Skip ke Konten

Harapanku di Bukit Harapan

Dr. A. Nurkidam, M. Hum. (Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah)
26 Agustus 2025 oleh
Harapanku di Bukit Harapan
Suhartina

Bukit Harapan bukan sekadar nama. Ia menyimpan sejarah panjang, sarat makna, dan menyimpan cerita tentang sebuah lembaga pendidikan tinggi keagamaan yang lahir dari cita-cita besar. Dari sebuah kelas jauh IAIN Alauddin Ujung Pandang tahun 1967, perjalanan itu bermula. Dengan penuh keikhlasan, Anregurutta K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle menyerahkan Fakultas Ushuluddin DDI Parepare untuk dijadikan cikal bakal Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin Ujung Pandang.

Seiring waktu, lembaga ini bertransformasi. Tahun 1997, lewat Keppres Nomor 10, lahirlah STAIN Parepare. Dua dekade kemudian, 2018, ia kembali menjelma menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare. Dan dalam waktu yang tak lama lagi, insyaallah, akan lahir Universitas Islam Negeri (UIN) K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle Parepare. Sebuah lompatan sejarah yang membuktikan, pendidikan adalah pohon yang terus tumbuh, meski angin perubahan berhembus kencang.

Kini, IAIN Parepare telah menjadi rumah ilmu bagi ribuan mahasiswa dari berbagai penjuru Nusantara. Empat fakultas dan satu pascasarjana berdiri kokoh, menandakan kampus ini tak hanya diminati, tetapi juga dinanti. Saya teringat pesan Anregurutta Prof. Dr. K.H. Abd. Rahim Arsyad (2006) bahwa perguruan tinggi keagamaan harus menjadi institusi yang diminati, dinanti, dan diberkati. Rasanya, itulah yang sedang diupayakan di Bukit Harapan ini.

Salah satunya melalui Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD), dengan delapan program studi yang menyiapkan generasi berbeda warna: ada yang kelak tampil sebagai komunikator Islam, konselor, jurnalis, sosiolog agama, hingga penggerak masyarakat. Lebih dari enam puluh dosen dengan kualifikasi magister, doktor, bahkan profesor, menjadi nahkoda yang terus berjuang menyeimbangkan antara tugas akademik dan dakwah intelektual. Beberapa bahkan tengah menimba ilmu di Belanda dan Malaysia dengan beasiswa LPDP. Ini bukti, FUAD sedang memperkuat akarnya agar buahnya kelak semakin manis.

Visinya pun tegas: menjadi pusat akulturasi budaya dan Islam dalam membangun masyarakat religius, moderat, inovatif, dan unggul. Sebuah visi yang, kalau kita renungkan, bukan hanya dokumen formal, tapi cita-cita besar agar ilmu agama tidak terjebak pada teks, melainkan hidup dalam konteks.

Tahun ini, FUAD menerima sekitar 185 mahasiswa baru. Mereka kini menjalani PBAK (Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan) dengan tema yang indah: Akar Intelektual, Ranting Spiritual, dan Buah Kehidupan. Harapannya sederhana, tetapi mendalam—mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara spiritual, serta tangguh menghadapi dinamika kehidupan.

Kelak, jika mereka mampu berkata seperti ungkapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib: “Inilah aku, dan inilah dadaku,” maka mereka benar-benar telah berdiri di atas kemandirian, bukan sekadar bersandar pada nama orang tua atau almamater. Itulah titik di mana optimisme tumbuh, pesimisme runtuh, dan harapan menemukan rumahnya.

Tanggung jawab kita sebagai dosen dan tenaga kependidikan tak boleh setengah hati. Mengajar bukan hanya menyampaikan materi, tapi menghadirkan empati. Mendidik bukan sekadar mentransfer ilmu, tapi menumbuhkan kasih sayang. Jika itu kita lakukan, saya yakin mahasiswa akan menyambut masa depannya dengan gembira, bukan gentar.

Di sinilah saya berdiri, di Bukit Harapan. Di kampus hijau tosca yang penuh semangat Malebbi Warekkadana, Makkeada Ampena. Di sinilah mahasiswa kita berkata, “Harapanku ada di Bukit Harapan,” dan di sinilah mereka belajar menggapainya.

Semoga IAIN Parepare terus tumbuh menjadi pohon ilmu yang rindang, tempat semua orang bisa berteduh, belajar, dan membawa pulang buah pengetahuan yang menyehatkan jiwa.

di dalam Opini
Harapanku di Bukit Harapan
Suhartina 26 Agustus 2025
Share post ini
Arsip