Skip ke Konten

Keberkahan

Prof. Hannani pernah bercerita. Tentang latar belakang keluarga besar tiga dosen: Pak Budiman, Pak Qadaruddin & Pak Ali Rusdi..

Prof. Hannani pernah bercerita. Tentang latar belakang keluarga besar tiga dosen: Pak Budiman, Pak Qadaruddin, dan Pak Ali Rusdi.

Tulisan ini sekadar memberi contoh yang mewakili dari beberapa sambutan Pak Rektor, masih banyak lagi kisah pegawai IAIN Parepare lainnya yang hampir sama: Abdullah Thahir, Muhiddin, Nurhikmah, Zulfah, Islamul Haq, Subhan Saleh, dan lainnya. Tidak cukup tulisan ini merangkum 300 dosen dan tendik kita.

Lihatlah saudara-saudari mereka. Ada yang menjadi hakim, ada yang dosen, ada yang guru, ada yang pegawai, ada yang pengusaha. Semua sukses. Seperti ladang yang ditanam dengan benih terbaik. Seperti pohon yang akarnya dalam, batangnya kuat, dan buahnya lebat.

Apa rahasianya?

Sebagian orang akan berkata, "Itu karena kerja keras." Sebagian lain menyebut, "Pendidikan yang baik." Tapi Prof. Hannani melihatnya dari sudut yang lebih dalam: keberkahan.

Mereka tumbuh dengan makanan yang halal dan thayyib. Orang tua mereka tidak hanya bekerja mencari nafkah. Mereka menjaga. Memastikan tidak ada yang tidak halal, tidak ada kecurangan, tidak ada cara instan yang mengotori rezeki.

Dan lihatlah hasilnya. Ilmu mereka mudah dipahami. Usaha mereka selalu menemukan jalan. Reputasi akademik dan dedikasinya siapa yang ragukan?

Di sisi lain, betapa banyak orang hari ini yang mengeluh: "Sudah kerja keras, tapi hidup tetap terasa berat." Mungkin bukan soal kurang usaha. Tapi soal keberkahan yang hilang.

Tapi ini bukan hanya soal makanan halal. Ada satu hal lagi yang tak bisa dibeli dengan uang: doa ibu.

...

Keluarga besar para dosen ini punya satu kesamaan. Saudara-saudari mereka tumbuh di bawah doa yang tak putus-putus.

Hampir setiap pekan, atau setidaknya sebulan sekali, mereka pulang menjenguk ibunya. Bukan sekadar berkunjung, tapi betul-betul meluangkan waktu. Mereka duduk di samping ibunya, mendengarkan ceritanya, mengusap tangannya yang mulai keriput, dan mencium keningnya dengan penuh takzim.

Mereka tidak hanya membawa oleh-oleh atau buah tangan, tapi juga membawa cerita—tentang pekerjaan, tentang kehidupan, tentang pencapaian mereka. Bukan untuk pamer, tapi untuk memastikan ibunya tahu bahwa setiap langkah yang mereka tempuh, setiap keberhasilan yang mereka raih, adalah berkat doa-doanya.

Dan ketika jarak memisahkan, atau kesibukan melilit, mereka tidak pernah lupa. Sebelum matahari terbit, mereka menelepon. Menanyakan kabarnya, apakah sudah makan, apakah tidur nyenyak. Kadang tak ada pembicaraan panjang, cukup sapaan singkat, "Mama, sehat ki? Doakan saya, nah." dst.

Lalu mereka melanjutkan hari dengan lebih ringan. Seakan ada sesuatu yang mengalir dalam diri mereka—sebuah ketenangan, sebuah keberkahan. Seakan pintu-pintu kemudahan terbuka setelah panggilan itu.

...

Dan coba perhatikan. Berapa banyak orang pintar yang gagal? Dan berapa banyak orang biasa-biasa saja, tapi hidupnya lancar? Kadang bukan soal kepintaran, tapi soal keberkahan.

Hari ini, banyak yang melupakan ini. Mereka sibuk bekerja siang-malam. Menghadiri seminar motivasi. Membaca buku bisnis. Tapi lupa meminta restu ibu sebelum berangkat berjuang.

Keberkahan bukan sekadar angka di rekening. Keberkahan itu saat usaha kecil membawa hasil besar. Saat langkah terasa ringan. Saat hidup terasa cukup, meski mungkin sederhana.

Jadi, kalau hari ini hidup terasa berat, pertanyaannya bukan hanya soal kerja keras.

Tapi,

"Sudahkah kita memperbaiki cara mendapatkan rezeki?"

"Sudahkah kita meminta doa orang tua?"

"Sudahkah kita mencari keberkahan lebih dari sekadar kesuksesan?"

Parepare, 11 Ramadhan 1446 H.

Muhammad Haramain



Keberkahan
Admin 11 Maret 2025
Share post ini
Label
Arsip

Ta'awun (Kolaborasi)
Bagi Prof. Hannani, kampus bukan kumpulan orang-orang yang bekerja sendiri-sendiri, hebat sendiri,, tapi sebuah ekosistem kebersamaan yang harus saling menguatkan.