Skip ke Konten

Mengajarkan dengan Cinta: Komunikasi yang Tak Pernah Gagal di Ruang Kelas

24 Juli 2025 oleh
Fikruzzamansaleh

Oleh Fikruzzaman Saleh – Komunikasi dan Penyiaran Islam

Di zaman sekarang, kita mudah sekali terpikat pada kurikulum, metode belajar baru, teknologi pendidikan, hingga standar capaian kompetensi yang rumit. Namun di tengah semua itu, kita sering lupa satu hal paling mendasar yaitu cinta. Bukan cinta ala drama Korea atau sinetron jam malam, tapi cinta sebagai bentuk perhatian, kepedulian, dan komunikasi tulus dari hati ke hati. Cinta yang menyentuh dan membentuk karakter, bukan sekadar menjejalkan pengetahuan.

Mari kita jujur sejenak. Berapa banyak anak yang pergi ke sekolah, duduk berjam-jam, namun pulang tanpa merasa dihargai? Berapa banyak guru yang mengajar hanya karena kewajiban, tanpa pernah benar-benar membangun relasi dengan muridnya? Padahal, komunikasi yang paling ampuh dalam pendidikan bukan berasal dari slide PowerPoint atau soal-soal pilihan ganda, tapi dari bagaimana seorang dosen menyampaikan ilmu dengan cinta.

Cinta dalam ruang kelas itu nyata. Ia hadir dalam bentuk sapaan lembut, dalam senyum yang tulus, dalam kesediaan mendengar cerita mahasiswa yang sedang sedih, dalam kepekaan terhadap mahasiswa yang diam-diam lapar atau sedang berjuang di rumah yang kacau. Pendidikan bukan hanya soal nilai, namun soal menjadi manusia.

Komunikasi yang berhasil dalam pendidikan bukan cuma soal pintar berbicara, tapi soal bisa memahami. Cinta membuat kita tidak asal menyuruh, tapi tahu kapan harus diam, kapan harus menenangkan, dan kapan harus mendorong. Dosen yang mengenal mahasiswanya tahu betul bahwa setiap anak itu unik, punya latar belakang berbeda, dan tidak semua bisa diperintah dengan cara yang sama.

Sayangnya, sistem pendidikan kita masih terlalu menekankan pada hasil, bukan proses. Mahasiswa atau murid yang nilainya tinggi dianggap sukses, padahal bisa jadi dia belajar karena takut, bukan karena paham. Di sinilah komunikasi cinta penting: ia mengubah ketakutan menjadi keingintahuan, mengubah tekanan menjadi motivasi.

Cinta Tidak Melemahkan, Justru Menguatkan

Sebagian orang menganggap mengajar dengan cinta adalah bentuk kelembutan yang berlebihan. Katanya, mahasiswa jadi manja. Namun justru sebaliknya. Saat mereka masih menempuh pendidikan dasar sampai menengah, anak yang dibesarkan dalam suasana penuh kasih akan tumbuh lebih tangguh. Mereka tidak takut salah karena tahu kesalahan itu bagian dari belajar. Mereka tidak takut bertanya karena tahu gurunya bukan hakim, tapi teman perjalanan.

Dalam dunia penyiaran, kita tahu bahwa pesan akan diterima dengan baik jika dikemas dengan bahasa yang menyentuh. Begitu pula dalam pendidikan. Guru adalah penyiar, dan murid adalah pendengarnya. Bedanya, sinyal terbaik di ruang kelas bukan berasal dari jaringan internet, tapi dari frekuensi cinta.

Saatnya Revolusi Sunyi di Dunia Pendidikan

Tidak perlu menunggu perubahan kurikulum nasional untuk memulai revolusi ini. Cukup dengan satu langkah kecil: hadirkan cinta dalam cara kita mengajar. Sapalah murid dengan nama mereka. Dengarkan cerita mereka. Jangan terburu-buru menilai atau menghakimi. Buatlah mereka merasa aman, bukan terancam.

Cinta adalah kurikulum yang tak tertulis, namun paling dirasakan. Ia mungkin tidak masuk dalam RPS atau bahan ajar, namun justru menjadi kunci keberhasilan sejati dalam pendidikan. Komunikasi yang berangkat dari cinta akan melahirkan ruang kelas yang hidup, bukan hanya penuh suara, tapi juga penuh makna.

Mengajarkan dengan cinta bukan berarti menghapus disiplin, tapi mengarahkan dengan hati. Karena pada akhirnya, ilmu yang paling membekas bukanlah yang ditulis di papan tulis, tapi yang ditanamkan lewat kasih sayang.

di dalam Opini
Fikruzzamansaleh 24 Juli 2025
Share post ini
Label
Arsip