Skip ke Konten

Riset: Perpaduan Translanguaging dan Imersi Ciptakan Pembelajaran Inggris Adaptif di Kelas Multilingual

16 Desember 2025 oleh
Fikruzzamansaleh

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus yang semakin mengglobal, penguasaan bahasa Inggris telah menjadi sebuah keniscayaan. Namun, realitas kelas bahasa di Indonesia seringkali diwarnai oleh keberagaman latar belakang linguistik mahasiswa, mulai dari bahasa daerah hingga bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bagaimana para pengajar menavigasi kompleksitas ini agar mahasiswa tidak hanya menguasai tata bahasa, tetapi juga mampu berkomunikasi secara luwes dan percaya diri?


Dalam riset berjudul “How Translanguaging and Immersion Are Applied in Multilingual English Classrooms: A Case Study from Indonesia” yang dilakukan oleh Yulie Asni, Hasmi Rezkiani Nur Amalia dari IAIN Parepare, terungkap sebuah pendekatan pedagogis yang menarik. Studi ini menyoroti bagaimana strategi translanguaging (pencampuran bahasa) dan language immersion (pencelupan bahasa) diterapkan secara dinamis di kelas bahasa Inggris multilingual, bukan sebagai metode yang saling bertentangan, melainkan sebagai alat yang saling melengkapi.


Memahami Fleksibilitas Bahasa: Translanguaging


Translanguaging adalah sebuah pendekatan pedagogis yang mengakui dan memanfaatkan seluruh repertoar linguistik mahasiswa—yaitu semua bahasa yang mereka kuasai—dalam proses belajar mengajar. Ini berarti mahasiswa tidak perlu memisahkan bahasa ibu, bahasa daerah, dan bahasa target (Inggris) mereka, melainkan diizinkan untuk menggunakannya secara fleksibel untuk membangun pemahaman, berinteraksi, dan mengekspresikan diri. Konsep ini pertama kali muncul di Wales pada tahun 1980-an, dipopulerkan oleh Colin Baker, yang menerjemahkan istilah Welsh “trawsieithu” menjadi translanguaging.


Penelitian telah menunjukkan bahwa translanguaging memiliki banyak manfaat. Strategi ini mampu mengurangi kecemasan berbahasa di kalangan pembelajar, meningkatkan partisipasi dan keterlibatan mahasiswa, serta memperdalam pemahaman konten akademik. Dengan menghubungkan bahasa ibu mereka dengan bahasa Inggris, mahasiswa dapat lebih efektif memahami dan mengomunikasikan materi pelajaran yang kompleks. Ini juga mendorong rasa percaya diri dan inklusi, karena bahasa ibu mereka dihargai sebagai aset, bukan hambatan. Selain itu, translanguaging membantu mengembangkan kesadaran metalinguistik, memungkinkan mahasiswa memahami struktur bahasa dengan lebih baik dan terlibat dalam pemikiran tingkat tinggi seperti analisis dan ringkasan.


Tantangan dan Keunggulan Imersi Bahasa


Di sisi lain, language immersion adalah pendekatan pendidikan yang menekankan penggunaan bahasa kedua (L2) sebagai medium instruksi utama di berbagai mata pelajaran. Metode ini berakar dari program imersi Prancis di Kanada pada tahun 1960-an dan bertujuan memberikan paparan ekstensif terhadap bahasa target dalam konteks yang bermakna, memfasilitasi akuisisi bahasa yang alami. Prinsip utamanya adalah menciptakan lingkungan di mana mahasiswa “dicelupkan” sepenuhnya ke dalam bahasa target.


Keunggulan imersi mencakup percepatan kemahiran bahasa, peningkatan keterampilan kognitif seperti fleksibilitas mental dan pemikiran kritis, serta pemahaman budaya yang lebih dalam. Mahasiswa imersi tidak hanya mencapai tingkat kemahiran tinggi dalam bahasa kedua, tetapi juga meningkatkan keterampilan bahasa pertama mereka. Namun, implementasi imersi yang berhasil memerlukan perencanaan cermat, mulai dari desain kurikulum hingga kualifikasi pengajar dan strategi keterlibatan mahasiswa. Menciptakan lingkungan yang mendorong penggunaan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi sehari-hari, termasuk melalui kegiatan formal dan informal, menjadi kunci keberhasilannya.


Riset di Balik Kelas Multilingual IAIN Parepare


Untuk memahami bagaimana kedua strategi ini diterapkan, tim peneliti IAIN Parepare melakukan studi kasus di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Penelitian ini melibatkan mahasiswa semester 3, 5, dan 7, serta beberapa dosen. Data dikumpulkan melalui observasi kelas, wawancara mendalam, dan analisis dokumen, yang memungkinkan peneliti menangkap dinamika otentik di dalam kelas.


Observasi kelas memungkinkan peneliti melihat langsung bagaimana dosen dan mahasiswa berinteraksi, bahasa apa yang digunakan, dan bagaimana perpindahan bahasa terjadi untuk memfasilitasi pemahaman. Wawancara mendalam, yang berlangsung sekitar 30-60 menit dengan dosen dan mahasiswa, menggali persepsi, pengalaman, dan refleksi mereka tentang penerapan translanguaging dan imersi. Semua data ini diperkuat dengan catatan lapangan dan rekaman untuk memastikan akurasi dan kredibilitas temuan.


Translanguaging sebagai Jembatan Kognitif, Bukan Tongkat Penopang


Temuan riset menunjukkan bahwa translanguaging dan imersi diintegrasikan secara sistematis di kelas. Para dosen menggunakan translanguaging terutama sebagai scaffold kognitif, yaitu jembatan yang mendukung pemahaman konseptual, menurunkan hambatan afektif, dan memungkinkan pembuatan makna yang fleksibel. Misalnya, Dosen 1 menjelaskan, “Saya menggunakan bahasa Indonesia untuk menjelaskan materi pembelajaran, terkadang menggunakan bahasa Inggris untuk membiasakan mahasiswa dengan kosakata. Selama proses mengajar, saya juga menggunakan bahasa daerah, Bugis, untuk menarik perhatian mahasiswa dan membantu mereka memahami konsep dalam kehidupan sehari-hari. Saya merasa metode ini membantu mahasiswa menyerap pengetahuan dengan lebih baik.”


Menariknya, penggunaan translanguaging ini seringkali didasari asumsi bahwa mahasiswa adalah “pemula” yang belum mampu beroperasi sepenuhnya dalam bahasa Inggris. Namun, teori translanguaging modern melihat pencampuran bahasa bukan sebagai strategi remedial bagi pembelajar dengan kemahiran rendah, melainkan sebagai alat kognitif yang canggih yang tersedia bagi semua penutur multilingual. Mahasiswa yang menulis konsep dalam bahasa Indonesia sebelum menerjemahkannya ke bahasa Inggris, seperti yang diungkapkan Dosen 2, “Ketika saya meminta mahasiswa menulis sesuatu dalam bahasa Inggris, mereka mencoba menulis apa yang mereka ketahui dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu, lalu menerjemahkannya ke bahasa Inggris,” menunjukkan translanguaging untuk pemrosesan kognitif, bukan sekadar kompensasi terjemahan. Ini menegaskan bahwa translanguaging berfungsi sebagai dukungan produktif yang meningkatkan pemahaman, kepercayaan diri, dan partisipasi mahasiswa.


Imersi Adaptif dan Kontekstual


Sementara itu, imersi diterapkan secara kondisional untuk memaksimalkan paparan bahasa target. Riset ini mengidentifikasi tiga konfigurasi imersi: imersi parsial (dominan bahasa Inggris dengan dukungan bahasa Indonesia), imersi situasional (bahasa Inggris untuk instruksi, bahasa Indonesia untuk nasihat atau pesan afektif), dan imersi total dalam kasus minoritas. Para dosen sering beralih ke bahasa Indonesia saat memastikan pemahaman, seperti yang dijelaskan Dosen 4, “Terkadang saya beralih ke Bahasa Indonesia hanya untuk memastikan semua orang memahami instruksi. Setelah itu, saya kembali ke bahasa Inggris agar mereka tetap berlatih.”


Ketergantungan pada bahasa Indonesia untuk klarifikasi menunjukkan bahwa lingkungan yang diciptakan lebih dekat dengan instruksi L2 gaya CLIL (Content and Language Integrated Learning) fungsional daripada imersi murni. Namun, data ini justru menunjukkan bahwa imersi dalam konteks EFL multilingual secara alami berhibridisasi dengan translanguaging, menciptakan apa yang disebut beberapa akademisi sebagai “imersi translanguaging.” Ini menantang asumsi bahwa imersi harus bersifat monolingual agar efektif.


Keseimbangan Dinamis Berbasis Kemahiran dan Konteks


Para dosen secara konsisten membedakan penggunaan bahasa pedagogis berdasarkan tingkat kemahiran mahasiswa: lebih banyak translanguaging untuk pemula dan lebih banyak imersi untuk pembelajar tingkat lanjut. Namun, pilihan bahasa pedagogis tidak hanya ditentukan oleh kemahiran, tetapi juga oleh faktor-faktor lain seperti kompleksitas tugas, keterlibatan emosional, resonansi budaya (misalnya, memberikan nasihat menggunakan bahasa Indonesia), risiko kesalahpahaman, dan tujuan partisipasi. Ini menunjukkan bahwa pilihan bahasa pengajaran bersifat adaptif dan tidak terikat pada aturan kaku.


Temuan utama dari studi ini adalah bahwa translanguaging dan imersi bukanlah ideologi yang bersaing, melainkan komponen yang saling bergantung dalam pedagogi multilingual. Translanguaging membangun pemahaman, afirmasi identitas, dan kepercayaan diri, sementara imersi memberikan paparan bahasa target yang luas dan praktik komunikatif. Praktik para dosen ini secara alami membentuk apa yang bisa digambarkan sebagai pedagogi adaptif multilingual, sebuah hibriditas yang semakin diakui sebagai karakteristik pendidikan bahasa Inggris di Global South.


Masa Depan Pembelajaran Bahasa Inggris Multilingual


Penelitian ini menegaskan bahwa instruksi bahasa Inggris yang efektif di konteks multilingual menuntut interdependensi praktik translanguaging dan prinsip imersi, menantang dikotomi biner antara keduanya. Implikasinya sangat signifikan bagi desain pedagogis dan pendidikan guru. Institusi pendidikan tinggi perlu mengembangkan kurikulum yang secara eksplisit mengajarkan dosen untuk mengintegrasikan kedua pendekatan ini secara strategis, tidak hanya berdasarkan tingkat kemahiran mahasiswa, tetapi juga mempertimbangkan konteks sosiokultural dan tujuan pembelajaran.


Program pelatihan guru harus mencakup modul yang berfokus pada pengembangan kesadaran metalinguistik dan kemampuan untuk secara fleksibel beralih antara bahasa, melihat seluruh repertoar linguistik mahasiswa sebagai aset. Kebijakan institusional juga perlu mendukung dan mendorong penggunaan bahasa Inggris di luar kelas, sambil tetap menghargai dan memanfaatkan bahasa lokal sebagai jembatan menuju pemahaman yang lebih dalam. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan belajar bahasa Inggris yang inklusif, efektif, dan responsif secara budaya, mempersiapkan mahasiswa menjadi warga dunia yang cakap dan percaya diri.


Identitas Riset

Judul: How Translanguaging and Immersion Are Applied in Multilingual English Classrooms: A Case Study from Indonesia

Peneliti: Yulie Asni, Hasmi Rezkiani Nur Amalia

Institusi: IAIN Parepare

Tahun: 2025


Daftar Pustaka

García, O. (2009). Bilingual education in the 21st century: A global perspective. Wiley-Blackwell.