Skip ke Konten

Social e-commerce dan Etika Islam dalam Wawasan al-Qur'an

Penelitian Prof. Dr. Muzdalifah Muhammadun dkk ini mengkaji bagaimana pelanggaran etika bisnis dalam perdagangan sosial online bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Studi ini menyoroti tiga bentuk utama pelanggaran yang sering terjadi, yaitu gharar (ketidakpastian dalam transaksi), maysir (eksploitasi konsumen melalui tren viral), dan zolim (ketidakadilan dalam sistem harga dan pemasaran).
25 Maret 2025 oleh
Social e-commerce dan Etika Islam dalam Wawasan al-Qur'an
Admin

Editor: Muhammad Haramain

Sumber: Muhammadun, Muzdalifah, et al. "Ethical Violations in Business Practices on Social Commerce: Insights from Quranic Verses." Journal of Ecohumanism 3, no. 4 (2024): 574-582. https://doi.org/10.62754/joe.v3i4.3546.


Pendahuluan

Perdagangan digital telah mengubah cara konsumen berbelanja, tetapi pada saat yang sama menciptakan tantangan etika yang serius. Menurut laporan CNBC (2020), maraknya penipuan dalam perdagangan online semakin mengikis kepercayaan konsumen. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan bahwa pada tahun 2021 terdapat 115.756 kasus penipuan e-commerce, dan hingga Mei 2022, 393 dari 714 kasus pelanggaran bisnis online melibatkan marketplace sosial commerce seperti TikTok Shop (Bisnis.tempo.co, 2022).

Islam telah lama menetapkan standar etika dalam bisnis yang mengutamakan kejujuran dan keadilan. Namun, dalam praktiknya, banyak pelaku bisnis digital yang mengabaikan prinsip-prinsip ini demi keuntungan sesaat. Studi ini mengidentifikasi pola pelanggaran etika bisnis Islam di platform sosial commerce dan dampaknya terhadap stabilitas ekonomi dan kepercayaan konsumen.

Kemajuan teknologi telah membawa berbagai kemudahan dalam dunia perdagangan, termasuk munculnya platform sosial commerce seperti TikTok Shop. Namun, di balik kemudahan tersebut, banyak pelanggaran etika bisnis Islam yang terjadi, mulai dari penipuan harga hingga eksploitasi tren viral untuk keuntungan sepihak.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode analisis isi. Data diperoleh dari berbagai sumber sekunder, termasuk video pemasaran di TikTok Shop, ulasan konsumen, dan analisis terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan etika bisnis. Peneliti menggunakan konsep gharar, maysir, dan zolim sebagai kerangka analisis utama dalam mengidentifikasi pelanggaran bisnis online.

Gharar: Ketidakpastian dalam Transaksi Online

Pelanggaran etika bisnis dalam bentuk gharar sering terjadi dalam perdagangan online, terutama dalam bentuk:

  • Deskripsi produk yang menyesatkan, di mana gambar produk tidak sesuai dengan barang yang diterima.
  • Biaya tersembunyi yang tidak dijelaskan dengan transparan kepada konsumen.
  • Penggunaan ulasan palsu untuk meningkatkan kredibilitas produk.

Contoh kasus gharar yang diidentifikasi dalam studi ini adalah praktik pemasaran produk kosmetik murah di TikTok Shop yang menampilkan gambar dan deskripsi menarik, tetapi produk yang dikirimkan memiliki kualitas yang berbeda dari yang diiklankan.

Maysir: Eksploitasi Tren Viral dan Konsumen Impulsif

Praktik maysir dalam perdagangan sosial commerce terjadi ketika bisnis menggunakan strategi pemasaran yang:

  • Menciptakan tren viral yang memicu belanja impulsif, tanpa mempertimbangkan kebutuhan konsumen.
  • Menawarkan diskon besar-besaran dalam waktu terbatas, memaksa konsumen untuk membeli tanpa berpikir panjang.
  • Menggunakan sistem lotre atau undian dalam transaksi, yang mendekati praktik perjudian dalam Islam.

Kasus yang ditemukan dalam studi ini adalah pemanfaatan TikTok Live Shopping, di mana produk ditawarkan dengan harga sangat rendah selama siaran berlangsung. Konsumen sering kali tergoda untuk membeli tanpa riset, dan setelah transaksi selesai, mereka mendapati bahwa barang yang diterima tidak sesuai dengan ekspektasi.

Zhlim: Ketidakadilan dalam Sistem Harga dan Pemasaran

Praktik zhalim dalam perdagangan digital melibatkan ketidakadilan dalam transaksi, antara lain:

  • Markup harga yang berlebihan untuk produk yang seharusnya lebih murah.
  • Eksploitasi konsumen dengan sistem "bundling", di mana pelanggan dipaksa membeli barang tambahan untuk mendapatkan harga promosi.
  • Ketidaktransparanan dalam kebijakan pengembalian barang, yang merugikan konsumen.

Contoh nyata dari praktik zolim adalah perubahan bentuk dan jumlah barang yang dikirimkan kepada konsumen tanpa pemberitahuan, sehingga mereka tidak mendapatkan produk yang sesuai dengan harga yang dibayarkan.

Pelanggaran etika bisnis dalam perdagangan sosial commerce tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga menciptakan lingkungan bisnis yang tidak sehat. Dalam Islam, bisnis seharusnya dijalankan dengan prinsip keadilan dan kejujuran. Beberapa ayat Al-Qur’an yang menegaskan pentingnya etika dalam bisnis adalah:

  • Al-Baqarah 188: Larangan mengambil harta orang lain dengan cara batil.
  • Al-Nisa 29: Anjuran melakukan transaksi yang didasarkan pada kerelaan kedua belah pihak.
  • Al-Mutaffifin 1-6: Kecaman terhadap pedagang yang curang dalam takaran dan timbangan.

Dalam teori ekonomi Islam, keseimbangan antara keuntungan dan kesejahteraan sosial sangat penting. Jika pelaku bisnis hanya fokus pada profit tanpa memperhatikan aspek etika, maka dampaknya akan terasa dalam jangka panjang, seperti menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap platform perdagangan digital.

Penelitian ini menunjukkan bahwa perdagangan sosial commerce menghadapi tantangan besar dalam menerapkan prinsip etika bisnis Islam. Tiga bentuk utama pelanggaran yang sering terjadi adalah:

Gharar, dalam bentuk deskripsi produk yang menyesatkan dan biaya tersembunyi.

Maysir, melalui eksploitasi tren viral yang mendorong konsumsi impulsif.

Zhalim, dalam bentuk ketidakadilan harga dan kebijakan pengembalian barang yang merugikan konsumen.

Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya regulasi yang lebih ketat terhadap praktik perdagangan digital serta kesadaran konsumen yang lebih tinggi dalam berbelanja online. Sebagai langkah konkret, para konsumen diharapkan untuk:

  • Meneliti produk sebelum membeli, tidak hanya tergoda oleh promosi yang menggiurkan.
  • Memastikan kebijakan pengembalian barang jelas, sebelum melakukan transaksi.
  • Mendukung bisnis yang menerapkan etika Islam dalam praktiknya, agar perdagangan digital menjadi lebih adil dan transparan.

di dalam Riset
Social e-commerce dan Etika Islam dalam Wawasan al-Qur'an
Admin 25 Maret 2025
Share post ini
Label
Arsip