Skip ke Konten

Pendidikan yang Merawat Jiwa: Mendidik Anak Lewat Pancacinta

Prof. Dr. Hannani, M. Ag. (Rektor Institut Agama Islam Negeri Parepare)
24 Juli 2025 oleh
Pendidikan yang Merawat Jiwa: Mendidik Anak Lewat Pancacinta
Suhartina

"Ada yang senyap di sekolah-sekolah kita. Ada yang retak, tak terdengar, di balik papan tulis dan deretan nilai. Anak-anak kita pandai menghafal rumus cinta, tapi asing pada pelukan kasih yang tulus."

Mereka bisa menjelaskan gaya gravitasi, tapi gagap menghadapi temannya yang menangis diam-diam. Mereka tahu menjawab soal, tapi tak tahu bagaimana menyentuh hati yang remuk.

Padahal pendidikan tak pernah sekadar soal logika. Ia juga tentang hati yang disapa dan luka yang dipeluk. Dimensi afektif ini sering luput dalam perumusan kurikulum formal, nilai-nilai cinta yang tak tertulis dalam silabus, tapi berperan penting membentuk manusia seutuhnya.

Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) hadir sebagai respons terhadap kegersangan sistem pendidikan yang terlalu menekankan angka, ujian, dan kompetisi. Gagasan ini bukan sekadar romantisme, tetapi ajakan untuk kembali pada akar: bahwa pendidikan adalah ruang pemulihan dan penumbuhan jiwa. Howard Gardner menyebutnya sebagai bentuk kecerdasan interpersonal dan intrapersonal, sementara Paulo Freire menyebut pendidikan sejati sebagai tindakan cinta yang membebaskan, bukan menundukkan.

Terdapat dimensi afektif dalam pendidikan yang kerap luput dari perumusan kurikulum formal, yakni nilai-nilai cinta yang tak tertulis secara eksplisit dalam silabus, tetapi berperan signifikan dalam membentuk karakter dan kemanusiaan peserta didik. Lima bentuk cinta ini bekerja secara senyap tetapi mendalam: menyembuhkan luka-luka psikologis melalui kehadiran empatik, serta menumbuhkan kasih secara gradual dalam relasi dengan Tuhan, ilmu, alam, sesama, dan tanah air. Dalam proses inilah pendidikan menjelma sebagai ruang pemulihan dan penumbuhan jiwa, bukan sekadar transmisi pengetahuan.

1. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya

Inilah cinta yang menjadi akar. Ia tidak tumbuh dari ancaman, tapi dari air mata yang jatuh di tikar sajadah, dari sunyi yang bersyahadat dalam malam-malam sepi. Anak-anak jangan diajari takut neraka sebelum kenal kelembutan Tuhan.  Ajari mereka mencintai Nabi, bukan lewat lomba-lomba hafalan, tapi dengan kisah beliau yang menangis demi umat bahkan untuk mereka yang belum lahir.

Cinta kepada Tuhan bukan hafalan, ia adalah kerinduan yang tumbuh,lewat tatapan guru yang sabar, dan pelukan ibu yang tak pernah putus.

2. Cinta kepada Ilmu

Ilmu bukan medali. Ia cahaya yang menunjukkan jalan pulang kepada Tuhan. Anak-anak jangan dikejar angka, tapi diajak jatuh cinta pada keindahan semesta pada hujan yang turun, pada bintang yang bergerak, pada ayat-ayat-Nya yang berserakan dalam rumput dan rumus.

Guru sejati bukan pengawas kelas, tapi penjaga api dalam dada murid-muridnya. Ia menyalakan lilin, dan berkata pelan: "Belajarlah, Nak… ini bentuk sujud paling dalam."

3. Cinta kepada Lingkungan

Bumi bukan tempat tinggal, ia adalah ibu yang letih oleh langkah anak-anaknya. Ajarkan anak mencium tanah sebelum mereka berlari di atasnya. Ajarkan bahwa sungai bukan saluran buangan, tapi saudara yang menampung banyak doa. Daun yang gugur pun harus dihormati. Semut kecil pun punya rumah dan takdir. Pohon yang diam adalah guru paling sabar. Anak-anak harus tahu: menyapu halaman sekolah, adalah menyapu debu dari hatinya sendiri.

4. Cinta kepada Diri dan Sesama

Mencintai diri bukan kesombongan, ia adalah keberanian untuk berkata: “Aku pernah terluka… tapi aku memilih tumbuh.” Tak semua anak juara. Namun, semua anak mulia, bila mereka tahu caranya menerima, dan berani berkata, “Aku berharga.”

Dari sana lahir kasih kepada sesama, bukan karena satu agama, tapi karena kita sama-sama manusia. Kita ajarkan sipakatau, karena hidup bukan soal menang, tapi soal saling menegakkan ketika jatuh.

5. Cinta kepada Tanah Air

Tanah air bukan peta dan lagu wajib. Ia luka dan cinta yang diwariskan dari peluh nenek moyang. Ajarkan anak-anak bahwa mencintai negeri ini bukan saat upacara, tapi saat mereka tak mencontek. Saat mereka membantu tetangga, tanpa tanya: kau dari suku apa?

Bendera bukan hanya kain, ia adalah nyawa para pejuang yang tak dikenal. Mencintai tanah air, adalah bagian dari iman yang tak tumbuh dari benci.

Mendidik dengan Cinta

Sekolah bukan tempat menjejalkan isi kepala, tapi taman bagi jiwa-jiwa yang belajar menjadi manusia. Ajarkan anak berjalan dengan cinta, berkata dengan cinta, mengulurkan tangan dengan cinta. Karena hanya dengan cinta, anak-anak akan mengenal Tuhan, dan hanya dengan cinta, pendidikan menjadi jalan pulang, bagi hati-hati kecil yang tersesat di dunia yang terlalu bising.

Pendidikan yang Merawat Jiwa: Mendidik Anak Lewat Pancacinta
Suhartina 24 Juli 2025
Share post ini
Arsip