Skip ke Konten

Riset: Media Mainstream Merekam Hegemoni Industri, Media Alternatif Suarakan Krisis Ekologi di Maros

16 Desember 2025 oleh
Fikruzzamansaleh

Deru mesin pabrik semen yang tak henti, debu yang melayang di udara, serta kelangkaan air bersih. Fenomena ini bukan sekadar cerita dari pelosok negeri, melainkan realitas pahit yang dialami masyarakat di sekitar kawasan industri. Di tengah kondisi ini, media memainkan peran krusial, membentuk narasi yang seringkali berbeda jauh dari pengalaman sehari-hari warga terdampak. Apakah media merefleksikan penderitaan masyarakat, atau justru menjadi corong kepentingan korporasi? Pertanyaan inilah yang coba dijawab oleh sebuah penelitian mendalam.


Dalam riset berjudul Hegemoni Lingkungan dalam Diskursus Media (Studi Kasus Krisis Ekologi Masyarakat di Kabupaten Maros) yang dilakukan oleh Wahyuddin Bakri, Muhammad Rizki Citanegara, Muhammad Ikrar, dan Muhammad Baqir, terungkap bagaimana media mainstream dan media alternatif membingkai isu krisis ekologi di Kabupaten Maros, khususnya terkait aktivitas PT Semen Bosowa. Penelitian ini menyoroti perbedaan mencolok antara realitas yang dibangun media dan pengalaman langsung masyarakat, sekaligus mengungkap dinamika kekuasaan yang membentuk wacana publik.


Menguak Dua Wajah Narasi Lingkungan


Penelitian ini menggunakan Analisis Wacana Kritis (AWK) model Norman Fairclough, sebuah pendekatan multidimensi yang membedah hubungan antara bahasa, kekuasaan, dan ideologi dalam teks dan praktik sosial. AWK tidak hanya melihat struktur linguistik, tetapi juga bagaimana teks diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi, serta bagaimana wacana tersebut mencerminkan dan membentuk struktur sosial. Teori hegemoni Antonio Gramsci dan konstruksi sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckmann turut menjadi lensa untuk memahami bagaimana realitas lingkungan di Maros dibentuk dan dipersepsi.


Krisis ekologi, yang mencakup perubahan iklim, deforestasi, polusi, dan degradasi lingkungan, bukan hanya masalah teknis, melainkan juga isu sosial, ekonomi, dan politik yang kompleks. Media, sebagai agen konstruksi sosial, memiliki kekuatan besar untuk memengaruhi bagaimana masyarakat memahami dan merespons isu-isu ini. Namun, narasi yang disampaikan media seringkali tidak netral, melainkan sarat kepentingan dan posisi ideologis tertentu.


Hegemoni Korporasi di Balik Pemberitaan Mainstream


Media mainstream, seperti yang diidentifikasi dalam penelitian ini—termasuk media digital milik PT Semen Bosowa sendiri, Fajar.co.id, dan Tribun Timur.com—cenderung menampilkan narasi yang bersifat hegemonik. Hegemoni, dalam konteks ini, mengacu pada dominasi suatu kelompok atau kelas sosial, bukan melalui paksaan, melainkan melalui kontrol ideologis dan persetujuan sosial. Korporasi besar, dalam hal ini PT Semen Bosowa, berupaya membangun citra positif melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan kemitraan dengan pemerintah daerah.


Misalnya, berita berjudul “Bosowa Semen Gandeng 11 Sekolah di Maros, Wujudkan Pendidikan Ramah Lingkungan” yang diterbitkan pada Mei 2025, secara gamblang menunjukkan strategi ini. Teks berita tersebut menggunakan diksi seperti “komitmen perusahaan,” “kepedulian terhadap lingkungan,” dan “pembentukan generasi peduli lingkungan.” Kata “gandeng” dan “wujudkan” menciptakan kesan kolaboratif dan solutif, seolah-olah perusahaan adalah agen perubahan positif. Narasi semacam ini dirancang untuk mengalihkan perhatian publik dari dampak ekologis serius yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas industri semen, sekaligus melegitimasi keberadaan perusahaan di tengah masyarakat.


Dalam wacana ini, perusahaan digambarkan sebagai penggerak utama kegiatan, sementara pemerintah daerah dan sekolah hanya menjadi mitra atau penerima manfaat. Lingkungan tidak hadir sebagai korban eksploitasi, melainkan sebagai objek kepedulian simbolik yang perlu dijaga. Ini adalah bentuk “greenwashing,” strategi pemasaran yang menyesatkan konsumen dengan klaim ramah lingkungan, padahal kenyataannya bisa berbeda. Media mainstream, dengan jangkauan luas dan sumber daya besar, memiliki kapasitas untuk membentuk opini publik secara besar-besaran, seringkali memprioritaskan isu-isu elite atau agenda komersial.


Suara Perlawanan dari Media Alternatif


Sebaliknya, media alternatif—seperti Mongabay Indonesia, AntaraNews, dan Bollo.id—berfungsi sebagai media perlawanan atau counter-hegemoni. Media-media ini menantang narasi dominan dengan memberikan ruang bagi suara-suara yang terpinggirkan, mengungkap dampak ekologis, dan penderitaan masyarakat lokal akibat aktivitas industri semen. Mereka berupaya membongkar realitas sosial-ekologis yang kerap disembunyikan oleh narasi resmi perusahaan atau pemerintah.


Contohnya, berita dari Mongabay.com tahun 2019 berjudul “Nasib Warga yang Tinggal di Sekitar Tambang dan Pabrik Semen di Maros” berfokus pada kesengsaraan sosial dan ekologis komunitas lokal. Melalui cerita warga seperti Ibu Marhana dan Marwah yang hidup di tengah debu, kekurangan air bersih, dan hilangnya lahan produktif, media ini memperlihatkan realitas yang terpendam di balik istilah “pembangunan” dan “tanggung jawab sosial perusahaan.” Pendekatan ini mengubah posisi masyarakat dari “objek pembangunan” menjadi “subjek penderitaan dan perlawanan” dengan suara dan pengalaman mereka sendiri.


Demikian pula, Bollo.id dalam beritanya menyoroti ketidakadilan hubungan kekuasaan antara perusahaan industri semen dan komunitas lokal di Dusun Bungaeja, Maros. Dengan narasi pribadi dari Jumriah dan Kaseng, berita ini membangun pengalaman masyarakat sebagai gambaran penderitaan. Ungkapan seperti “Namun, seiring berjalannya aktivitas tambang itu, masyarakat sekitar mulai merasakan efeknya, mulai dari getaran yang kencang sampai memecahkan kaca rumah warga sampai efek debu sisa hasil peledakan batuan gamping. ‘Kalau jam 12 siang itu, keluar lagi suara (ledakan), setiap hari begitu,’ kata Jumriah,” menegaskan posisi penduduk sebagai korban praktik ekonomi. Media alternatif tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menegaskan kebebasan media dengan menyatakan bahwa sumber dana mereka tidak berasal dari sektor ekstraktif, memperkuat citra mereka sebagai platform kontra-hegemoni yang menantang diskursus pembangunan versi korporasi.


Realitas yang Terpinggirkan: Pengalaman Warga Maros


Realitas sosial masyarakat di sekitar PT Semen Bosowa menunjukkan kontras tajam dengan narasi media mainstream. Berdasarkan wawancara, warga telah mengalami proses eksternalisasi, yakni cara manusia mengekspresikan diri ke dalam dunia sosial melalui tindakan dan interaksi. Mereka telah terbiasa dengan debu dan kebisingan, bahkan ada yang menyatakan “sudah biasa dengan debu” atau “tidak pernah ada bantuan” dari perusahaan. Ini mencerminkan penyesuaian sosial terhadap realitas lingkungan yang telah terinstitusionalisasi, namun juga menyimpan ketidakpuasan mendalam.


Ungkapan warga seperti “Tinggal didekat perusahaan pasti selalu terkena debu dan ibu empat kali menyapu di rumah sehari” dan “Pabrik semen penghasil debu, belum lagi mobil perusahaan lewat depan rumah, pasti menambah banyak debu,” menunjukkan bahwa persepsi mereka terhadap isu lingkungan terbentuk dari pengalaman langsung, bukan dari informasi media atau lembaga formal. Mereka menyadari adanya perubahan signifikan sejak perusahaan berdiri, dari lingkungan yang bersih menjadi penuh polusi dan kebisingan. Kondisi ini memicu aksi demonstrasi sebagai bentuk ekspresi sosial yang lebih terbuka dan terorganisir, menunjukkan bahwa masyarakat tidak pasif, melainkan berupaya mengubah realitas sosial yang mereka hadapi.


Membangun Kesadaran Kritis dan Keadilan Ekologis


Penelitian ini menegaskan bahwa konstruksi wacana media dalam isu lingkungan tidak hanya mencerminkan bagaimana informasi disampaikan, tetapi juga bagaimana kepentingan tertentu mengarahkan makna dan persepsi publik. Dominasi ekonomi-politik dalam ruang media berkontribusi pada terbentuknya kesadaran semu mengenai pembangunan berkelanjutan. Namun, ruang-ruang perlawanan tetap terbuka melalui upaya media alternatif, aktivis lingkungan, dan masyarakat sipil yang memperjuangkan keadilan ekologis.


Implikasi dari riset ini sangat jelas: penguatan media kritis yang independen dan berpihak pada kepentingan ekologis serta kemanusiaan sangatlah penting. Pemerintah, akademisi, dan masyarakat perlu berkolaborasi dalam mendorong kebijakan komunikasi lingkungan yang transparan dan berkeadilan, agar wacana publik tidak didominasi oleh narasi korporasi semata. Merangkul jurnalisme yang kritis dan berpihak pada keadilan ekologis akan menjadi kunci untuk membangun kesadaran publik yang lebih mendalam, mendorong kebijakan yang lebih berkelanjutan, dan pada akhirnya, melindungi hak-hak lingkungan bagi generasi mendatang.


Identitas Riset

Judul: Hegemoni Lingkungan dalam Diskursus Media (Studi Kasus Krisis Ekologi Masyarakat di Kabupaten Maros)

Peneliti: Wahyuddin Bakri, Muhammad Rizki Citanegara, Muhammad Ikrar, Muhammad Baqir

Institusi: IAIN Parepare

Tahun: 2025


DAFTAR PUSTAKA

Bakri, Wahyuddin. 2022. Hegemoni Politik, Kekuasaan Dan Media. Parepare, Sulawesi Selatan: IAIN Parepare Nusantara Press.