Skip ke Konten

Kurikulum Berbasis Cinta Membangun Religiositas Mahasiswa

oleh Muhammad Haramain - Dosen Bimbingan Konseling Islam IAIN Parepare
24 Juli 2025 oleh
Kurikulum Berbasis Cinta Membangun Religiositas Mahasiswa
Admin

Kita hidup di zaman ketika kata “agama” bisa terdengar terlalu nyaring, kadang membuat takut, kadang membuat orang merasa diadili. Di sisi lain, cinta, yang sejatinya inti dari semua agama, justru tercecer di lorong-lorong akademik. Mahasiswa mengejar predikat, bukan detak hati.


Pertanyaannya begini: bagaimana mungkin religiositas tumbuh dalam suasana pendidikan yang kering kasih? Bagaimana kita berharap mahasiswa menjadi insan religius jika setiap hari mereka dijejali teori, grafik, dan deadline, tapi tidak pernah diajak merenung, mencintai, memaafkan, dan memahami sesama?


Di sinilah kurikulum cinta menjadi penting. Ia bukan pelajaran baru, bukan juga mata kuliah tambahan. Ia adalah cara pandang: bahwa mendidik berarti mencintai, bahwa mengajar berarti menghidupkan jiwa.


Religiositas sejati bukan soal hafalan ayat atau panjangnya doa. Ia tumbuh pelan-pelan, seperti benih dalam tanah yang dirawat dengan sabar. Mahasiswa butuh ruang untuk bertanya tanpa dihakimi, butuh bimbingan yang menyentuh akal dan hati. Kampus yang hanya menilai dari IPK bisa melahirkan sarjana cerdas, tapi kosong. Tapi kampus yang membangun cinta bisa melahirkan pribadi yang jernih dan penuh cahaya.


Kurikulum cinta tidak menolak logika, justru mengisinya dengan rasa. Ia tidak memusuhi kritik, tapi membingkainya dengan empati. Dalam ruang cinta itulah religiositas menjadi hidup, bukan sebagai kewajiban, melainkan kebutuhan. Bukan karena takut neraka, tapi karena rindu pada kebaikan.


Mahasiswa kita tidak hanya butuh teori akhlak, mereka butuh teladan kelembutan, butuh dialog yang menyapa hati, dan butuh suasana kampus yang tidak hanya mengajarkan apa yang benar, tapi juga mengapa harus benar dengan kasih.


Maka jika hari ini ada kegelisahan tentang anak muda dan keimanan, barangkali kita harus jujur bertanya: apakah kita sudah mendidik dengan cinta? Atau hanya menyampaikan dogma yang kaku?


Sebab, sebagaimana benih tidak tumbuh di tanah yang keras, iman juga tidak tumbuh di ruang yang dingin. Ia butuh kehangatan. Dan itulah yang bisa dihadirkan oleh kurikulum berbasis cinta.

Kurikulum Berbasis Cinta Membangun Religiositas Mahasiswa
Admin 24 Juli 2025
Share post ini
Arsip