Maulid Nabi Muhammad SAW. bukan sekadar peringatan kelahiran seorang tokoh agung, tetapi sebuah undangan spiritual untuk kembali mengingat janji terdalam kita kepada Allah. Sebelum kita lahir ke dunia dan ditiupkan roh, setiap jiwa sudah bersaksi "alastu birabbikum" (QS. Al-A‘raf: 172), yang artinya "Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Namun, perjalanan di dunia sering membuat kita lupa pada ikrar itu. Melalui keteladanan Rasulullah SAW., kita diajak untuk kembali menempuh jalan pencarian Allah, jalan yang sejatinya sudah terpatri dalam fitrah kita.
banyak peristiwa dahsyat yang diabadikan oleh sejarah atas izin Allah SWT. untuk menjadi pengingat bagi kaum yang berfikir. salah satunya adalah Isra Mikraj yang menjadi bukti nyata perjalanan spiritual yang diabadikan Allah dalam kisah agung. Bukan sekadar cerita sejarah, tetapi isyarat bahwa jalan menuju Allah itu ada, terbuka, dan bisa ditempuh oleh siapa pun yang mau meniti jalan ilmu dan penghambaan. Rasulullah SAW. menunjukkan bahwa naiknya seorang hamba ke hadirat Allah bukanlah mustahil, melainkan hakikat yang dapat dirasakan bagi mereka yang membersihkan hati dan melatih ruh.
Di sinilah letak makna terdalam dari perintah “Iqra” (bacalah). Perintah pertama Allah kepada Nabi Muhammad SAW. bukanlah sekadar membaca huruf-huruf dan menimbun pengetahuan duniawi, tetapi ajakan untuk menyingkap tabir ilmu mutlak. Kita dituntut untuk membaca ayat-ayat kauniyah (alam semesta), ayat-ayat qauliyah (wahyu), sekaligus ayat-ayat nafsi (jiwa dan roh kita). Membaca dalam arti tasawuf adalah menyingkap jalan menuju Allah, sebagaimana Rasulullah SAW. membaca tanda-tanda ilahi hingga beliau benar-benar berjumpa dengan Allah dalam peristiwa Mikraj. Inilah hakikat ilmu yang sejati: ilmu yang menuntun pada pertemuan dengan Sang Pencipta.
Mukjizat Rasulullah SAW. dalam berbagai peristiwa pun mengajarkan bahwa perlindungan dan pertolongan Allah selalu nyata. Ketika beliau dikepung musuh tetapi tidak terlihat, ketika Jibril senantiasa mendampingi, hingga kemenangan di medan perang yang mustahil menurut logika manusia, semuanya menjadi saksi bahwa hidup ini tak lain adalah panggung ketundukan total kepada Allah. Kisah-kisah itu bukan dongeng masa lalu, melainkan cahaya petunjuk bagi umat hingga akhir zaman.
Momentum Maulid ini seharusnya menggugah hati kita: apakah kita sudah benar-benar mencari Allah? Sudahkah kita menempuh ilmu yang dapat menghidupkan hati, ilmu yang diwariskan Rasulullah SAW. untuk mendekatkan hamba pada Rabb-nya? Jangan sampai kita baru mencari Allah ketika ajal tiba, padahal pertanggungjawaban di hadapan-Nya pasti menanti.
Maka mari kita isi peringatan Maulid ini dengan tekad baru: meneladani cinta dan perjalanan Rasulullah SAW. Mari mendalami ilmu yang menghubungkan ruhani kita dengan Allah, agar sebelum kematian datang, kita telah menemukan hakikat perjumpaan dengan-Nya. Inilah jalan cinta yang diwariskan Rasulullah SAW., jalan menuju Allah yang menjadi tujuan akhir segala kehidupan.
wallahualam bissawab.