuan menjaga kebersihan, mencegah kontaminasi mikroba, dan menghambat oksidasi lemak santan. Secara ilmiah, pengemasan membantu mempertahankan aktivitas air (Aw) rendah. Proses pemasakan yang lama menguapkan air, menghambat pertumbuhan bakteri, ragi, dan jamur. Nilai Aw yang stabil menjaga dodol pangi tetap kenyal, berwarna coklat khas, dan beraroma manis selama 3-4 hari pada suhu ruang. Kontrol Aw melalui pemasakan intensif dan pengemasan rapat adalah metode tradisional efektif untuk memperpanjang masa simpan dan mencegah kerusakan produk.
Merdeka Belajar Melalui Etnosains
Riset ini menegaskan bahwa setiap tahapan produksi dodol pangi memuat aktivitas ilmiah yang dapat diinterpretasikan ke dalam konsep-konsep sains formal. Pengetahuan ini, meskipun diturunkan melalui praktik langsung (belajar sambil bekerja) dan bukan pendidikan formal, menunjukkan karakteristik sains: observasi, pengujian, dan generalisasi. Dodol pangi merupakan bentuk 'sains kontekstual' yang hidup di masyarakat, di mana sains dan budaya tidak terpisah, melainkan saling melengkapi.
Potensi dodol pangi sebagai konteks pembelajaran etnosains untuk sains sangat besar, sejalan dengan kerangka pembelajaran berbasis konteks (CBL) dan paradigma Merdeka Belajar. Pendekatan CBL menekankan pengajaran sains melalui fenomena yang dekat dengan kehidupan siswa, memungkinkan mereka menghubungkan konsep ilmiah dengan pengalaman sehari-hari. Dalam konteks Soppeng, siswa dapat memahami bahwa konsep ilmiah seperti panas, perubahan zat, dan reaksi kimia telah lama hadir dalam kehidupan mereka.
Melalui studi dodol pangi, siswa tidak hanya belajar sains secara kognitif, tetapi juga mengembangkan nilai-nilai karakter seperti ketekunan dan tanggung jawab ekologis terhadap sumber daya alam lokal. Model integratif pembelajaran sains berbasis etnosains yang berorientasi pada empat tahap utama: eksplorasi konteks budaya, identifikasi konsep ilmiah, eksperimen atau analisis ilmiah sederhana, dan refleksi nilai-nilai budaya dan ilmiah, dapat secara sistematis menghubungkan fenomena lokal dengan materi pelajaran sains.
Meskipun potensi etnosains dalam pembelajaran sangat besar, implementasinya menghadapi tantangan seperti keterbatasan waktu, kesiapan guru, dan ketersediaan sumber daya di sekolah. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pengembangan modul, lembar kerja siswa, atau media digital interaktif yang berbasis budaya lokal. Inisiatif ini tidak hanya akan memperkuat pemahaman ilmiah siswa, tetapi juga melestarikan budaya dan identitas ilmiah bangsa di tengah arus globalisasi. Integrasi etnosains ke dalam kurikulum Merdeka Belajar dapat menjadi langkah konkret untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara ilmiah, tetapi juga berakar kuat pada kearifan lokal.
Identitas Riset
Judul: Exploring Ethnoscience Through Dodol Pangi: Context-Based Learning in the Soppeng Community
Peneliti: Imranah Imranah, Andi Sitti Aisyah, Elvira Elvira
Institusi: IAIN Parepare
Tahun: 2024
Daftar Pustaka / Referensi
Imranah, I., Aisyah, A. S., & Elvira, E. (2024). Exploring Ethnoscience Through Dodol Pangi: Context-Based Learning in the Soppeng Community. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 10(1), 1-8
