Skip ke Konten

Pendidikan Berbasis Cinta untuk Kesehatan Masyarakat yang Inklusif dan Harmonis

Nuraliah, M.P.H: (Dosen Pengembangan Masyarakat Islam)
24 Juli 2025 oleh
Pendidikan Berbasis Cinta untuk Kesehatan Masyarakat yang Inklusif dan Harmonis
Suhartina

Ketika kita bicara tentang kesehatan masyarakat di Indonesia, kita tidak bisa hanya membahas puskesmas, imunisasi, atau gizi. Kita juga harus menyinggung pendidikan, karena pendidikan adalah pilar penting yang sangat menentukan kualitas kesehatan generasi mendatang. Salah satu pendekatan yang kini layak dipertimbangkan secara serius adalah pendidikan berbasis cinta. Dalam kacamata public health, cinta bukan sekadar emosi, tetapi fondasi dari pola asuh sehat, relasi sosial yang suportif, dan pembangunan karakter anak sejak dini—semuanya berdampak langsung pada kesehatan masyarakat secara luas.

Stunting, misalnya, tidak hanya dipicu oleh masalah gizi kronis, tetapi juga berkaitan erat dengan lingkungan rumah tangga dan kualitas stimulasi psikososial pada anak. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dan sekolah yang minim kasih sayang, penuh tekanan, dan miskin dialog, akan mengalami keterlambatan perkembangan, baik fisik maupun mental. Maka, ketika kita bicara soal intervensi stunting, kita tak bisa hanya menyiapkan makanan tambahan, tetapi juga membangun sistem pendidikan dan pengasuhan yang nurturing, yang penuh cinta, perhatian, dan penghargaan terhadap martabat anak.

Sayangnya, sebagian besar pendekatan pendidikan di Indonesia masih cenderung instruksional dan kaku. Anak-anak dijejali hafalan, dikejar target nilai, dan kurang diberikan ruang untuk tumbuh secara emosional. Padahal, riset menunjukkan bahwa perkembangan karakter, seperti rasa percaya diri, kemampuan mengelola emosi, dan keterampilan sosial—berkaitan erat dengan status kesehatan anak dalam jangka panjang. Pendidikan yang tidak ramah justru bisa menjadi faktor risiko bagi gangguan kesehatan mental, yang saat ini mulai meningkat tajam, terutama di kalangan remaja.

Di sinilah pentingnya gagasan pendidikan berbasis cinta sebagai bentuk pencegahan primer dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan yang didasarkan pada cinta akan membentuk lingkungan belajar yang aman secara emosional, penuh dukungan, dan menghargai keberagaman. Ini menjadi modal sosial yang penting, terutama dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, di mana kerentanan terhadap diskriminasi, perundungan, dan polarisasi identitas cukup tinggi. Cinta menjadi mekanisme pertahanan sosial, yang jika ditanamkan sejak dini, akan memperkuat kohesi masyarakat dan menurunkan potensi konflik sosial—yang ujungnya juga berdampak pada kesehatan masyarakat.

Kita juga perlu mengingat bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak bisa bekerja sendiri. Puskesmas, rumah sakit, dan tenaga kesehatan akan lebih efektif jika masyarakat memiliki pemahaman, kepedulian, dan empati yang kuat. Nilai-nilai itu dibentuk di sekolah dan keluarga, bukan hanya di ruang praktik medis. Bayangkan jika pendidikan kita berhasil menumbuhkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga peduli pada lansia, sensitif terhadap anak berkebutuhan khusus, dan aktif dalam gerakan hidup sehat. Maka kampanye kesehatan tidak akan berhenti di poster, tetapi menjadi gerakan sosial yang nyata.

Lebih jauh, pendidikan berbasis cinta dapat memperbaiki kualitas hubungan antara masyarakat dan penyedia layanan kesehatan. Selama ini, kita masih melihat banyak ketidakpercayaan terhadap program kesehatan karena miskomunikasi, stigma, dan minimnya pendekatan humanis. Anak-anak yang tumbuh dalam kurikulum penuh cinta akan terbiasa berdialog, menghormati otoritas yang adil, dan membangun relasi horizontal—ini penting dalam membangun ekosistem pelayanan kesehatan yang partisipatif dan setara.

Sebagai seorang akademisi di bidang kesehatan masyarakat, saya percaya bahwa reformasi sistem pendidikan adalah bagian dari strategi jangka panjang dalam menyehatkan bangsa. Pendidikan yang tidak membangun empati dan karakter hanya akan menghasilkan individu cerdas yang egois, atau bahkan apatis terhadap problem kesehatan masyarakat. Sebaliknya, ketika cinta menjadi landasan pembelajaran, kita sedang membangun masyarakat yang peduli, gotong royong, dan siap menjaga satu sama lain.

Maka, pendidikan berbasis cinta bukan hanya soal idealisme moral, tetapi bagian dari kebijakan kesehatan masyarakat. Ia adalah vaksin sosial yang mencegah krisis psikologis, menekan angka kekerasan, memperkuat dukungan sosial, dan bahkan berkontribusi pada penurunan stunting dan peningkatan kualitas hidup anak-anak Indonesia. Dalam konteks masyarakat Indonesia kompleks, cinta adalah bahasa yang menyehatkan. Sudah waktunya kita menempatkannya sebagai inti dari pendidikan dan pembangunan bangsa.

Pendidikan Berbasis Cinta untuk Kesehatan Masyarakat yang Inklusif dan Harmonis
Suhartina 24 Juli 2025
Share post ini
Arsip