Skip ke Konten

Riset: Kearifan Maritim Putianging, Kunci Bertahan di Tengah Badai Perubahan Iklim

28 Desember 2025 oleh
Fikruzzamansaleh

Riset: Kearifan Maritim Putianging, Kunci Bertahan di Tengah Badai Perubahan Iklim


Pulau-pulau kecil di seluruh dunia menghadapi ancaman eksistensial yang kian nyata. Kenaikan permukaan air laut, kelangkaan sumber daya air bersih, dan perubahan iklim ekstrem bukan lagi sekadar proyeksi, melainkan realitas yang menguji ketahanan komunitas pesisir. Bagaimana masyarakat di gugusan daratan yang rapuh ini mampu bertahan, bahkan berkembang, di tengah tantangan yang begitu besar? Seringkali, jawabannya terletak pada adaptasi cerdik yang telah diwariskan lintas generasi, memadukan pengetahuan lokal dengan inovasi praktis.


Fenomena ini menjadi fokus utama dalam riset berjudul “Pemanfaatan Sumber Daya Alam Masyarakat Berekosistem Pesisir: Pola Ketahanan Hidup Masyarakat Putianging Barru” yang dilakukan oleh Dr. Sari Hidayati, M.Pd., seorang Dosen Jurnalistik Islam di IAIN Parepare, bersama asisten penelitinya, Madina Thulhidjah dan Harpina. Penelitian ini menggali jauh ke dalam kehidupan masyarakat Pulau Putianging, Kabupaten Barru, untuk memahami bagaimana mereka membangun ketahanan hidup di tengah keterbatasan ruang, sumber air bersih, dan ancaman perubahan iklim yang kian nyata.


Hidup di Ujung Keterbatasan: Tantangan Pulau Putianging


Pulau Putianging, dengan segala keindahannya, adalah sebuah mikrokosmos dari tantangan global yang dihadapi oleh pulau-pulau kecil. Keterbatasan ruang hidup menjadi kendala fundamental, membatasi potensi pengembangan fisik dan populasi. Lebih mendesak lagi, ketersediaan air bersih merupakan isu kronis yang memaksa masyarakat untuk mencari solusi inovatif. Di atas itu semua, ancaman perubahan iklim, dengan pola cuaca yang tidak menentu dan potensi kenaikan permukaan laut, menambahkan lapisan kerentanan yang kompleks.


Tim peneliti menemukan bahwa masyarakat Putianging tidak menyerah pada keterbatasan ini. Sebaliknya, mereka telah mengembangkan serangkaian adaptasi sosial-ekonomi dan kearifan lokal yang tidak hanya menopang keberlanjutan hidup, tetapi juga memperkuat identitas mereka sebagai masyarakat maritim.


Adaptasi Sosial-Ekonomi: Mengikat Diri pada Laut dan Darat


Laut adalah jantung kehidupan masyarakat Putianging. Aktivitas penangkapan dan pengolahan ikan menjadi sumber penghidupan utama, membentuk tulang punggung ekonomi lokal. Namun, ketergantungan pada laut tidak membuat mereka terisolasi. Masyarakat Putianging menjalin hubungan ekonomi yang kuat dengan daratan Barru, memastikan pasokan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipenuhi di pulau.


Inovasi praktis juga menjadi bagian integral dari strategi ketahanan mereka. Pemanenan air hujan, misalnya, bukan sekadar praktik musiman, melainkan sistem vital yang memastikan ketersediaan air bersih selama musim kemarau. Penggunaan panel surya juga menunjukkan kemampuan mereka mengadopsi teknologi sederhana untuk memenuhi kebutuhan energi, mengurangi ketergantungan pada sumber daya yang terbatas dan mahal dari luar pulau. Ini adalah contoh nyata bagaimana strategi material, yang berfokus pada pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya, menjadi fondasi ketahanan hidup mereka.


Kekuatan Budaya dan Kearifan Lokal Sebagai Jangkar Ketahanan


Namun, ketahanan Putianging tidak hanya bertumpu pada strategi material. Kekuatan budaya dan kearifan lokal memainkan peran yang tak kalah krusial. Pemahaman mendalam terhadap musim dan angin, yang diwariskan secara turun-temurun, memungkinkan nelayan untuk menentukan waktu yang tepat untuk melaut atau beristirahat, menghindari bahaya dan memaksimalkan hasil tangkapan.


Solidaritas sosial yang kuat, tercermin dalam semangat gotong royong dan saling membantu, menjadi jaring pengaman sosial yang vital. Ketika satu keluarga menghadapi kesulitan, komunitas secara keseluruhan akan bergerak untuk memberikan dukungan. Tradisi lisan, seperti tabu pelayaran dan syair laut, bukan sekadar cerita rakyat, melainkan ensiklopedia hidup yang mentransmisikan pengetahuan ekologis, etika berinteraksi dengan laut, dan nilai-nilai maritim.


“Kearifan lokal bukan sekadar cerita lama, melainkan peta jalan praktis untuk bertahan hidup,” jelas Dr. Sari Hidayati. “Tabu pelayaran, misalnya, bukan hanya mitos, tetapi juga panduan keselamatan yang telah teruji zaman, mengajarkan kapan dan bagaimana aman melaut. Demikian pula penanda musiman seperti ‘pokoq lalleq’ yang membantu mereka membaca tanda-tanda alam untuk pertanian dan pelayaran.” Narasi budaya ini memperkuat identitas maritim mereka, menumbuhkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap lingkungan pesisir.


Sinergi Material dan Kultural untuk Keberlanjutan


Temuan riset Dr. Sari Hidayati dan timnya menunjukkan bahwa strategi material dan nilai budaya berjalan beriringan dalam menjaga keberlanjutan hidup masyarakat pesisir Putianging. Adaptasi ekologis yang cerdas, seperti pemanfaatan air hujan dan energi surya, diperkuat oleh kekuatan budaya berupa solidaritas sosial dan pengetahuan tradisional yang kaya. Sinergi antara praktik-praktik konkret dan nilai-nilai yang dipegang teguh inilah yang menciptakan model ketahanan hidup yang holistik dan tangguh.


Ketahanan Putianging adalah bukti nyata bahwa solusi terhadap tantangan global seringkali dapat ditemukan dalam kearifan lokal dan kemampuan adaptasi komunitas itu sendiri. Ini bukan tentang menolak modernitas, melainkan tentang mengintegrasikan inovasi dengan akar budaya yang kuat.


Menatap Masa Depan Pesisir: Rekomendasi Kebijakan


Pembelajaran dari Putianging menawarkan rekomendasi kebijakan yang berharga bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Pertama, penting untuk mendukung dan mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam rencana pembangunan pesisir, mengakui bahwa pengetahuan tradisional adalah aset vital untuk adaptasi iklim. Kedua, investasi pada teknologi berkelanjutan yang sesuai dengan konteks lokal, seperti sistem pemanenan air hujan yang lebih canggih atau perluasan penggunaan panel surya, dapat meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat.


Ketiga, program pendidikan dan pemberdayaan harus dibangun di atas fondasi pengetahuan yang sudah ada, bukan menggantikannya. Ini akan memastikan bahwa generasi muda mewarisi dan mengembangkan warisan adaptif nenek moyang mereka. Melindungi dan melestarikan warisan budaya maritim, termasuk tradisi lisan dan narasi, juga krusial karena ini adalah jangkar identitas dan ketahanan mereka di tengah arus perubahan yang tak terhindarkan.


Identitas Riset

Judul: Pemanfaatan Sumber Daya Alam Masyarakat Berekosistem Pesisir: Pola Ketahanan Hidup Masyarakat Putianging Barru

Peneliti: Dr. Sari Hidayati, M.Pd.

Institusi: IAIN Parepare

Tahun: 2025


Daftar Pustaka

1.  Adger, W.N. (2006). Vulnerability. *Global Environmental Change*, 16(3), 268-281.

2.  Berkes, F. (1999). *Sacred Ecology: Traditional Ecological Knowledge and Resource Management*. Taylor & Francis.

3.  Keraf, A.S. (2002). *Etika Lingkungan Hidup*. Penerbit Buku Kompas.





di dalam Riset