Skip ke Konten

Khitan Perempuan di Masyarakat Bugis-Makassar: Antara Tradisi dan Hukum Islam

Penelitian oleh Prof. Dr. Hj. Rusdaya Basri et.al. ini mengkaji praktik khitan perempuan di komunitas Bugis-Makassar. Studi ini menyoroti bagaimana praktik ini tidak hanya dipengaruhi oleh faktor agama, tetapi juga oleh aspek budaya dan sosial. Dengan menggunakan pendekatan hukum empiris, penelitian ini mengeksplorasi bagaimana masyarakat lokal memahami dan mempraktikkan khitan perempuan serta bagaimana Islam memandangnya dalam berbagai mazhab fikih.
25 Maret 2025 oleh
Khitan Perempuan di Masyarakat Bugis-Makassar: Antara Tradisi dan Hukum Islam
Admin

Editor: Muhammad Haramain

Sumber: Rusdaya Basri et al. (2024). Female Circumcision in Bugis-Makassar Society of South Sulawesi: Between Cultural Symbolism and the Islamic Law. Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, 8(3), 1503–1523. https://doi.org/10.22373/sjhk.v8i3.22381.

 

Pendahuluan

Di tengah perdebatan global mengenai praktik khitan perempuan, masyarakat Bugis-Makassar masih mempertahankan tradisi ini sebagai bagian dari warisan budaya dan ajaran Islam. Sebagian masyarakat menganggapnya sebagai simbol kesucian dan kehormatan, sementara perspektif hukum Islam menawarkan berbagai pandangan terkait manfaat dan dampaknya.

Dalam berbagai komunitas Muslim, khitan perempuan telah menjadi praktik yang diwariskan turun-temurun. Namun, perdebatan mengenai legalitas dan dampaknya terus berkembang. Beberapa ulama berpendapat bahwa khitan perempuan memiliki landasan dalam ajaran Islam, sementara yang lain menolaknya karena potensi dampak negatif terhadap kesehatan perempuan (Purwanto et al., 2019).

Masyarakat Bugis-Makassar memiliki pandangan unik terhadap khitan perempuan. Bagi mereka, ritual ini bukan sekadar prosedur medis, tetapi juga memiliki makna simbolik dalam kehidupan sosial dan spiritual. Namun, di tengah perdebatan global tentang hak perempuan dan kesehatan reproduksi, praktik ini menghadapi tantangan dan kritik.

Penelitian ini berupaya mengkaji khitan perempuan di masyarakat Bugis-Makassar dengan pendekatan simbolisme budaya dan perspektif hukum Islam. Dengan memahami praktik ini dari berbagai sudut pandang, kita dapat melihat bagaimana nilai-nilai budaya dan agama saling berinteraksi dalam kehidupan masyarakat.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode hukum empiris. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan tokoh adat, Sanro (dukun ahli ritual khitan), serta masyarakat di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, seperti Pinrang, Parepare, Barru, Gowa, dan Jeneponto. Hasil wawancara dianalisis menggunakan teori interaksionisme simbolik dan maslahat untuk memahami nilai budaya dan hukum Islam yang melatarbelakangi praktik ini.

Proses Khitan Perempuan dalam Tradisi Bugis-Makassar

Di Sulawesi Selatan, praktik khitan perempuan, yang dikenal sebagai Qatta', dilakukan dalam dua bentuk utama. Pertama, secara simbolik, tanpa pemotongan atau perlukaan, melainkan hanya sebagai ritual adat yang diwariskan secara turun-temurun. Praktik ini lebih bersifat seremonial dan bertujuan untuk menandai kedewasaan seorang anak perempuan tanpa menimbulkan perubahan fisik. Kedua, secara insisi dan eksisi, yaitu dengan pemotongan pada bagian klitoris, meskipun kecil, asalkan mengeluarkan darah. 

Ritual khitan perempuan di Bugis-Makassar terbagi dalam tiga tahap:

  • Persiapan: Sebelum pelaksanaan khitan, anak perempuan dimandikan dengan air yang dicampur daun pacar (henna). Mereka juga mengenakan pakaian adat seperti baju bodo dan kain sarung Bugis.
  • Pelaksanaan: Khitan dilakukan oleh Sanro dengan menggunakan alat tradisional. Dalam beberapa kasus, hanya dilakukan goresan simbolis tanpa sayatan.
  • Pasca-khitan: Anak yang telah dikhitan diberikan gula merah sebagai simbol doa agar kehidupannya manis dan penuh keberkahan.

Makna Simbolik Khitan Perempuan

Praktik ini memiliki berbagai makna budaya dan spiritual, di antaranya:

  • Simbol Kesucian: Khitan dianggap sebagai cara untuk menjaga kesucian perempuan sebelum menikah.
  • Peningkatan Status Sosial: Perempuan yang telah dikhitan dianggap lebih siap memasuki tahap kehidupan dewasa.
  • Doa untuk Kehidupan yang Sejahtera: Ritual ini sering diiringi dengan doa agar anak perempuan tumbuh menjadi individu yang berbudi luhur dan mendapat keberkahan dalam hidupnya.

Perspektif Hukum Islam

Pandangan hukum Islam mengenai khitan perempuan bervariasi:

  • Pendekatan Mazhab Syafi’i: Menganggap khitan perempuan sebagai sunnah yang dianjurkan.
  • Pendekatan Mazhab Hanafi dan Maliki: Tidak menganggapnya sebagai kewajiban, tetapi lebih kepada tradisi lokal yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
  • Pendekatan Kesehatan dan Hak Asasi Manusia: Beberapa ulama dan organisasi internasional menilai bahwa jika praktik ini menimbulkan bahaya, maka dapat dilarang berdasarkan prinsip la darar wa la dirar (tidak boleh membahayakan diri sendiri atau orang lain).

Dalam konteks modern, khitan perempuan di Bugis-Makassar mengalami pergeseran makna. Dulu, ritual ini dipandang sebagai keharusan budaya dan agama, tetapi kini banyak keluarga yang mempertanyakan relevansinya. Beberapa tokoh agama mendukung praktik ini dengan alasan spiritual, sementara kelompok medis dan aktivis perempuan menekankan potensi risikonya terhadap kesehatan.

Analisis menggunakan teori maslahat menunjukkan bahwa praktik ini dapat dibenarkan selama tidak menimbulkan mudarat. Jika ada risiko kesehatan yang signifikan, maka dalam Islam dianjurkan untuk meninggalkan praktik tersebut guna menghindari bahaya.

Khitan perempuan dalam masyarakat Bugis-Makassar bukan sekadar prosedur medis, tetapi juga memiliki makna simbolik yang kuat. Namun, di era modern, praktik ini menghadapi tantangan dari perspektif kesehatan dan hak perempuan. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih fleksibel diperlukan, dengan tetap menghormati nilai budaya tetapi juga mempertimbangkan aspek medis dan hukum Islam yang lebih luas.

Sebagai langkah konkret, edukasi mengenai khitan perempuan perlu diperkuat, baik dari segi kesehatan maupun nilai-nilai agama. Pemerintah dan ulama dapat berkolaborasi untuk memberikan pemahaman yang lebih seimbang agar masyarakat dapat mengambil keputusan yang terbaik bagi anak perempuan mereka.

 

di dalam Riset
Khitan Perempuan di Masyarakat Bugis-Makassar: Antara Tradisi dan Hukum Islam
Admin 25 Maret 2025
Share post ini
Label
Arsip