Skip ke Konten

Menata dengan Rasa, Mengolah dengan Cita: Manajemen Pendidikan Berbasis Cinta

Dr. H. Muhdin, M.Pd - Kepala Biro AUAK IAIN Parepare
24 Juli 2025 oleh
Menata dengan Rasa, Mengolah dengan Cita: Manajemen Pendidikan Berbasis Cinta
Admin

Manajemen pendidikan Islam merupakan upaya sadar untuk mengolah seluruh potensi yang terlibat dalam proses pendidikan dan mengatur sumber daya agar mencapai tujuan pendidikan yang luhur. Dalam konteks ini, pendidikan tidak sekadar transmisi pengetahuan, melainkan proses pembentukan manusia paripurna (insān kāmil) yang berakhlak, berpengetahuan, dan memiliki keterhubungan spiritual yang utuh dengan sesama dan Tuhannya.


Kurikulum sebagai jantung pendidikan seharusnya tidak hanya mencerminkan standar akademik dan ketercapaian target kognitif, tetapi juga nilai-nilai dasar yang menghidupkan pembelajaran. Di sinilah Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang diinisiasi Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA., menemukan relevansinya. Cinta bukan hanya emosi, melainkan energi edukatif yang mampu melahirkan keikhlasan, kedekatan, penghargaan terhadap proses, dan dorongan untuk terus tumbuh. Dalam tradisi Islam, cinta (maḥabbah) bahkan menjadi pusat relasi antara hamba dan Tuhan, serta antara manusia dan sesamanya.


Mengelola kurikulum berbasis cinta berarti memposisikan peserta didik bukan sebagai objek pengajaran, tetapi sebagai subjek yang tumbuh dalam relasi kasih sayang. Manajemen pendidikan Islam dalam kerangka ini menuntut kemampuan para pendidik, pengelola, dan pemangku kebijakan untuk mengolah suasana pembelajaran yang menyenangkan, memberdayakan, dan mendekatkan jiwa peserta didik pada nilai-nilai kemanusiaan. Pengaturan sistem pembelajaran pun harus dirancang tidak sekadar efisien dan efektif, tetapi juga adaptif dan empatik.


Dalam praktiknya, manajemen pendidikan Islam berbasis cinta akan memperhatikan cara guru berkomunikasi dengan siswa, gaya kepemimpinan kepala madrasah atau sekolah, serta model evaluasi yang tidak merendahkan martabat anak didik. Cinta sebagai paradigma kerja akan menggerakkan seluruh proses: mulai dari perencanaan pembelajaran yang berbasis kebutuhan dan potensi anak, pengorganisasian sumber daya yang inklusif, hingga pengawasan yang mendidik dan membangun kepercayaan.


Namun, KBC tidak boleh direduksi menjadi jargon normatif. Ia harus diturunkan dalam indikator-indikator pengelolaan yang terukur, seperti adanya ruang dialog yang sehat antara pendidik dan peserta, fleksibilitas dalam pembelajaran, serta penguatan nilai spiritual dalam keseharian lembaga pendidikan. Manajemen yang mengatur di sini tidak berarti mengontrol secara represif, melainkan menciptakan keteraturan yang memungkinkan semua unsur pendidikan tumbuh dalam keharmonisan.


Dengan demikian, manajemen pendidikan Islam yang mengadopsi kurikulum berbasis cinta adalah sebuah praksis yang menyatukan akal dan hati, nalar dan rasa, strategi dan kasih sayang. Ia menjanjikan iklim pembelajaran yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga membahagiakan. Di tengah tantangan dunia yang serba kompetitif dan mekanistik, pendekatan ini menjadi tawaran yang bukan hanya relevan, tetapi mendesak untuk diwujudkan.

di dalam Opini
Menata dengan Rasa, Mengolah dengan Cita: Manajemen Pendidikan Berbasis Cinta
Admin 24 Juli 2025
Share post ini
Arsip