Skip ke Konten

Angka yang Berjiwa, Ilmu yang Menyapa: Akuntansi Cinta dalam Jalan Pendidikan Ilahiah

Sri Wahyuni Nur, M.Ak. (Dosen Prodi Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Parepare)
25 Juli 2025 oleh
Angka yang Berjiwa, Ilmu yang Menyapa: Akuntansi Cinta dalam Jalan Pendidikan Ilahiah
Hamzah Aziz

Di tengah arus deras modernisasi pendidikan yang cenderung mengejar target kognitif dan capaian akademik, muncul keresahan mendalam: ke mana ruh dari proses pendidikan itu sendiri? Ilmu yang sejatinya membebaskan, mencerahkan, dan menumbuhkan, kini sering kali menjadi alat seleksi, kompetisi, bahkan dominasi. Dalam konteks ini, hadirnya gagasan Kurikulum Berbasis Cinta bukanlah wacana utopis, melainkan panggilan mendesak untuk mengembalikan arah pendidikan kepada fitrahnya sebagai jalan ilahiah, jalan yang menyapa manusia sebagai makhluk spiritual, sosial dan rasional.

Cinta dalam pendidikan bukan sekadar romantisme. Ia adalah sikap etis, spiritual, dan transendental. Cinta mendorong seorang pendidik untuk hadir secara utuh, tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai pendamping kehidupan. Cinta juga menjadikan ilmu bukan sekadar tumpukan teori, melainkan sesuatu yang membumi, bermakna, dan berpengaruh pada perubahan diri dan masyarakat. Maka, Kurikulum Berbasis Cinta adalah model pendidikan yang menyadari bahwa hati, bukan hanya otak, memiliki hak untuk tumbuh.

Dalam lanskap keilmuan seperti ekonomi khususnya akuntansi, wacana cinta mungkin terdengar asing atau bahkan dianggap tidak relevan. Akuntansi identik dengan angka, neraca, dan laporan keuangan yang rasional dan objektif. Namun di sinilah justru letak tantangannya: bagaimana menghadirkan “angka yang berjiwa”? Bagaimana menjadikan akuntansi sebagai ilmu yang menyapa, bukan menekan? Dalam konteks inilah muncul gagasan Akuntansi Cinta, yaitu suatu pendekatan yang mengintegrasikan nilai-nilai kasih sayang, kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab spiritual dalam praktik dan pendidikan akuntansi.

Akuntansi cinta bukan tentang mengaburkan kebenaran demi perasaan, tetapi justru menghadirkan kebenaran yang bermartabat. Ia menempatkan akuntansi sebagai instrumen moral, bukan sekadar alat kontrol. Seorang akuntan dalam pendekatan ini bukan hanya profesional yang handal, tapi juga penjaga amanah publik. Ia sadar bahwa angka-angka yang disusunnya berdampak pada hidup orang banyak, pada distribusi keadilan, dan pada keberkahan ekonomi suatu bangsa. Maka pendidikan akuntansi cinta bukan hanya melatih logika, tetapi menumbuhkan nurani.

Refleksi terhadap pendidikan akuntansi saat ini menunjukkan bahwa kurikulum sering kali terlalu teknis, terfokus pada standar, software, dan skill yang bersifat mekanistik. Sedikit ruang diberikan untuk membahas aspek etika secara mendalam, apalagi spiritualitas. Mahasiswa dilatih menjadi operator sistem, bukan pelayan masyarakat. Disinilah kritik konstruktif perlu diarahkan: bahwa pendidikan akuntansi harus keluar dari kepompong keringnya angka, dan kembali menumbuhkan kesadaran bahwa di balik setiap angka ada manusia, ada kebutuhan, ada tanggung jawab.

Dalam rangka membumikan Kurikulum Berbasis Cinta di dunia akuntansi, beberapa langkah penguatan dapat dilakukan. Pertama, integrasi nilai-nilai etik dan spiritual dalam setiap mata kuliah. Tidak cukup hanya mengajarkan etika sebagai modul terpisah, tetapi harus menjadi jiwa dari seluruh proses pembelajaran. Kedua, proyek berbasis pengabdian masyarakat yang relevan dengan konteks ekonomi lokal, seperti membantu UMKM mencatat pembukuan syariah atau menyusun laporan zakat yang akuntabel. Ketiga, pendampingan reflektif yang memungkinkan mahasiswa merenungkan makna profesinya secara mendalam, misalnya melalui jurnal pribadi atau dialog spiritual bersama dosen.

Lebih dari itu, dosen sebagai penggerak utama pendidikan harus menjadi figur cinta itu sendiri. Bukan sekadar penguasaan materi, tetapi kehadiran yang menginspirasi, membimbing dengan sabar, dan memanusiakan mahasiswa. Kelas harus menjadi ruang aman, tempat bertumbuhnya rasa ingin tahu, keberanian berbuat benar, dan semangat memberi manfaat. Inilah wajah pendidikan ilahiah, bukan hanya mencerdaskan tetapi juga menghidupkan hati.

Pada akhirnya, Akuntansi Cinta adalah bentuk nyata dari semangat Kurikulum Berbasis Cinta. Ia bukan kontradiksi antara logika dan kasih, melainkan sintesis luhur yang menjadikan ilmu sebagai jalan rahmat. Dalam pendidikan ilahiah, angka bukan hanya data, tapi juga doa. Ilmu bukan hanya kompetensi, tapi juga kasih yang menggerakkan. Maka marilah kita bangun kurikulum yang tidak hanya menyusun kepala, tetapi juga memeluk hati, kurikulum yang membuat ilmu menyapa dan angka berbicara dalam bahasa cinta.

Angka yang Berjiwa, Ilmu yang Menyapa: Akuntansi Cinta dalam Jalan Pendidikan Ilahiah
Hamzah Aziz 25 Juli 2025
Share post ini
Arsip