Skip ke Konten

Menautkan Cinta dan Akuntabilitas dalam Akuntansi Syariah

Dr. Andi Ayu Prihatni, S.E., M. Ak., CTA., ACPA (Sekretaris SPI, IAIN Parepare)
25 Juli 2025 oleh
Menautkan Cinta dan Akuntabilitas dalam Akuntansi Syariah
Hamzah Aziz

Di tengah realitas dunia modern yang semakin terstruktur secara rasional dan kompetitif, esensi pendidikan sebagai sarana pembentukan karakter dan penanaman nilai mulai terpinggirkan. Pendidikan, yang semestinya menjadi instrumen strategis dalam membentuk manusia seutuhnya, sering kali direduksi menjadi sekadar proses transfer pengetahuan. Dalam konteks inilah, Panduan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia menghadirkan pendekatan transformatif yang memadukan dimensi kognitif, afektif, dan spiritual dalam praktik pendidikan, termasuk dalam rumpun ilmu ekonomi dan keuangan syariah.

Kurikulum Berbasis Cinta tidak memposisikan cinta sebagai emosi sentimental semata, melainkan sebagai prinsip dasar dalam membentuk manusia yang berkepribadian luhur - jujur, amanah, bertanggung jawab, dan empatik. Nilai-nilai tersebut sejalan dan relevan dengan prinsip-prinsip dasar dalam Akuntansi Syariah, yang berpijak pada konsep keadilan ('adalah), kejujuran (ṣidq), dan amanah dalam pengelolaan sumber daya ekonomi.

Akuntansi Syariah pada dasarnya bukan hanya instrumen pencatatan dan pelaporan keuangan, tetapi juga merupakan manifestasi dari pertanggungjawaban (hisab) dalam pengelolaan harta sebagai amanah. Ia mengandung dimensi etik dan spiritual yang menempatkan integritas sebagai pilar utama. Dalam kerangka ini, nilai cinta menjadi penggerak batiniah dalam menjaga profesionalisme akuntan syariah agar tidak hanya akurat secara teknis, tetapi juga adil dan bertanggung jawab secara moral.

Pendekatan Kurikulum Berbasis Cinta memperkuat dimensi tersebut dengan menekankan pentingnya spiritualitas dan humanitas dalam proses pembelajaran. Pendidikan akuntansi syariah bukan hanya bertujuan menghasilkan lulusan yang cakap dalam menyusun laporan keuangan, menganalisis rasio profitabilitas atau melakukan audit keuangan, tetapi juga individu yang memahami implikasi sosial dari angka-angka yang mereka sajikan. Seorang mahasiswa yang dibentuk melalui pendekatan KBC akan lebih reflektif dalam menilai dampak keuangan suatu entitas terhadap masyarakat luas, serta lebih kritis dalam mempertanyakan sejauh mana lembaga keuangan Islam telah berkontribusi pada keadilan distributif dan kesejahteraan umat.

Dalam perspektif maqāṣid al-sharī‘ah, orientasi utama dari sistem keuangan Islam adalah menjaga kemaslahatan umat (ḥifẓ al-māl, ḥifẓ al-nafs, dan ḥifẓ al-dīn). Nilai empati dan keadilan sosial yang diusung oleh KBC selaras dengan prinsip ini. Sebagai contoh, pelajaran tentang audit syariah tidak hanya diarahkan pada kepatuhan prosedural terhadap prinsip-prinsip syariah, tetapi juga sebagai upaya mencegah ketidakadilan dan penyalahgunaan dana umat. Demikian pula, penyusunan laporan keuangan lembaga zakat dan wakaf menjadi lebih bermakna ketika disandingkan dengan nilai kepercayaan publik (trust) yang dibangun melalui transparansi dan cinta kepada sesama.

Paradigma cinta yang ditawarkan KBC juga mendorong pergeseran dari budaya kompetitif yang individualistik menuju kolaborasi berbasis kasih sayang (rahmah). Dalam dunia keuangan, yang acap kali dikritik karena sifatnya yang kering dan transaksional, pendekatan ini menjadi relevan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai etik. Di ruang kelas akuntansi syariah, misalnya, diskusi tidak hanya berfokus pada standar pelaporan keuangan berbasis PSAK Syariah, tetapi juga membangun kesadaran mahasiswa akan peran akuntansi dalam mewujudkan keadilan sosial ekonomi.

Lebih dari itu, pendekatan ini menumbuhkan kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, termasuk ilmu akuntansi bukan tujuan, tetapi wasilah (sarana) untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan memberi manfaat kepada masyarakat. Ilmu bukan semata alat untuk mencari nafkah, melainkan juga sarana untuk menjalankan fungsi khalifah di bumi.

Adapun tantangan integrasi nilai cinta ke dalam kurikulum akuntansi syariah tentu tidak ringan. Diperlukan keberanian untuk merancang ulang dokumen pembelajaran seperti Rencana Pembelajaran Semester (RPS), mendesain asesmen berbasis proses dan karakter, serta melatih pendidik agar mampu menjadi teladan nilai dalam praktik pembelajaran. Namun, sebagaimana setiap perubahan besar, proses ini dimulai dari langkah-langkah kecil yang konsisten dan sadar arah.

Pada akhirnya, Kurikulum Berbasis Cinta bukanlah idealisme kosong. Ia merupakan respons konkret terhadap krisis etika dan spiritual dalam dunia pendidikan dan keuangan modern. Di balik laporan keuangan yang disusun, terdapat nilai, di balik neraca, terdapat Amanah, dan di balik profesi akuntan syariah, terdapat jiwa yang seharusnya dipenuhi cinta kepada Tuhan, sesama, dan semesta. Ketika cinta menjadi bagian dari kurikulum, maka ilmu tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga memanusiakan.

Menautkan Cinta dan Akuntabilitas dalam Akuntansi Syariah
Hamzah Aziz 25 Juli 2025
Share post ini
Arsip