Skip ke Konten

Mutiara Bersinar dalam Peradaban Lokal: Memahami Konsep Luqman Al-Hakim dalam Latoa dan Relevansinya terhadap Etos Islam

Penelitian oleh Prof. Dr. H.Mahsyar dkk ini mengulas bagaimana konsep etika Luqman Al-Hakim dalam naskah klasik Latoa memiliki relevansi dalam membentuk etos Islam. Dengan menggunakan pendekatan struktural-fungsional Talcott Parsons, penelitian ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai kearifan lokal dapat memperkuat pembangunan karakter Islami di masyarakat.
25 Maret 2025 oleh
Mutiara Bersinar dalam Peradaban Lokal: Memahami Konsep Luqman Al-Hakim dalam Latoa dan Relevansinya terhadap Etos Islam
Admin

Editor: Muhammad Haramain

Sumber: Mahsyar, Andi Bahri, St. Nurhayati, dan Mohammad Yaumi. “Local Civilization and Hadīth Traditions: Exploring Luqman Al-Hakim`s Conception of ‘Sparkling Pearls’ in Latoa and its Relevance for Islamic Ethos Development.” Journal of Islamic Thought and Civilization 14, no. 1 (2024): 209–230. https://doi.org/10.32350/jitc.141.13.


Pendahuluan

Karakter yang kuat adalah fondasi utama bagi suatu bangsa untuk berkembang. Namun, kemerosotan moral dan penyimpangan dari norma-norma sosial sering menjadi tantangan besar. Dalam konteks Indonesia, yang mayoritas penduduknya Muslim, pembentukan karakter berbasis etika Islam menjadi krusial (Hasanah et al., 2022).

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2023 terdapat 19.593 kasus kekerasan, dengan 7.451 korbannya adalah remaja usia 13–17 tahun (Muhamad, 2023). Fakta ini mengindikasikan adanya krisis moral yang perlu segera diatasi.

Dalam budaya Bugis, terdapat konsep pangngaderreng, yaitu prinsip hidup yang mengatur tatanan sosial dan nilai-nilai keagamaan. Konsep ini kemudian berintegrasi dengan ajaran Islam seiring masuknya Islam ke kerajaan-kerajaan Bugis pada abad ke-16 dan 17. Salah satu aspek penting dari ajaran ini adalah konsep "Mutiara Bersinar" dari Luqman Al-Hakim, yang terdiri dari empat pilar utama:

  1. Teppe (Keimanan)
  2. Isseng (Keilmuan)
  3. Gau Patujue (Akhlak Baik)
  4. Siri’e (Martabat/Dignitas)

Di tengah arus modernisasi yang semakin deras, masyarakat Muslim menghadapi tantangan dalam menjaga nilai-nilai budaya yang selaras dengan ajaran Islam. Salah satu warisan intelektual yang menarik untuk dikaji adalah konsep "Mutiara Bersinar" (Sparkling Pearls) dari Luqman Al-Hakim, sebagaimana tertuang dalam manuskrip klasik Latoa. Konsep ini mencerminkan nilai-nilai etika dan moral yang berakar pada kebijaksanaan lokal dan tetap relevan dalam pengembangan karakter Muslim saat ini.

Melalui penelitian ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana konsep ini dapat diterapkan dalam membangun karakter Islam yang kuat dan relevan di era modern.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan kajian pustaka. Data dikumpulkan melalui analisis manuskrip Latoa serta literatur hadis terkait dengan konsep etika dan moralitas. Data dianalisis menggunakan teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons, yang menekankan bahwa harmoni sosial dapat dicapai jika institusi sosial menjalankan fungsinya sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku.

Mutiara Bersinar: Pilar-Pilar Etos Islam dalam Latoa

Dalam naskah Latoa, Luqman Al-Hakim digambarkan sebagai tokoh bijak yang memberikan nasihat tentang bagaimana membangun karakter yang luhur. Keempat konsep utama dalam "Mutiara Bersinar" adalah:

  • Teppe (Keimanan): Konsep ini menekankan pentingnya kejujuran dan ketulusan dalam menjalankan agama. Hadis Nabi menegaskan bahwa iman bukan hanya keyakinan, tetapi juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata (Ibn Majah, No. 64).
  • Isseng (Keilmuan): Seorang Muslim yang baik tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, tetapi juga kebijaksanaan moral. Dalam budaya Bugis, seseorang yang hanya cerdas tetapi tidak memiliki etika disebut "macca bawangmi"—cerdas tetapi tidak bermoral.
  • Gau Patujue (Akhlak Baik): Akhlak yang baik merupakan refleksi dari karakter yang kuat. Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah bersabda, "Kebaikan adalah akhlak yang baik" (Muslim, No. 38).
  • Siri’e (Martabat/Dignitas): Dalam budaya Bugis, harga diri (siri') merupakan aspek penting dalam kehidupan sosial. Hadis Nabi menegaskan, "Jika kamu tidak memiliki rasa malu, maka lakukanlah apa yang kamu mau" (Bukhari, No. 6120).

Integrasi Etos Islam dalam Kehidupan Sosial

Penelitian ini menemukan bahwa konsep "Mutiara Bersinar" memiliki relevansi dalam berbagai aspek kehidupan sosial, antara lain:

  • Pendidikan Karakter: Pembelajaran berbasis manuskrip klasik dapat memperkuat karakter Islami di sekolah dan pesantren.
  • Kehidupan Bermasyarakat: Nilai-nilai ini membentuk harmoni sosial dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam menghadapi tantangan modern seperti individualisme dan materialisme.
  • Etos Kerja Islam: Konsep ini dapat diterapkan dalam dunia kerja untuk membentuk tenaga kerja yang jujur, amanah, dan bertanggung jawab.

Konsep "Mutiara Bersinar" dapat dikontekstualisasikan dalam pembangunan karakter Islami di era modern. Dalam teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons, nilai-nilai ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan sosial. Jika nilai-nilai ini hilang, maka masyarakat akan mengalami disorientasi moral dan sosial.

Dalam konteks pendidikan Islam, penelitian ini merekomendasikan agar pendidikan karakter berbasis manuskrip klasik dijadikan sebagai strategi dalam kurikulum pendidikan Islam. Hal ini sejalan dengan pendekatan yang dilakukan oleh beberapa negara dalam menggunakan kearifan lokal untuk memperkuat nilai-nilai agama dalam pendidikan (Malihah, 2015).

Konsep "Mutiara Bersinar" dalam Latoa menawarkan model karakter Islami yang relevan dalam membangun etos Islam di masyarakat modern. Dengan memahami nilai-nilai ini, kita dapat:

Menanamkan karakter Islami yang kuat pada generasi muda.

Menggunakan pendekatan berbasis budaya lokal dalam pendidikan Islam.

Membangun etos kerja Islami yang jujur dan bertanggung jawab.

Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat perlu mendorong kajian ulang terhadap manuskrip klasik untuk memperkaya pemahaman kita tentang karakter Islami. Dengan demikian, nilai-nilai luhur dari warisan intelektual seperti Latoa dapat tetap relevan dan memberikan manfaat bagi generasi mendatang.

di dalam Riset
Mutiara Bersinar dalam Peradaban Lokal: Memahami Konsep Luqman Al-Hakim dalam Latoa dan Relevansinya terhadap Etos Islam
Admin 25 Maret 2025
Share post ini
Label
Arsip